23

50 13 2
                                    

"Le-lhepasin ghue!"

Mataku sontak terbelalak akibat suara yang terlontar dari mulutku dan rasa sakit rambutku. Butuh beberapa detik untuk diriku menyadari bahwa diriku berada di toilet yang sepertinya tak asing namun lupa untuk mengetahui di mana letak aslinya.

Plak!

"Ampun!"

Itu bukan suaraku! Suara itu terlontar begitu saja sesudah siswi berambut pirang tergerai menamparku.

"Ampun? Setelah lo melakukan skandal sama Rio, hah?"

Entah mengapa, walaupun kutak mengerti ini apa, seluruh badanku terasa emosi dan ingin menampar mulut siswi itu.

"ITU LO!"

Plak!

Satu tamparan lagi mendarat kencang di pipiku setelah kalimat aneh terlontar dari mulutku.
Detik kemudian, mataku menangkap sebuah objek di depan kaca yang menjadi jawabannya.

Aku sedang tidak berada di tubuhku.

Detik kemudian, diriku tersadar bahwa kemampuan dari nenekku menjadi berkembang. Setelah dua Minggu yang lalu diriku mampu berpindah dimensi secara abstrak, kini diriku bisa berpindah dimensi secara gamblang bahkan memakai sudut pandang pelaku yang sedang mengalami kejadian.

Walaupun rasa nyeri dan takut menyergap tubuhku, dengan tekad mendadak diriku menenangkan bahwa ini hanyalah sebuah mimpi, mungkin.

Byurr!!!

Perlawanan sudah kukeluarkan secara maksimal untuk bisa menghindar dari guyuran air got busuk yang kini membasahi seragam putih abu-abu dengan rok pendekku-jelas sekali tadi aku memakai rok panjang, berarti mimpi ini memiliki latar waktu ke belakang. Namun nihil, perlawanan sekuat apapun tubuhku kaku dan tak merespon energi untuk berpindah, justru malah menutup mata dan menerima itu semua.

"Lo tuh bener bener nggak ditahu untung ya anak emas! Udah gue bilang jangan jadi penjilat ayah gue, tapi apa? Lo malah pulang bareng sama ayah gue!"

"Dasar lonte!"

Bruk! Bruk! Bruk!

Siswi yang menaikkan daguku-maksudnya dagu yang tubuhnya sedang kurasuki ini-membanting lebih dari sekali ember yang tadinya berisi air got ke kepalaku.

Rasa nyeri memang tak sepenuhnya ditanggung olehku, akan tetapi emosiku benar-benar memuncak. Namun sayang, sepanas apapun ubun-ubun diriku tetap tak mampu mengubah memori atau kilasan balik ini dengan bergerak sedikitpun.

Semua mengalir begitu saja, terlihat jelas di depan mataku.

Cengkeramannya menguat dan tiga diantara mereka berempat yang menahanku mendorong paksa hingga pergelangan kaki-ku keseleo dan terbentur kaca dibagian leher.

Semuanya tertawa, terutama Friska yang begitu menusuk telingaku.

Sebentar ... Friska? Jantungku bergemuruh seketika. Bed namanya, bentuk tubuhnya, bahkan detail suaranya tak asing bagiku.

Rasa pening menyergap diriku tatkala ingin memastikan kembali wajah siswi berambut tergerai sampai paha itu. Namun diriku tak kuat, penglihatanku terasa berputar-putar ke atas ke bawah maupun kanan-kiri.

Hingga detik selanjutnya, diriku tertarik ke ruangan putih abstrak kembali, dan setelahnya mendengar panggilan Calnira yang memanggilku.

Lalu tersadar tanpa sempat melihat wajah siswi itu secara pasti.

Tidak, Tuhan, semoga dugaanku salah!

_POSSESSED_

Entah sudah berapa lama diriku termenung dengan jantung berdebar melihat buku diari kuning ngejreng seakan tak termakan oleh waktu.

Di sini sepi dan sunyi. Sejak peristiwa tadi-entah sudah berapa peristiwa aneh yang kulalui hari ini, tapi yang ini maksudnya adalah yang baru saja tadi terjadi- aku menghindar dari mereka semua, tak terkecuali Calnira dan Keano.

Tak mudah untuk mendapat ketenangan melihat ragu sampul buku dengan sesekali melihat kepemandangan asri kabupaten Bandung dari atas rooftop sekolah, gunung yang terletak di ujung sana amat gagah dengan taburan bintang.

Jam menunjukan setengah satu dini hari. Aktivitas yang seharusnya terhenti sejak empat jam yang lalu justru sampai detik ini belum selesai juga. Walaupun aku sedang memberi jarak untuk menenangkan diri, tetapi tak menutup kemungkinan diriku begitu egois karena satu jam yang lalu diriku masih membantu pekerjaan anak OSIS dan Pramuka untuk menyiapkan perkemahan kelas 10 besok.

Entahlah, seharusnya mereka sadar diri untuk menghentikan perkejaan bak babu tak memiliki logika melihat kejadian yang tadi. Harapan kami-mungkin lebih tepatnya aku saja- begitu kecil perkemahan ini akan tetap dilaksanakan walaupun tinggal menunggu waktu beberapa jam lagi. Tapi hal itu langsung diingatkan dengan jasad Keyla dengan kepala terputus tak terurus masih mengalir segar darahnya di lantai. Entah bagaimana respons kepala sekolah ketika datang pagi ini lalu menemukan kepala muridnya tergeletak di lantai tanpa diberitahukan satupun anak didiknya.

Semoga saja tidak jantungan! batin diriku yang langsung kurutuki balik.

Kurutuki balik karena masih sempat-sempatnya memikirkan keadaan orang lain yang tak penting. Padahal diriku sendiri juga sama sedang berada di ambang batas kehancuran, bukan?

Benar, ini hanya perihal waktu. Setelah kepala SMA tiba di sekolah lalu menemukan kepala tergeletak begitu saja tak ditempatnya pasti dia langsung menghakimi kami.

Ah, ralat, lebih tepatnya diriku karena semua siswa-siswi akan menjelaskan bahwasanya diriku adalah penyebab dan pembunuh kekacauan ini semua. Tak lama kemudian, namaku akan semakin dikenal di media cetak bukan sebagai penulis best seller lagi, melainkan pembunuh berkedok penulis thriller.
Tidak ada yang salah dengan dugaanku, bukan?

"Sherin ...."

Suara itu. Suara yang menjadi faktor utama kemalangan hidupku. Semenjak ada dia dan ibu tirinya, kebahagiaanku seakan memang sudah ditakdirkan untuk selesai dan tinggal hidup untuk menikmati pahitnya saja.

Suara itu. Ternyata dugaanku meleset. Mereka semua tak tahan menunggu waktu kepala SMA datang, melainkan lebih dulu menyeretku ke kantor polisi detik ini juga.

"Hayuk turun bantuin yang lain. Masih banyak kerjaannya juga."

Darahku berdesir mendengarnya. Sedikit meleset dari ekspretasi namun masih sulit untuk dipercayai. Melinda, adik tiri yang membenci saudara tirinya itu repot-repot datang ke rooftop atas hanya untuk menjemputku?

Its impossible! Pasti ada kejutan di bawah untukku. Ternyata dugaanku meleset bahwa mereka akan menyeretku ke kantor polisi, melainkan mereka semua pasti langsung membunuhku hidup-hidup ketika sudah sampai di bawah.

Akan tetapi, langkahku terhenti tanpa terdeteksi. Melinda sudah jalan jauh di sana tak terlihat gedung, sedangkan diriku melipir ke sebuah toilet bawah yang membuat dadaku sesak.

Tak salah lagi, dari segi bentuk dan ornamennya hampir mirip dengan yang dipenglihatanku. Hanya saja sekarang sudah mengalami pelebaran.

Suara menjengkelkan Friska tergiang-ngiang di dalam kepalaku.

POSSESSED AT SCHOOL [KERASUKAN] #SpookyStoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang