"Apa aku masih punya alasan untuk tetap bertahan? Jika jawabannya iya. Maka beri tahu aku apa alasannya."
-Revano Alkan pradipta****
Mama, bang Gara, Ara dan juga kak Sera nampak gelisah dan tak hentinya mencoba untuk menghubungi Revan. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 21:00 tapi Revan belum juga pulang hingga saat ini. Tadi Ara sudah mencoba menghubungi Rania tapi gadis itu bilang jika Revan sudah pulang sejak sore tadi. Kemudian bang Gara mencoba menghubungi teman-teman Revan namun jawaban yang sama mereka berikan.
Sedari tadi Sera sibuk menenangkan Daffin yang terus menangis tanpa henti. Tidak biasanya Daffin rewel seperti ini. Jikapun iya, pasti karena Daffin sedang sakit atau demam sehingga suhu tubuhnya sangat naik. Tapi kali ini suhu tubuh anak itu normal dan biasa saja. Membuat Sera bingung sendiri.
Gurat khawatir di wajah mama begitu kentara menunggu kepulangan sang putra yang seharusnya memang sudah pulang sejak beberapa jam lalu.
Malam itu hujan turun sangat deras, ditambah dengan suara petir yang menggelenggar membuat siapapun yang mendengarnya terkesiap.
"Gimana Ra, nomornya aktif nggak?" Tanya mama yang duduk di samping Sera yang tengah menenangkan Daffin yang terus saja menangis.
Ara menggeleng lemah. "Nggak mah, nggak aktif nomornya," Ucap Ara dengan fokus yang masih pada ponsel ditangannya.
"Kemana ya Revan. Gak biasanya kan dia kayak gini. Pasti izin dulu kalo mau pulang telat," Ujar Sera.
"Gimana nih bang?" Tanya Ara pada Gara yang juga berusaha menghubungi teman-teman Revan.
"Mungkin dia lagi neduh sebentar. Dan mungkin aja handphone-nya lowbat." Gara berusaha berpikir positif.
Suara handphone yang bergetar di atas meja membuat semua perhatian tertuju pada benda pipih itu. Gara mengernyitkan dahinya ketika melihat nomor yang menelponnya tidak dikenal. Namun tanpa pikir panjang lagi Gara langsung menekan ikon hijau dilayar.
"Hallo," Ucap Gara.
"....."
"Iya saya sendiri."
"....."
"Rumah sakit Medika? Baik saya segera ke sana." Gara mematung sejenak setelah mematikan sambungan telpon itu. Rahangnya mengeras dan matanya seakan menampilkan kekhawatiran yang mendalam. Dan Gara merasa berat mengatakan ini semua terlebih kepada mama. Yang kini sedang menatapnya dengan penuh tanda tanya.
******
Di malam yang terasa sendu Bang Gara, mama, dan Ara tengah menunggu diluar ruangan ICU. ketiganya sedang duduk di deretan kursi yang ada di sana. Setelah mendapat telpon dari nomor yang diketahui dari pihak rumah sakit yang mengatakan bahwa Revan kecelakaan dan kini tengah dirawat. Gara lantas bergegas kesini dengan mama dan Ara yang juga ingin ikut. Sebenarnya tadi Sera ingin ikut namun Gara melarangnya dengan alasan Daffin tidak ada yang menjaganya.
Mama sedari tadi tak hentinya meneteskan air mata. Ia khawatir dengan kondisi putra keduanya itu saat ini. Mama ingin sekali masuk kedalam dan memberikan pelukan hangat untuk Revan. Namun dokter dan perawat tidak mengizinkannya.
Hal yang sama dirasakan Gara sedari tadi bibirnya tak henti melafalkan untaian doa dengan harapan apa yang saat ini ia takutkan berangsur-angsur mereda.
Ara menggenggam tangan mama. Jujur saja hatinya saat ini merasakan kekhwatiran yang begitu besar pada abangnya itu. Meskipun Revan sangat menyebalkan dimata Ara. Namun tetap saja Ara sangat menyayangi Revan. Karena dia adalah kakaknya sekaligus pahlawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Takdir || End
Novela Juvenil~Garis Takdir Di pertemukan dan dipisahkan oleh takdir. Tapi bisakah aku meminta pada Tuhan untuk menghapus takdir perpisahan agar kita berdua selalu bersama tanpa adanya kata menyakitkan bernama kehilangan.