22. what's next?

84 6 3
                                    

'Ngapain kalian? Buang-buang waktu..'

Ucapan Jeongwoo saat itu masih membuatku tak habis pikir. Ternyata sudah sejauh ini aku dengannya..
Tapi apa peduli ku, tak guna juga memikirkan takdir buruk antara aku dengannya.

Namun jika kupikir kembali, pasti selalu ada prasangka lain yang muncul di kepalaku. Prasangka buruk maupun baik terus beradu seakan memaksaku untuk mencari tahu lebih dalam. Jeongwoo, anak itu terkadang tampak tak berdaya. Bukan, bukan tak berdaya karena lemah fisik, tapi hati. Ada saat dimana dia akan terlihat rapuh, namun dia menutupi itu dengan keangkuhannya. Terlihat hampa, namun tersangkal oleh kesombongannya.

Ada apa sebenarnya?...
Berapa banyak pun aku berpikir, jawaban tak pernah berani ku simpulkan.

Ah iya, saat ini aku sedang mengobati lukaku. Papa mengoleskan obat merah dan menutupnya dengan kain kasa. Agak perih sih tapi it's okay.. Aku masih sanggup menahannya. Aku tidak pergi ke rumah sakit karna ternyata luka-luka ku tidak separah itu. Maksudku tidak sampai patah tulang dan lainnya, hanya banyak memar dan luka gores yang.. lumayan banyak sih menurutku. Tapi sumpah demi apapun, tadi saat aku dipukuli rasanya semua tubuhku hancur dan arghhh...

Bahkan aku terpikir mungkin aku akan mati saat itu juga. Wahhh.. Itu benar-benar gila! Awas saja, kujamin Saemi dan antek-anteknya tak akan lolos begitu saja.

"Nah, udah selesai." Ucap Papa lalu memasukkan kembali obat merah dan kain kasa ke kotak.

"Maaf ya Pah" Ucapku sambil mengulum bibir.

Papa tersenyum tipis lalu mengelus pelan punggung tanganku. "Kenapa kamu minta maaf? Emang cantiknya Papa buat salah apa, hmm? Menurut Papa terluka karena dipukuli bukan kesalahan, itu juga bukan tanda kalo kamu lemah. Tapi itu tanda kalo kamu anak baik yang gak tega buat mukul balik lawan kamu, iya kan?"

"Aku anak baik?"

"Iya, anak baik mana yang sampai hati buat nyakitin orang lain? Gak ada tuh" Jawab Papa, Lagi-lagi sambil tersenyum kecil.

Aku diam sejenak, lalu memberi respon yang sedikit... Eum,,,

"I-iya, hhaha"

Anak baik apanya, jika mampu rasanya ingin ku tonjok wajah perempuan gila itu sampai hancur. Aku bahkan sejenak berpikir untuk membunuhnya, tapi sayang itu hanya mentok dipikiran ku.

.
.
.

"Masak apaan sih Bang?" Tanya Haruto sambil memakan satu persatu tomat yang diiris Junkyu.

"Masak aer" Jawab Junkyu singkat.

"Trus bawang, cabe sama tomatnya mau lu apain Bang?" Tanyanya lagi.

Junkyu berhenti sejenak, sedikit menghela napas lalu merotasikan bola matanya kearah makhluk yang sedari tadi menggangunya. "Ruto, menurut lo tomat tuh sayuran apa buah?" Suara Junkyu sedikit menekan.

Mata Haruto tertuju ke orang yang berada di sampinya, dia mengisyaratkan bantuan pada Jihoon untuk menjawab pertanyaan. "Jangan tanya, gue gak ikut-ikutan!" Ucap Jihoon tiba-tiba, membuat Haruto gelagapan karena Junkyu langsung memelototinya.

"Ng-ngak.. Nggak! Gue gak nanya ke Bang Jihoon kok" Haruto menggeleng-gelengkan kepala nya sambil membuang pandangan dari Junkyu, menghindari tatapan tajam si pemberi pertanyaan.

"Lu ngapa si pake ngomong keras-keras Bang?!" Bisik Haruto pada Jihoon.

"HAHH APA??"

'Mampus gue' bantin Haruto.

BRAKK!!

Junkyu menjatuhkan talenan dengan tangannya, membuat semua bawang,cabai dan tomat yang diirisnya tadi berserakan di bawah. Hal itu sontak saja membuat dua orang yang bersamanya terkejut bukan main. Bagaimana tidak, beberapa detik lalu mereka masih berada di mode bercanda.

"J-jun? Junkyu?" Panggil Jihoon ragu.

Tidak ada respon sama sekali, Junkyu masih terdiam setelah apa yang baru saja dia lakukan. Dia hanya menatap ke bawah dengan sorot mata tajam, bahkan terlihat jelas dia mengggertakkan giginya seakan menahan amarah. Sesaat kemudian Junkyu beranjak dari dapur menuju halaman tempat mobilnya terparkir.

"Jun! Junkyu! Lo mau kemana Jun?!" Jihoon mengejar Junkyu yang saat itu sedang mengambil kunci mobil.

"Haruto! Lo ngapain?! Cepet tahan dia To!" Teriak Jihoon pada Haruto yang masih terdiam di dapur.

"I-iya Bang" Haruto segera berlari dan mencegah Junkyu, namun sia-sia. Junkyu sudah pergi mengendarai mobilnya.

Mau kemana sebenarnya Junkyu, apakah dia...

Ah tidak, bagaimana mungkin dia begitu. Tapi jika iya, kisah ini akan berlanjut semakin berat.

.
.
.

"Ayah? Ayah beli banyak buah buat apa?"

Ayah Hyungsik tersenyum lebar, "Besok kan kamu ulang tahun, Ayah mau bikin banyak jeli buah buat kamu" Ucapnya, lalu menyodorkan beberapa butir anggur hijau segar kepada putranya itu.

Helaan napas terdengar dari Jeongwoo, membuat sang ayah berpikir bahwa anak itu tidak menyukai hal yang sedang dirinya lakukan. Anggur di tangannya kembali dia masukkan kedalam wadah, dan tanpa sadar raut wajahnya ikut terkulum sedih.

Jeongwoo yang melihat hal itu pun merasa tak enak hati, dia segera berusaha memperbaiki kesalahannya dengan memakan anggur yang sudah berada di wadah tadi. "Mmm.. Anggurnya seger ya Yah. Ayah beli dimana?" Serunya, harap-harap suasana hati sang ayah kembali pulih.

"Di pasar swalayan dekat stasiun. Disana memang terkenal bagus-bagus kualitasnya" Jawab ayah Hyungsik, kali ini dengan sedikit senyum.

'Syukurlah, Ayah senyum lagi' Batin Jeongwoo.

Sebenarnya Jeongwoo kurang suka ayahnya memperlakukannya seperti ini, tapi terkadang dia juga sadar betapa tidak bersyukurnya dia memiliki ayah yang sangat memperhatikan hal-hal yang jarang orangtua lain lakukan.

"Nak, ayah ingin sekali kali ini kita merayakan ulangtahun kamu bersama kakak kamu. Sudah lama sekali kita tidak berkumpul bersama. Dulu saat kecil kalian selalu berebut kue dan jeli yang ibumu buat. Karna itu sekarang ayah bikin jelinya banyak, kuenya nanti ayah beli yang besar biar bisa kita bagi yah" Ucap ayah Hyungsik dengan sangat hati-hati, dia takut Jeongwoo akan langsung menentang keinginannya itu.

Jeongwoo terdiam cukup lama. Sebenarnya tidak usah dipikir lagi, sudah pasti Jeongwoo tidak mau dan tak akan pernah sudi merayakan ulang tahunnya dengan Jihoon. Tapi, tidak kali ini. Tiba-tiba saja hatinya bimbang, dia bingung mempertimbangkan banyak hal yang beradu di kepalanya. Semisal Jeongwoo setuju, apa yang akan dia katakan pada Jihoon nanti? Tapi jika dia menolak, apa dia sanggup melihat ayahnya itu sedih di hari spesial besok. Ah.. Ini akan sangat sulit.

"Yaudah, nanti aku ajak dia ya Yah"

***

~NEXT CHAPTER 23~

My Sun || Park JihoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang