30. Ikhlas yg masih diusahakan (akhir)

56 3 4
                                    

Di pagi yang cerah ini Rania melangkahkan kakinya di tengah keramaian jalan Braga. Ia kesini hanya untuk mengulang kenangan bersama sang kekasih meski itu hanya akan membuatnya kembali sakit dan sesak kemudian menangis. Entahlah mengapa Rania melakukannya.

Di tengah keramaian ini Rania justru merasa sepi, hening dan menatap orang-orang di sekelilingnya dengan tatapan datar dan kosong. Hatinya masih saja merindu. Tangisnya masih saja ingin turun membasahi pipi. Namun dengan sekuat tenaga Rania mencoba menahannya agar tak luruh di depan banyak orang.

Rania berhenti sejenak di depan photobox di pinggiran jalan Braga. Ia menatap nanar tempat itu, tempat dimana Revan pernah mengajaknya kesini. Masih ingat ketika Revan dulu mengajaknya dengan penuh binar di matanya. Ketika Rania bertanya mengapa Revan mengajaknya kesini, dia hanya menjawab "aku ingin mengabadikan kebersamaan kita berdua dalam bukti lembaran foto. Biar aku punya bukti untuk diceritakan sama anak cucu kita nanti, kalo kita berdua ini adalah pasangan yang sangat romantis." Rania justru tertawa karena jawaban Revan yang sangat dramatis. Kenangan pertama tercipta disusul kenangan kedua, kemudian yang ketiga. Keduanya dapat merasakan, ada cinta yang terletak pada setiap helainya. Namun sayang, tak ada yang tahu perihal garis kehidupan, bisa jadi ini adalah foto pertama dan terakhir kita. Rania menghapus air matanya yang tak terasa turun begitu deras ketika kenangan itu kembali menyergap hati dan pikirannya.

Rania kembali menjejakkan kakinya di sebuah kedai kopi pinggiran jalan Braga. Kemudian ia duduk tepat dimana ia dan Revan pernah duduk di sana. Rania mengembuskan nafasnya pelan. Sesak didanya semakin menjadi namun ia berusaha sekuat tenaga meredamnya.

Rania mengangkat tangannya untuk memanggil seoarang pelayanan di sana. Dengan ramah pelayan yang merupakan seorang gadis bertanya apa yang akan Rania pesan.

"Mbak saya pesan kopi Moccacino satu ya," Itu adalah kopi kesukaan Revan yang sering laki-laki itu pesan jika kesini."

"Iya mba." Pelayanan itu lantas mencatat pesanan Rania. "Ada lagi mba?" Tanyanya namun Rania hanya menggeleng menanggapinya.

"Baik ditunggu ya mba." Lantas pelayanan itu pergi.

Tak butuh waktu lama pesanan Rania pun sudah siap dan diletakkan di atas meja. Rania tersenyum tipis melihat kopi itu tersaji di hadapannya. Namun ia hanya meliriknya sejenak. Dan kembali pada lamunannya tentang sosok laki-laki yang sedang dirindukannya.

"Habis ini kita mau kemana Ran?" Tanya Revan dengan senyum manisnya.

"Kalau kamu maunya bawa aku ke mana?" Rania malah balik bertanya ia hanya ingin mencoba mengulur waktu agar lebih lama bersama Revan.

"Gimana kalo kehati aku aja. Mau Gak?" Ucap Revan yang sontak membuat Rania tertawa dengan ucapannya.

Rania menyadari bahwa pagi ini Revan meninggalkan rindu di sepanjang jalan Braga. Semuanya sudah tak akan lagi terulang karena kini sang pembuat kenangan pun sudah pergi untuk selamanya. Menorehkan duka dan luka mendalam yang sulit untuk diobati.

******

Setelah berjalan-jalan di Braga untuk menapak tilas bagaiman kenangan indahnya bersama Revan dulu. Kini Rania kembali ke tempat penuh ke nestapaan. Dimana lagi kalau bukan ditempat peristirahatan terakhir sang kekasih.

Rania berjongkok di sana dengan senyum yang dipaksakan meski tetap saja air matanya masih saja meluncur deras dibawah panasnya sinar matahari di siang hari.

"Assalamu'alaikum Revan? Apa kabar?" Ucap Rania lirih. Ia melihat jika diatas makam Revan terdapat banyak bunga yang masih segar. Sepertinya ada orang yang baru saja kesini dan menaburkan bunga itu disana.

"Aku kesini lagi hari ini. Aku kangen banget sama kamu...."

"Kamu tahu tadi aku ke jalan Braga loh. Kamu ingatkan kita sering ke sana dulu."

"Oh ya, semalam kamu dateng ke mimpi aku kan? Aku seneng banget walaupun cuman bisa peluk kamu di mimpi." Air mata itu malah semakin deras membasahi pipinya.

"Kamu bilang kalo aku harus ikhlas kan? Aku gak tahu aku bisa atau enggak. Tapi yang jelas aku bakalan berusaha. Meski rasanya berat tanpa adanya kamu di samping aku."

"Kamu juga bilang kalo aku gak boleh nangis lagi kan? Oke aku bakalan hapus air mata aku. Meski rasanya susah buat gak nangis kalo aku lagi kangen sama kamu." Rania menghapus air matanya kemudian mencoba untuk menampilkan tersenyum manisnya.

"Aku bawain bunga mawar loh Re, bunga kesukaan kamu. Bunga yang sering kamu kasih ke aku. Dan sekarang aku yang kasih ini buat kamu." Rania meletakkan beberapa tangkai bunga mawar merah yang tadi dibelinya.

"Aku sayang banget sama kamu Re. Sayang... Banget. Aku bakalan tetap mencintai kamu. Dan aku bakalan menjaga kesehatan aku seperti yang kamu minta. Aku gak mau lagi menyia-nyiakan pengorbanan kamu." Rania mengusap pinggang bagian kanannya. Tepat dimana bekas operasi itu masih membekas.

"Tunggu aku ya, Re. Suatu saat aku juga bakalan nyusul kamu." Rania lantas melirik salah satu malam yang ada di sampingnya. Itu adalah makam Ayah Revan.

"Ayah, sekarang anak kesayangan ayah udah ada di samping Ayah. Rania minta tolong Jagain Revan, Rania sayang... Banget sama Revan." Rania lantas berdiri ia merasakan kakinya yang begitu berat untuk sekedar melangkah pergi meninggalkan tempat ini.

"Aku pulang dulu ya Re, besok aku pasti ke sini lagi kok. Bawain bunga mawar yang banyak buat kamu." Lagi-lagi senyum getir itu Rania perlihatkan. Sesak di dadanya semakin menjadi. Meski berat Rania mencoba untuk melangkah pergi meninggalkan tempat ini.

Dan hari ini bisa ku hanya mengenang dirimu dalam ingatan, betapa indahnya senyummu yang selalu menguasai pikiran. Kenangan-kenangan yang kamu ciptakan selalu saja menguasai pikiranku dan menikam hatiku dengan beribu kesedihan setiap kali aku mengingatnya. Kisah kita telah usai karena sebuah takdir yang memisahkan.

Aku akan terus mencintaimu sebagaimana kamu mencintai aku. Meski berat untuk melepasmu, meski hati dan pikiran seolah tak sejalan, namun aku akan terus berusaha agar kamu tenang di sana.

Tak ada bahagia yang abadi begitu pula dengan sedih, semua tak ada yang abadi. Setiap manusia akan mengalami fase itu. Meski berat, kita memang harus tetap menjalani. Agar hidup tetap berjalan sebagaimana mestinya.

Kamu adalah bagian paling indah di hidupku. Revano Alkan Pradipta. Laki-laki ceria penuh cinta dan kebaikan.







(End)

(Tamat)

(selesai)

******

Terimakasih untuk kalian yang sudah membaca cerita ini. Kalian baik🥰

Garis Takdir || EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang