6.

5K 1K 139
                                    

Halo Kakak2!
Makasih selalu setia membaca cerita ini, baik di lapak 1 dan 2.

Belakangan ini, ada bbrp yg nanya, apakah Segitiga Bermuda diterbitkan dlm bentuk buku cetak?

Jawabannya adalah, belum. Saat ini Segitiga Bermuda baru diterbitkan dlm bentuk e-book. Kakak2 yg udah ga sabar baca endingnya bisa mampir ke bit.ly/SegitigaBermuda atau ke akun KaryaKarsa niaputri08 dan cari judul SegitigaBermuda.

Bagi yg ingin peluk bukunya, cerita ini akan dicetak dlm bentuk buku kalau peminatnya banyak. Jadi, bagi yg berminat baca buku versi cetaknya, boleh komen dsni. Nanti kalau jumlahnya cukup banyak, baru saya pertimbangkan utk cetak bukunya.

Anyway makasih banyak ya dukungan Kakak2 semua yg vote, komen dan beli langsung ebook dan KK cerita ini 😘😘

* * *

Erlang menatap anak lelaki yang sedang menikmati lumpia di hadapannya. Anak itu terlihat sangat nyaman bersama Farah dan Fariha, sehingga kehadiran Erlang tidak bisa mengalihkan perhatiannya, atau membuatnya menjadi canggung.

"Ahsan udah lama disini?" tanya Erlang, entah kepada siapa. Matanya beralih dari Ahsan, Farah, kemudian Fariha.

"Udah, Om," akhirnya Ahsan yang menjawab. Mulutnya masih sambil asik mengunyah lumpia.

"Ayah kok ngga ikut?" Erlang melanjutkan basa-basinya. Di teras tadi dia sudah melihat ada sepasang sepatu laki-laki dewasa. Jadi Erlang yakin ayah anak ini memang berada di rumah ini. Tapi kenapa sudah hampir 5 menit ia disana, lelaki itu tidak kelihatan? Apakah mungkin sedang ke toilet?

"Papa di belakang, Om. Bantuin Kak Faris," jawab Ahsan lagi.

"Bantuin?"

"Faris lagi ganti lampu-lampu yang mulai redup," kali itu Fariha yang menjawab. "Katanya supaya pas dia di Bandung, aku dan Farah nggak perlu naik tangga buat ganti lampu kalau sewaktu-waktu mati."

"Padahal nggak perlu gitu. Kalau Mbak dan Farah perlu bantuan buat urusan lelaki kayak gitu, bisa panggil aku aja."

Fariha tersenyum. "Makasih ya Lang."

"Aku ke belakang dulu juga deh kalau gitu, Mbak. Mungkin Faris butuh bantuan tambahan."

"Nggak usah, Lang," cegah Fariha. "Udah ada Pak Attar. Tangganya juga cuma satu. Nanti malah heboh. Kamu disini aja."

"Oh..." Hanya itu yang terucap dari bibir Erlang. Meski dalam hati dia kecewa.

Setahun lalu, lelaki bernama Attar itu yang duduk dan diperlakukan sebagai tamu, sementara dirinya bisa masuk dengan leluasa ke dalam rumah itu, bahkan hingga ke dapur. Tapi kini keadaannya berkebalikan. Attar justru bisa masuk hingga ke dalam rumah, sementara dirinya diperlakukan seperti tamu yang dipersilakan duduk di ruang tamu.

Sepertinya keluarga ini memang tidak menganggapnya sebagai keluarga lagi.

"Aku bikinin minum ya, Lang? Sirup melon kan?"

Senyum Erlang melebar sambil mengangguk. "Iya, Mbak. Makasih."

Setidaknya, Fariha masih ingat rasa minuman kesukaannya kan?

Sementara itu, sambil menemani Ahsan makan lumpia, Farah memerhatikan interaksi kedua orang di hadapannya. Gesture ibunya barangkali memang masih terlihat menjaga jarak meski Erlang tampak berusaha mengakrabkan diri. Tapi ternyata sang ibu tetap mengingat rasa minuman kesukaan Erlang.

Apakah barangkali setelah satu tahun berlalu, ternyata tidak banyak hal yang berubah? Apakah meski kedekatan hubungan mereka berubah, tapi perasaan mereka tidak pernah benar-benar berubah?

SEGITIGA BERMUDA (season 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang