"Sa-yang." pelukan erat Dhifa rasakan. Siapakah yang memeluknya? Apakah ini mimpi?
Flashback On
Beberapa menit sebelum banyaknya suara tembakan terdengar.
"Zean! Cepat kasih perintah, istri lo dalam bahaya!" ucap Putra dengan senapan bersiap membidik.
Zean menggerakkan tangannya, yang berarti belum saatnya bergerak.
Keadaan di luar masjid memang tidak ada yang menjaga, hanya ada masyarakat yang berdatangan karena mendengar suara tembakan dan juga polisi.
'Bertahan sebentar lagi, Sayang. Aku akan segera menyelematkan kamu,' ucap batin Zean bahwa sebenarnya ia sangat cemas karena istrinya yang malah dalam bahaya akibat masalahnya dengan musuhnya Melvin Regardi.
Yang mana adalah teman satu pelatihannya dulu dan telah lama memiliki dendam pada Zean karena tidak terima posisi kapten, Zean yang mendapatkannya.
Zean tak pernah menyangka, Melvin yang dahulu pernah memberinya ancaman bahwa akan menghancurkan hidupnya dan orang-orang yang Zean sayang, ternyata bukan omongan belaka. Sampai-sampai Melvin mengikutinya ke Indonesia dan di Bandung, padahal ia sudah pulang ke Tiongkok.
Dan sekarang, Melvin tengah mengarahkan pistol untuk membidik kepala Dhifa.
"Habisi perempuan ini sekarang!" perintah Melvin.
"Tembak sekarang!" setelah Zean melepaskan perintah, ia pun berlari ke arah Dhifa.
DOR!
DOR!
Flashback Off
"Musuh berhasil dilumpuhkan, tapi ...." Yusuf dan Ravin berlari sekencang mungkin menangkap tubuh yang langsung lemas dan hampir kehilangan kesadarannya.
"ZEAN! DHIFA!"
Perlahan Dhifa membuka matanya, yang pertama kali dilihatnya adalah dirinya di dalam dekapan suaminya, lalu ia beralih menatap wajah suaminya yang menampilkan senyum tipis dibalik bibir pucatnya.
Yusuf dan Ravin tetap diam di posisi karena mendapat perintah dari Zean untuk diam.
"Au!" Dhifa meringis, menahan perih di lengannya yang berlumuran darah.
"Ma-af udah membuat kamu terluka." Zean mengecup singkat kening Dhifa, rasanya ia benar-benar merasa bersalah karena menyeret istrinya ke dalam bahaya.
"Zean." Dhifa menyentuh wajah Zean yang masih memeluknya erat.
"A-apa ini mimpi? Ke-napa wajah kamu pucat sekali?" tanya Dhifa gagap.
Tidak ada jawaban dari Zean belum, ia hanya menampilkan senyum tipisnya lagi, senyum yang bagi Dhifa membuatnya takut. Lalu Zean mengeratkan pelukannya. "Wa-jah kamu juga pucat."
"Dan A-aku berhasil nyelamatin ka-mu." lanjut Zean.
"Ka-mu banyak sekali darahnya," ucap Dhifa mengusap lumuran darah di kepala belakang, air matanya sontak mengalir.
"Aku tak akan pernah sanggup meninggalkan kamu, Zean. Jika ternyata aku yang mat--," Zean dengan cepat menutup mulut Dhifa dengan telunjuknya.
"Aku yang tak akan pernah sanggup jika kamu yang ninggalin aku. Mending aku yang mati," sahut Zean mengeratkan pelukannya dan dirinya pun sudah menangis.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit. Bunyi ambulans yang nyaring, Zean dan Dhifa di bawa menggunakan ambulans yang berbeda dengan selang oksigen yang terpasang pada mereka, degup jantung yang tak karuan, napas yang tak teratur dan perlahan kesadaran berubah menjadi kabur dan gelap.
••••
"Pasien mengalami pendarahan hebat, cepat transfusi darah!"
"Zean! Apa kamu mendengar saya? Tolong berikan respon jika kamu mendengar suara saya?" Rafi mencoba bersuara didekat telinga Zean, harap-harap mendengar suaranya.
Sayup-sayup pendengarannya menangkap suara ricuh dan suara yang Zean kenali, matanya ingin sekali terbuka, tetapi rasanya sangat berat. Sekujur tubuhnya rasanya kebas, tidak ada rasa.
Respon yang Zean berikan adalah menggerakkan jemarinya meskipun sangat lemah. Satu hal yang Zean ketahui, bahwa ia berada di rumah sakit dan memikirkan bagaimana dengan Dhifa--istrinya?
••••
"Maaf. Apa ada di sini yang bergolongan darah AB? Zean sekarang dalam masa kritis karena kehilangan banyak darah." Rafi menghampiri keluarga Zean yang menunggu di luar dengan raut kecemasan.
"Tolong selamatkan Zean, dok," ucap Bu Nita terisak dalam dekapan ayahnya Dhifa.
Bu Nita tak pernah menyangka, putrinya terluka parah karena balas dendam seseorang yang memiliki dendam pada menantunya. Apalagi kondisi Zean yang kritis, semakin membuat semuanya cemas dalam ketakuan.
"Saya, dok. Golongan darah saya AB, donorkan saja darah saya asal Zean bisa selamat," sahut Sakha.
"Untuk hal itu kita perbanyak berdoa dan kami akan melakukan sebaik mungkin menyelamatkan Zean, mari ikut saya," sahut Rafi.
Setelah Sakha pergi dengan dokter. Semuanya yang menunggu di hadapan ruang IGD, terduduk lemas di lantai dengan tatapan kosong.
Lalu tiba-tiba datang seorang suster dengan napas terengah-engah.
"Tolong! Pasien bernama Dhifa--,"
.
.
.
.
•••••VOTE DAN KOMENNYA JANGAN LUPA DIKASIH GUYS😌
LANJUT?
KAMU SEDANG MEMBACA
ZeFa [Misi Menaklukkan Hati] || SELESAI
RomanceSpin-Off Antara 2 Imam🍒 [DIHARAPKAN FOLLOW SEBELUM BACA]🙂 🍋🍋🍋 "𝐓𝐚𝐤𝐥𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐌𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮𝐢 𝐃𝐨𝐚, 𝐇𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚 𝐀𝐤𝐡𝐢𝐫 𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐓𝐚𝐤 𝐈𝐧𝐠𝐢𝐧 𝐒𝐞𝐥𝐞𝐬𝐚𝐢." -𝘊𝘢𝘤𝘢, 𝘡𝘦𝘍𝘢. **** Kisah cinta yang b...