"Kalaupun pada akhirnya aku harus menyerah, setidaknya aku pernah mati-matian tidak ingin kalah oleh keadaan."
****
Sepulang sekolah dan mengantarkan pulang Rania kini Revan tengah berada di Rumah sakit. Karena Revan hari ini sudah membuat janji dengan dokter Hadi. Dokter yang waktu itu membantunya untuk melakukan operasi pendonoran ginjal. Dokter Hadi memang dokter spesialis penyakit dalam di Rumah sakit Medika.
Sekarang Revan sedang duduk menunggu diruang tunggu, karena dokter Hadi masih mengecek pasien lainnya. Revan melirik jam di pergelangan tangannya, ia mulai jenuh sendiri. Ditambah lagi di kanan kirinya banyak sekali orang sakit dengan berbagai penyakit. Mulai dari lemas, batuk-batuk, pucat dan sebagainya.
Revan mengembuskan nafasnya pelan. Sungguh sangat membosankan. Untuk sedikit mengusir rasa bosan itu, Revan mengeluarkan ponsel dari saku celana abu-abunya. Membuka akun media sosialnya, hanya secroal-secroal saja. Tak ada yang menarik sedikitpun. Hingga akhirnya tangan Revan kembali menekan tombol home, dan mengetikkan sesuatu pada kolom pencarian di google, ada hal yang ingin Revan tahu. Hingga apa yang ia cari didapat. Sebuah artikel yang sangat membuat Revan merasa down ketika membaca artikel itu apalagi pada kata terakhirnya.


****
Setelah menunggu cukup lama akhirnya Revan dipanggil juga. Dan saat ini Revan tengah berbaring di atas kasur seperti biasanya diperiksa oleh dokter Hadi.
Revan turun dari ranjang setelah dirasa dokter Hadi selesai memeriksa dirinya. dan berjalan menuju kursi kemudian mendudukinya. Berhadapan dengan dokter Hadi yang sudah lebih dulu duduk.
"Sekarang ini apa yang kamu rasakan Revan?" Tanya dokter Hadi.
"Kalo sekarang sih cuman lemes aja dok. Kalo kemaren-kemaren saya sempet pusing. Terus sering mimisan juga dok." Jawab Revan. "Itu kenapa ya?"
"Saya kan sudah pernah bilang kalo kamu memang mau jadi pendonor, kamu harus benar-benar bisa jaga kesehatan kamu setelah operasi pendonoran ginjal itu. Kamu harus banyak minum 6 sampai 8 gelas air putih setiap harinya, makan makanan yang bergizi, mengurangi asupan garam, menghindari olahraga yang berat dan rutin melakukan medical check-up. Dan kamu sudah beberapa kali melewatkan check-up kan?" Jelas dokter. Revan terdiam. Ia memang tidak melakukan apa yang dokter katakan. Ia sering melupakan minum jangankan minum 6 sampai 8 gelas perhari, bahkan satu gelas saja Revan masih selalu diingatkan, Revan masih suka makan sembarangan, masih suka main bola bahkan kemarin ia baru saja main basket dengan ketiga sahabatnya. Dan untuk check-up. Jujur itu adalah hal yang sering Revan lewatkan.
Revan mengembuskan nafasnya pelan. "Maaf dok," Ucapnya.
Dokter menepuk bahu Revan. "Jangan minta maaf sama saya. Tapi minta maaf sama diri kamu sendiri. Mulai sekarang kamu harus menghilangkan kebiasaan buruk kamu. Dan mulai melakukan hal-hal yang saya anjurkan tadi. Ini adalah resiko yang harus kamu tanggung Revan. Kamu sendiri yang mengambil keputusan besar ini, jadi kamu harus menerimanya dan harus benar-benar menjaga kesehatan kamu." Jelas dokter Revan hanya mengangguk menanggapinya.
***
Revan sedang duduk di sofa kamar Rian. Ia tengah melamun kembali mengingat ucapan dokter Hadi satu jam lalu. Ya setelah dari rumah sakit Revan tidak langsung pulang ia memilih untuk mampir ke rumah Rian. Di sana juga ada Farhan dan Alga. Rian dan Farhan tengah bermain PS. Berbeda dengan Alga yang sibuk membaca buku yang ada di tangannya.
"Ih anjir perasaan kalah mulu gue," Kesal Farhan kemudian melemparkan stick game miliknya.
"Jangan dilempar gitu kalo rusak gimana, emangnya lo mau ganti?" Ucap Rian tak terima kala stik game miliknya dilempar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Takdir || End
Ficção Adolescente~Garis Takdir Di pertemukan dan dipisahkan oleh takdir. Tapi bisakah aku meminta pada Tuhan untuk menghapus takdir perpisahan agar kita berdua selalu bersama tanpa adanya kata menyakitkan bernama kehilangan.