18 - Sebuah Selfie

582 90 7
                                    

Sorry for typo(s)!

---

Saat Myungsoo kembali ke mobil, layar ponselnya menyala, menampilkan beberapa panggilan tak terjawab.

Dia mengambilnya dan melihat nama penelepon. Kemudian dia menyalakan mesin, tetapi tidak terburu-buru untuk pergi. Sebaliknya, dia menelepon kembali.

"Kenapa kau tidak mengangkat teleponku?" Gadis di ujung sana sangat galak dan lembut sekaligus.

"Ada apa?" tanya Myungsoo.

"Aku mendengar dari ibu bahwa beberapa waktu lalu kau pergi ke suatu tempat untuk konferensi." Gadis itu terkikik. "Apa kau membawakanku hadiah?"

"Tidak."

"Baiklah, kalau begitu izinkan aku memberi tahumu, kau baru saja kehilangan adik perempuan yang lucu dan menggemaskan."

Wajah Myungsoo tetap tidak berubah. "Itu hebat."

"..." Kim Sohyun merasa sedikit bosan. "Ibu ingin aku memberitahumu, pulanglah untuk makan malam besok."

Setelah menutup telepon, Myungsoo membolak-balik kontaknya sampai dia mencapai nomor yang baru saja ditambahkan. Dia tidak perlu melihat terlalu dalam, yang harus dia lakukan hanyalah menggulir ke bawah untuk melihat rangkaian kata yang panjang itu.

Seekor kelinci menunggumu untuk menghubunginya setiap hari.

Bibir pria itu terangkat hampir tak terlihat. Setelah menutup ponselnya, dia pergi dari tempat parkir.

---

Hari kedua, Myungsoo kembali ke rumah tua.

Saat dia sampai di rumah, kedua wanita itu sedang duduk di sofa, berbagi biji melon, mendiskusikan sesuatu.

Tuan Kim duduk di sofa samping membaca koran.

Sohyun melihatnya dan dengan cara yang sedikit acuh tak acuh, menyapa. "Oppa."

Saat itu, Nyonya Kim berbalik.

"Kau pulang? Tunggu sebentar, duduklah, makanannya belum siap."

Myungsoo duduk di sofa di seberang ayahnya seraya mengambil koran.

Tindakan duo pria kuno itu hampir identik – benar-benar mirip.

Setelah beberapa iklan, acara TV yang ditunggu-tunggu ibu dan anak itu, akhirnya ditayangkan.

Kebiasaan Myungsoo membaca koran sudah dikesampingkan begitu lama sehingga, saat dihadapkan dengan kumpulan kata-kata itu, dia tidak ingin melihatnya lagi.

"Aku baik-baik saja, kau tidak perlu peduli padaku..." Suara wanita dari TV terdengar rendah, menyembunyikan sedikit rengekan. "Dia pasti salah paham pada kita, aku akan meminta maaf padanya besok."

Suara itu sangat familiar. Kemarin, suara itu terdengar tepat di sampingnya, meminta untuk bertukar nomor telepon dengannya.

Saat dia menyingkirkan koran dari pandangannya, wajah Sooji muncul di depan matanya.

Rambut hitam panjangnya ditata rapi di bahunya, kata-kata lembut yang mengakui kesalahannya keluar dari mulutnya. Di pipi putihnya yang lembut, ada sidik jari yang jelas. Dengan warna merah muda yang terlihat di sudut matanya, dia benar-benar terlihat 'menyedihkan'.

"Kau harus memperlakukannya dengan baik, hanya dengan melihatmu dari jauh sudah cukup bagiku untuk merasakan kegembiraan." Saat wanita itu selesai berbicara, dia mengangkat kepalanya tiba-tiba, bibir merahnya yang indah membentuk senyum yang dipaksakan. "Kita masih berteman, itu sudah cukup."

He's Into Her [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang