Happy Reading^-^Hari-hari telah berlalu pergi dengan sejuta luka di setiap waktunya. Seringkali ku berpikir, mengapa matahari tak kunjung kembali? Apakah bintang sungguh tak lagi berhak berada disisi nya?
Ah, tolong mengerti. Itu hanya kiasan ku untuk menggambarkan diriku dan Jihoon. Aku menganggapnya sebagai matahari ku, dan dia menganggap ku sebagai bintang nya.
Sesederhana itu?
Tentu tidak, matahari yang ku maksud adalah penerang yang memberikan sinar harapan di hidup ku. Dengan hadirnya, aku merasa seperti memiliki semangat dan alasan baru untuk terus bertahan.Dan bintang yang dimaksud Jihoon, itu..
Entah, dia tidak mengatakan apapun tentang bintang itu padaku.Apa karena wajah ku seindah dan sebercahaya bintang??
Astaga, tolong jangan jijik pada sisi diriku yang narsis ini. Aku tak tahu cara menghilangkan nya, jadi ya..Terima saja.
Ini sudah hari keenam setelah Jihoon mengatakan hal yang sungguh tak ingin ku dengar seumur hidupku. Aku berusaha meyakinkan diri bahwa yang dia katakan hanyalah omong kosong belaka. Tapi, kenyataan yang kulihat dan kurasakan berhasil membantah itu semua.
Dia tak main-main, Jihoon ku benar-benar melepaskan ku dan pergi menjauh. Dia tak membalas pesan ku, tak menjawab telpon ku, tak menjawab sapaan ku, dan bahkan dia tak melirik ku sedikit pun saat kami bertemu di kelas.
Ternyata sesakit ini diabaikan oleh seseorang yang kita sayangi..
~~~
Kini jam pelajaran kedua hampir berakhir, guru matematika pun sudah memberikan PR dan beranjak keluar dari kelas. Pelajaran berikutnya kosong, jadi semua murid pun keluar dari kelas, pergi menuju tujuan mereka masing-masing.
Begitu juga dengan Jihoon, sekarang dia sedang merapihkan mejanya, memasukkan kembali alat tulis itu kedalam tas lusuh yang senantiasa dia pakai.
Aku menghela napas berat.
Hatiku sungguh sakit kala melihat wajahnya yang sudah lama tak terjamah senyum. Kemana hilangnya senyum itu..
Mengapa dia tak lagi hadir menutupi luka menyakitkan di paras nya yang sendu?Kelas sudah kosong, aku pun pergi dari kelas dan berjalan menuju kantin. Kali ini aku sendiri, tidak lagi bersama dengan Yuji, Saemi, Yedam maupun Asahi. Kita sudah lama tidak bertegur sapa, dan sepertinya mereka benar-benar membenci ku karena sikap ku hari itu.
Setelah selesai memesan makanan, aku duduk di kursi kosong yang tersisa di sebuah meja penuh. Tak ada lagi tempat, jadi mau tak mau aku harus duduk disana meski orang-orang itu akan langsung berdiri dan pindah dari sana.
Brakh!
Salah satu orang itu menggebrak meja.
"Ngapain sih Lo disini? Bikin selera makan gue ancur aja. Pergi gak!!"
Oke, ternyata aku salah. Mereka tak pergi, tapi mengusir ku dari sana.
Aku berdiri dan mencari kursi lain yang sekiranya bisa kududuki. Ah, ternyata ada. Tapi, disana aja Jihoon..
Dia tak mungkin mau duduk dengan ku."Duduk aja, aku udah selesai"
"Ji.."
Jihoon pergi dengan segera tanpa melihat ku yang berbicara disamping nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sun || Park Jihoon
Aktuelle LiteraturSebagaimana matahari yang memberikan sinarnya pada dunia, kau hadir menghangatkan hidupku dengan kasih tulus mu. "Park Jihoon, laki-laki malang dengan segala asa yang tertahan" Maaf jika tata bahasa dan tanda bacanya berantakan, karena author masih...