"Dipertemukan dengan mu tak pernah aku duga, dicintai olehmu tak pernah aku kira dan kehilanganmu menjadi ketakutan terbesar ku di dunia."
-Rania Shanika Queensha****
Selama satu minggu ini nyaris satu sekolah sibuk menyambut festival ulang tahun sekolah. Acara tahunan yang selalu meriah dan mengundang tamu dari luar. Saat ini Panggung megah sudah berdiri kokoh di tengah lapangan sekolah lengkap dengan kelap-kelip lampu yang menghiasi semakin menambah keindahannya. Selain itu lapangan yang tadinya sepi kini sudah terlihat ramai yang diisi oleh lautan manusia dari berbagai kalangan. Mulai dari orang tua murid, anak-anak, masyarakat sekitar, ataupun siswa-siswi dari sekolah lain yang ikut menikmati acara ini. Mereka semua terlihat sudah siap untuk menonton penampilan-penampilan dari setiap perwakilan kelas dan menonton acara puncaknya yang akan menampilkan salah satu penyanyi terkenal Indonesia.
Riuh. Itulah satu kata yang dapat menggambarkan suasana malam ini. Acara itu memang dimulai malam hari dari pukul 7 malam sampai 12 malam. Bisa dilihat di sana sudah didirikan banyak stand. Baik yang menjual makanan ataupun pernak-pernik yang tentu saja sudah diserbu banyak pengunjung.
Sementara di belakang panggung Revan dan ketiga sahabatnya sedang duduk di sofa sambil mengobrol, membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan acara malam ini. Dengan posisi duduk berdampingan, Revan dengan Farhan dan Alga dengan Rian. Keempatnya sudah sangat rapi dengan baju yang sudah mereka persiapkan sejak seminggu lalu untuk perfom yang tinggal beberapa menit lagi. Setelah penampilan dari para adik-adik kelasnya barulah band mereka akan tampil.
"Re?" Panggil Rian yang duduk tak jauh dari Revan.
"Apa?" Revan menjawab dengan fokus masih pada layar ponselnya.
"Gue degdegan nih."
"Ya bagus tandanya lo belum mati,"
"Bukan itu maksud gue nyet," Ujar Rian ngegas. Namun Revan tampak tak mempedulikannya.
Alga yang mengerti lantas menepuk bahu Rian. "B aja kali Yan. Lagian lo kayak baru pertama kali tampil di atas panggung aja."
"Iya sih. Tapi yang sekarang mah beda soalnya mantan gue dateng ke sini," Ucapnya resah.
"Siapa?" Tanya Farhan yang ikut kepo. Yang dilakukan laki-laki itu sedari tadi hanyalah menyisiri rambutnya di depan cermin kecil yang ada di tangannya.
"Tania lah siapa lagi," Jawab Rian.
"Udah nggak usah ribet biasa aja kali. Anggap aja kalo dia nggak ada di sini, dan nggak pernah ada di dunia ini," Ucap Revan jengah kemudian memasukkan ponsel ke dalam saku celananya. Ketiga sahabatnya hanya menatap Revan tak percaya. "Apa?"
"Sadis banget omongan lo," Ujar Alga.
"Emang harus gitu kan?" Revan tak ambil pusing kemudian bersandar pada sandaran belakang sofa. Beberapa hari ini luka dipinggang bagian kanannya selalu sakit. Revan selalu merasa lemas bahkan beberapa menit yang lalu hidungnya kembali mimisan. Padahal kemarin Revan sudah pergi ke dokter untuk menanyakan kesehatannya dan dokter bilang ia harus banyak istirahat dan tidak boleh banyak pikiran apalagi sampai stres. Revan memegangi pangkal hidungnya. Sedari tadi pusing di kepalanya tak kunjung hilang dan malah semakin bertambah.
"Re?" Panggil Farhan.
"Apa?"
"Lo gak apa-apa?" Tanya Farhan. Jujur sedari tadi dirinya memperhatikan Revan yang terlihat sedang tidak baik-baik saja. Wajah lelaki itu sangat pucat dan seperti tak ada semangat untuk melakukan apapun.
Revan menggeleng lemah. "Kenapa emangnya?"
"Muka lo pucat banget. Lo udah makan belum sih?" Rian ikut bersuara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Takdir || End
Teen Fiction~Garis Takdir Di pertemukan dan dipisahkan oleh takdir. Tapi bisakah aku meminta pada Tuhan untuk menghapus takdir perpisahan agar kita berdua selalu bersama tanpa adanya kata menyakitkan bernama kehilangan.