Ternyata acara berlibur bersama ini tidaklah sia-sia. Pada malam hari, Ahsan sudah terlihat cukup akrab dengan Maliki. Akrab sekali sih tidak, tapi sikapnya tidak lagi menjauh atau antipati kepada lelaki yang akan menjadi ayah tirinya itu. Menjelang tidur, Ahsan bahkan bercerita dengan semangat tentang rencananya bermain dengan sang ayah dan Om Maliki besok. Sania tampak senang mendengarnya. Farah juga merasa lega. Jika dengan Maliki yang orang asing saja hati Ahsan bisa melunak, berarti Farah memiliki harapan besar akan diterima oleh anak itu.
Menjelang waktunya tidur, Farah menerima sebuah panggilan video. Ternyata itu dari ibunya. Farah menerima panggilan video itu setelah agak melipir ke pojok kamar. Tapi ternyata sang ibu memang sengaja meneleponnya malam-malam untuk memastikan dimana Farah tidur. Beliau bahkan meminta Farah untuk mengedarkan ponselnya agar ia dapat melihat seluruh kamar tidur.
"Tante Riha!" sapa Ahsan ceria, kepada ibu Farah, ketika layar ponsel Farah mengarah ke tempat tidur.
"Lho? Ahsan bobo sama Kak Farah?" tanya Fariha kaget. Ia pikir Farah tidur di kamar sendirian. Makanya ia menelepon, untuk memastikan Farah benar-benar sendirian. Ia tidak mau kejadian setahun lalu terulang lagi.
Layar ponsel Farah kemudian mengarah kepada perempuan cantik yang duduk di sisi Ahsan.
"Ahsan bobo sama Mama dan Kak Farah, Tante. Kasihan Kak Farah kalau bobo sendirian. Takut kan."
Fariha tertawa sungkan. Kemudian meminta maaf kepada Sania karena sudah mengganggu tidur mereka. Ia tidak bicara panjang kepada Farah setelahnya. Ia memang hanya ingin memastikan anak itu aman.
Setelah Farah mengakhiri panggilan video ibunya, ia mendengar Sania tertawa mengejek.
"Maaf ya Bu," kata Farah sambil nyengir sungkan. "Ibu saya___"
"Iya, saya paham. Nggak apa-apa," kata Sania. "Punya anak gadis secantik kamu, orangtua mana yang nggak was-was. Apalagi diajak liburan sama bapak-bapak, duda, udah lama puasa."
Wajah Farah memerah akibat implikasi dari kata-kata Sania itu.
* * *
Pagi hari setelah sholat Subuh, Farah keluar dari kamarnya. Sementara setelah sholat Subuh, Sania kembali bergelung menemani Ahsan yang susah dibangunkan. Mentang-mentang libur, pengin bangun siang.
Farah menuju ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Meski vila tersebut dikelola oleh perusahaan perhotelan sehingga sarapan sudah disediakan di restoran, tidak jauh dari unit vila mereka, tapi Farah tetap membuatkan roti bakar. Barangkali saja ada salah satu dari mereka yang kelaparan bahkan sebelum sempat ke restoran. Lagipula, mumpung kemarin sore mereka mampir ke minimarket dan membeli beberapa cemilan, termasuk roti, untuk Ahsan.
Farah baru saja selesai dan meletakkan 5 tangkup roti bakar di piring, ketika seseorang memasuki dapur. Lelaki itu tampak segar dengan training suit dan sepatu olahraganya.
"Farah," sapa lelaki itu sambil tersenyum kecil.
"Pak Maliki," balas Farah sambil mengangguk sopan. "Mau olahraga Pak?"
"Lari doang, sebentar. Sania bilang, masih nemenin Ahsan yang belum mau bangun kan?"
Farah tersenyum dan mengangguk.
Pantas saja bentuk tubuh lelaki itu masih proporsional meski usianya hampir 40 tahun."Mau sarapan dulu Pak? Roti bakar doang sih," Farah menawarkan.
"Oh, nggak usah. Makasih. Saya mau bikin teh hangat aja."
"Biar saya bikinin kalau gitu Pak."
Dengan cekatan Farah mengambil cangkir yang tersedia dan menyeduh teh celup dengan air yang memang sudah dipanaskannya. Ia tadinya menyiapkan air panas itu kalau Attar ingin minum kopi. Siapa sangka Maliki yang datang lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEGITIGA BERMUDA (season 2)
RomanceCAMPUS SERIES #2 --Kisah Cinta Segitiga Bersama Dua Duda-- Setiap orang berhak atas kesempatan kedua. Tapi tidak semua orang beruntung mendapatkan kesempatan kedua. * * * First published on October 2021 Reposted on February 2024