Pagi itu, tepatnya di rumah sederhana peratap genteng tua di makan usia, berlokasi di pemukiman kumuh padat penduduk. Bik Ria yaitu ibu kandung dari Ima yang sekaligus bibik dari In tengah berlajan sedikit sempoyongan dengan tampilan acak-acakan. Beberapa orang yang melihat hanya menatap dan seolah mencemoohnya. Namun dia tak pernah perduli akan hal itu.
Benar, tidak ada yang peduli akan kehidupan keluarga In meski apapun yang terjadi. Masyarakat di sana hanya mengecam, meledek, dan seringkali menghina tanpa tau yang sebenarnya.[Pada awalnya, bik Ria tidaklah seperti yang sekarang ini. Karena pada saat In menginjak usia 13th, bik Ria Menikah dengan salah seorang teman kerjanya yang saat itu juga mereka sama-sama berkerja di sebuah pabrik pakaian. Pada awal tahun pernikahan mereka, tidak pernah ada konflik atau perseteruan sama sekali. Mereka hidup dengan harmonis, dan bahkan mereka merawat In layaknya Anak kandung mereka sendiri.
Waktu berlalu cepat, pada tahun kedua, bik Ria dinyatakan positif hamil. Mereka semua tentu bahagia dengan kabar itu, namun kemunculan orang ketiga tentu saja pertanda akan adanya perputaran roda kehidupan. Saat mendekati bulan kelahiran bayinya, suami dari bik Ria mengatakan ingin menikah lagi tanpa adanya perceraian. Bik Ria Tentu syok akan hal itu, bagaimana tidak, lelaki yang ia sangka tidak akan pernah melakukan hal yang sangat ia takutkan malah melakukannya bahkan dalam keadaanya yang tengah hamil besar.
Malam itu, terjadi perdebatan sengit di antara keduanya. In yang dulu usianya menginjak kelas 1 SMP hanya mampu menangis dan mengunci diri dalam kamarnya. Tidak banyak yang mampu In lakukan selain memilih diam bersembunyi, tentu kecewanya juga tak kalah besar pada sosok laki-laki yang sudah ia anggap sebagai ayahnya. Hantaman benda-benda terdengar begitu riuh mengundang banyak mata para tetangga yang penasaran dengan apa yang terjadi untuk menyaksikannya.
Tidak lama berselang, seorang lelaki berusia 30th keluar dari rumah itu dengan wajah lesu tertunduk malu. Dari balik jendela rumah itu, In yang juga bimbang akan bagaimana ia harus bersikap, dan hanya mampu menatap tanpa kata-kata. Lelaki itu lalu mendekat ke arah In dan sedikit tersenyum padanya.
"In, jika Tidak ada jalan Ayah untuk kembali, kamu bisa datang kapan saja pada Ayah jika kamu perlu apa-apa ya" ungkap lelaki itu haru menahan pilu.
Hampir bernajak pergi, langkah lelaki itu tertahan oleh ucapan In yang cukup menusuk baginya,
"Setelah ini, In tidak akan punya Ayah lagi" dengan sedikit terisak.
"Maaf, maaaaf, in. Ayah tidak bisa menjelaskannya sekarang. Saat kamu dewasa nanti, kamu akan mengerti semuanya" ucap lelaki itu tanpa berbalik menatap in.
"Terimakasih ya paman, doakan saja In sukses. Biar In tidak perlu meminta tolong pada siapapun" ucap in menahan tangisnya.
"Kamu bisa membenci Ayah In. Dan itu memang seharusnya. Tapi apapun yang akan kamu lakukan, keputusan apapun yang akan kamu ambil dalam hidupmu akan tetap Ayah dukung. Karena Ayah sangat mencintaimu dan juga ibumu " beranjak pergi dengan mengusap air mata yang sedari tadi bersamanya.
"Ayah sebut ini Cinta. Cinta macam apa yang Ayah maksud sebenarnya? Setiap orang yang mengatakan cinta selalu pergi. Ibu pergi, sekarang Ayah juga pergi. Hisk, hiks" ucapnya sembari memandang laki-laki itu yang semakin menjauh dengan wajah sedih.
Malam itu juga, ternyata lelaki itu telah menjatuhkan talaknya lalu pergi dari rumah itu. Ia hanya meninggalkan amplop berisi uang di atas meja makan tanpa sepengetahuan istrinya. Semenjak itu, terjadi perubahan sikap yang sangat drastis pada bik Ria yang semula lembut dan penuh kasih sayang manjadi sensitif juga arogan.
Dan semenjak malam itu juga, In tidak pernah mendapat kasih sayang yang sama seperti dulu.]
KAMU SEDANG MEMBACA
AINUN s.1 [ END ]
Teen Fiction"Kita tidak gagal saling mencintai. Kita hanya gagal untuk saling memiliki" batin In Seketika tangis Yusuf pecah dalam kesendirian setelah In lenyap dalam bayang matanya. "In, mungkin setelah ini aku akan membenci dunia yang tidak ada kamu di dalamn...