"Adik perempuan adalah ratu bagi kakak laki-laki nya."
-Revano Alkan pradipta****
Revan baru saja memarkirkan motornya di halaman depan rumahnya. Hari sudah menjelang sore dan langit pun sudah terlihat mendung. Revan melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah. Kegiatannya hari ini di sekolah sangatlah melelahkan ditambah lagi dengan band-nya yang selalu mengadakan latihan karena acara sekolah yang tinggal beberapa hari lagi.
Revan meringis pelan sembari memegangi pinggang bagian kanannya yang selalu terasa nyeri akhir-akhir ini pasca operasi.
Revan terus berjalan ke dalam rumahnya yang sepi karena mama, bang Gara, kak Sera serta Daffin sedang tidak ada di rumah. Tadi pagi sih mereka bilang mau liat cafe mama sekalian jalan-jalan. Dan tumben sekali Ara yang mendengar kata jalan-jalan terlihat biasa saja dan tidak berkeinginan untuk ikut mama. Katanya gadis itu ada kerja kelompok di rumah temannya hari ini. Sudahlah yang sekarang Revan butuhkan hanyalah merebahkan badannya yang lelah ini di atas kasur empuk miliknya.
Revan menghentikan langkah kakinya di tangga ke lima ketika mendengar suara tangisan seseorang. Revan menajamkan pendengarannya dan benar Revan tidak salah dengar itu memang suara orang yang tengah menangis tersedu-sedu. Sepertinya suara itu berasal dari ruang tengah.
Revan yang penasaran lantas mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamarnya yang berada di atas. Ia kembali turun dan menuju ke ruang tengah.
Revan mengernyitkan keningnya kala melihat Ara yang masih mengenakan seragam sekolah lengkap sedang duduk di sofa sembari menangis dan menelungkup kan wajahnya pada lipatan tangan di atas pahanya.
Revan duduk di samping Ara. "Ra?" Panggilnya. Namun Ara terus saja menangis dan tak mempedulikan kehadiran Revan.
"Ara? Lo kenapa nangis?" Bukannya menjawab Ara malah berhambur kepelukan Revan dan menangis sejadi-jadinya.
"Ra! Lo kenapa sih? Jangan bikin gue khawatir deh." Namun tak urung Revan mengelus punggung Ara yang bergetar. Ya meskipun keduanya memang sering terlibat percekcokan dan terlihat tak akur. Namun Revan peduli pada Ara. Semenyebalkan apapun Ara dia tetaplah adiknya dan Revan sayang padanya. Apalagi ketika melihatnya menangis seperti ini rasanya Revan merasa gagal menjadi abang.
"Ara jawab gue! Lo nangis gini karena gak diajak jalan-jalan sama mama, bang sama kak Sera ya? Ya Allah Ra, malu nangis cuman gara-gara hal sepele kayak gitu. Lo udah gede." Ara malah menangis semakin kencang.
"Bukan.... Karena itu bang...." Akhirnya Ara menjawab di sela isak tangisnya.
"Ya terus karena apa? Ayo cerita sama gue," Revan melepas pelukan mereka. Kemudian menghapus air mata Ara dengan ibu jarinya.
"Rendi...." Ara kembali menangis membuat Revan waswas sendiri kala Ara menyebut salah satu nama teman kelasnya.
"Oh jadi si kupret yang udah bikin lo nangis? Ngapain lo, dia hah! sampai lo nangis kayak gini. Jawab Ra? Jawab gue!" Ucap Revan mengebu-gebu.
"Rendi udah...." Ara malah nangis lagi. Sungguh Revan sudah kehabisan kesabarannya. Jangan sampe dia mati karena penasaran.
Revan menarik nafas dan mengembuskannya. Ia harus sabar menghadapi adiknya ini. Revan menangkup wajah Ara dengan kedua tangannya. "Ra! Ayo cerita ke gue yang sebenernya. Udah ngapain lo si kupret itu. Ayo cerita. Gue janji gak bakalan marah kok." Bujuk Revan.
"Rendi ... Selingkuhan aku dan dia selingkuhnya sama Gina temen aku...." Ucapnya dengan susah payah kemudian kembali menangis.
"Gila gue pikir si kupret udah gituin lo. Untung aja bukan." Ucap Revan lega. Ia mengusap-usap dadanya yang terasa sesak tadi. Ya sedari tadi pikiran Revan memang ke sana ia takut jika adiknya ini di macem-macemin sama cowok brengsek itu. Tapi sebentar, apa tadi kata Ara. Selingkuh? Memangnya sejak kapan mereka pacaran?
Revan menatap Ara. "Apa! Selingkuh?" Ara mengangguk. "Emangnya sejak kapan lo pacaran sama dia?"
"Dua minggu yang lalu."
"Bener-bener ngeyel ya lo. Gue kan udah pernah bilang jauhin dia Ra, masih aja. Apalagi sampai pacaran." Revan kesal dengan adiknya yang keras kepala ini.
"Ya maaf. Aku pikir kan Rendi tuh baik. Jadi ya aku terima aja dia. Tapi, tadi pas aku sama temen-temen aku lagi di cafe, aku malah lihat dia sama Gina di sana berduaan mesra banget lagi." Jelasnya ketika sudah berhasil memenangkan dirinya sendiri.
Revan termenung rasanya tadi ia ingin sekali mengejek Ara karena kisah percintaannya yang mengenaskan. Namun ia urungkan bagaimanapun adiknya ini adalah seorang perempuan yang punya hati. Dan sekarang hatinya tengah merasa sakit karena dihianati laki-laki brengsek seperti Rendi. Ingin rasanya Revan meninju wajah Rendi sekarang juga karena sudah berani membuat Ara menangis seperti ini. Namun biarkan itu menjadi urusan nanti. Tugasnya sekarang adalah menenangkan Ara yang tengah patah hati. Apalagi ini adalah kali pertamanya Ara berpacaran.
Revan merapikan anak rambut Ara yang menutupi wajah cantiknya. "Ra gue tahu gimana sakitnya ngeliat orang yang kita sayang justru malah jalan sama orang lain. Bahkan secara terang-terangan memperlihatkan kemesraannya di depan mata kepala kita sendiri. Harusnya kita senang dong itu artinya Tuhan baik sama kita karena secara gak langsung Tuhan ngasih tahu kalo orang itu bukan yang terbaik buat kita." Ara geming ia tak menyangka abangnya ini ternyata sangat puitis dan jujur Ara sangat tersentuh.
"Aku gak nyangka abang sepuitis itu." Puji Ara sembari mengusap air mata yang mengalir di pipinya.
"Biasalah," Revan tersenyum bangga.
"Tapi kayaknya kata-kata itu lebih cocok buat abang." Ara tersenyum mengejek. "Kisah cinta abang kan lebih dramatis di banding aku yang pemula," Ucapnya. Revan ingin marah sekarang namun ia urungkan setidaknya ia berhasil membuat Ara kembali tertawa.
"Tapi makasih bang. Kata-kata abang cukup menghibur," Ucapnya kemudian mengecup pipi Revan sekilas. "Aku sayang abang. Lain kali aku bakalan cari cowok kayak abang. Do'ain semoga dapet," Ucapnya.
"Gak akan ada cuman gue seorang. Emangnya apa alasan lo pengen cari cowok kayak gue?" Revan menyugar rambutnya.
"Biar bisa aku suruh-suruh." Kemudian Ara beranjak berdiri dan berlari meninggalkan Revan.
"Anjir lah udah gue hibur juga, masih aja di hina-hina gue," Gerutu Revan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Takdir || End
Roman pour Adolescents~Garis Takdir Di pertemukan dan dipisahkan oleh takdir. Tapi bisakah aku meminta pada Tuhan untuk menghapus takdir perpisahan agar kita berdua selalu bersama tanpa adanya kata menyakitkan bernama kehilangan.