21 - Sebuah Kisah

406 66 5
                                    

21 - Sebuah Kisah

Suasana hembusan angin yang memilukan, saling menyahut acak seakan sedang berteriak. Menakuti para manusia yang bekerja keras menghalau badai es dengan kekuatan yang menipis seiring waktunya.

Namun bersamaan dengan itu, ambisi kecil mulai merintis membentuk sebuah pemikiran tebal yang selalu diidamkan akan kearah mana tujuannya.

Akan tetapi, memilih menyingkirkan ambisi itu ke sudut ruang hati agar ia dapat fokus dengan apa yang terjadi saat ini. 

Kebekuan yang menguasai wilayah kekuasaan, merembet membentuk sebuah bangunan datar yang keras materialnya, terus menerus terbangun menjadi mimpi buruk bagi rakyat.

Tak cukup satu kali inti elemen angin dalam tubuh Raja Choi II bekerja. Wakil menteri pun ikut menggabungkan elemen anginnya dan mengusir hawa dingin yang seolah tak lelah untuk menyerang.

Asap mengepul dari balik hawa liar yang tentunya hanya datang sebagai pengganggu, dibanding dengan para api yang bekerja dengan telaten walau tak bisa berseliweran dan menghancurkan es secara serentak.

Takut bila cairan es akan mengempul dan menjadi volume yang melebar lalu menimbulkan tsunami yang tentunya tak diinginkan semua orang.

Kerajaan Guddest dalam ambang keruntuhan dalam hal pertahanan. Apalagi dari inti elemen air yang sebagian besar pengendalinya tak pernah keluar dari kediaman batu tebal untuk mengurangi angka kesakitan.

Walau begitu, hal baiknya ialah angka kematian tak pernah lebih dari nol persen atau tak ada satupun nyawa yang gugur.

Namun hal itu tentu tak akan bertahan lebih lama lagi, banyak tua renta dari pengguna elemen air tampak menahan diri mereka untuk tetap sehat dan bugar.

Memilih bergelung dalam selimut yang tak tau lagi sudah seberapa tebalnya. Tabung-tabung asap dan api seolah menjadi hal kecil untuk membantu. Sehingga pengguna api sendiri ikut serta masuk ke rumah warga air dan menjadi kehangatan nyata.

"Kau baik-baik saja, nak?"

Kefokusan Minjae terbagi, dia menoleh saat tangan dengan kulit layu itu menyentuh lengannya.

Rasakan bagaimana dinginnya tangan itu hingga membuat Minjae sedikit merasa menggigil.

Dia adalah salah satu pengguna elemen api terbaik di sekolahnya. Sedikit dekat dengan Taehyung walau mereka tak pernah berbincang serius selain pertengakaran.

Minjae tak ingin memusuhi Taehyung sebenarnya, namun pemuda pengguna elemen air itu memang sangat sulit didekati selain membiarkan Jung Hoseok, senior mereka di sekolah dan berteman baik dengannya.

Hal yang dilakukannya yang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari dalam mengganggu Taehyung ialah menyombongkan kedudukannya sebagai pengguna elemen api yang kuat.

Meskipun Minjae hanya ingin menarik simpati Taehyung dan memulai pertemanan dengannya, perilaku Minjae tak bisa dibenarkan sama sekali.

Dan kini, Minjae rasanya ingin menelan mentah-mentah apa yang ia ucapkan. Ingin meralat semua hal buruk mengenai kata-kata kasar yang sudah ia berikan pada Taehyung.

Energinya merosot dengan drastis, sekuat tenaga menahan diri untuk tidak jatuh tersungkur dan pingsan.

Bibir sepucat nasi yang sudah tidak disentuh sejak hari ke dua setelah dimasak pun menjadi hal utama untuk fokus seseorang di kala bertatap langsung dengan Minjae.

Kakek dari pengguna elemen air itu kaget. "Nak. Berhenti. Jangan keluarkan energimu lagi. Kami baik-baik saja"

Minjae menggeleng. "Angin deras dan es mengelilingi rumah ini. Saya tidak bisa melindungi kalian secara bersamaan, setidaknya biarkan saya menghangatkan kalian"

The User Element (About judgment) Discontinued Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang