Pagi itu, tepatnya pukul 10:30 menit mendekati waktu siang. Yusuf hanya melamun saat berkendara, dari tatapan matanya begitu banyak hal yang tersirat. Pertanyaan, cemburu, hingga rasa sesal yang cukup mendalam. Baru kemarin ia jumpai kembali kisah cinta yang dulu belum sempat bersemi, kini di kecewakan akan realita pahit yang harus ia pendam dalam-dalam.
Sesampainya di pekarangan masjid, seseorang telah menyambutnya dengan hangat. Lelaki yang sama yang menyapanya beberapa saat yang lalu. Namun seolah tuli, tak sedikitpun Yusuf menggubris sapaan itu seakan kehilangan fokus pada keadaan yang ada di sekitarnya.
Saat mematikan mesin motornya, orang yang sama kembali menyusulnya dan kembali menyapa dikarenakan penasaran akan sikap Yusuf yang sedikit berbeda.
"Assalamualaikum Ustadz, ustadz sehat?" tanya lelaki itu.
"Waalaikumussallam, Alhamdulillah sehat. Kenapa ya pak?" tanya Yusuf yang baru saja terlihat sadar akan keberadaan lelaki itu.
"Mm,, tidak ada ustadz" ucap lelaki itu sembari tersenyum ramah pada Yusuf.
"Kalau gitu mari" ajak Yusuf memasuki masjid.
Merekapun berjalan beriringan menuju masjid sembari mengobrol.
Di lain tempat,
Dengan terburu-buru In yang menyusuri tepian jalan setelah balik dari mengantar Ima pulang, kini dia mengingat sesuatu yang telah di janjikan seseorang padanya kemarin. Dengan sedikit berlari kecil menuju tempat yang sama saat bertemu dengan Yusuf kemarin, untuk bertemu kembali dengannya. Baginya tempat itu sekarang terasa begitu jauh dan begitu lama untuk dicapai, namun In tak sedikitpun menyurutkan langkahnya. Terik matahari kian tersa, peluh keringat kini terlihat pada tepian wajah In. Wajahnya yang mulai kemerah-merahan kian tampak, entah karena gugup dan malu atau juga karena teriknya pancaran panas sang surya.
Dari dalam masjid, Yusuf yang tengah mengajar mengaji beberapa anak yang rata-rata anak jalanan tengah khusyuk menerangkan baris per baris Al-Qur'an yang sedari awal di pegangnya. Dari lantai dua masjid, duduk seorang wanita bercadar dan hanya menampakkan matanya tengah menatap dengan seksama Yusuf yang sedang mengajar. Siapapun mungkin akan luluh ketika melihat pemandangan semacam itu. Wanita bercadar itu hanya mampu menatap dari kejauhan, hanya matanya yang mampu menjelaskan akan rasa yang mungkin tengah di pendamnya dalam-dalam. Wanita bercadar itu kemudian menadahkan tangan menghadap langit juga dengan uraian doa yang kian mengudara dalam dada.
Azan Dzuhur telah berkumandang dengan indah, juga dengan solat yang juga tengah terlaksana dengan beberapa makmum di saf (barisan) laki-laki, juga di saf perempuan. Kegiatan hari itu di akhiri dengan solat Dzuhur berjamaah. Dari yang terlihat, Yusuf memang telah di ajukan sebagai imam tetap di masjid itu. Selain sebagai guru mengaji, Yusuf juga akan tetap menjadi imam sampai kapanpun ia sanggup berdiri di atas mimbar.
Di sebrang jalan dari masjid itu, In yang masih duduk menunggu Yusuf keluar dari masjid sembari menikmati minuman penghilang dahaga. Tidak berselang lama, anak-anak yang belajar mengaji pada Yusuf telah keluar dari area masjid dan pulang ke rumah masing-masing. Namun, tak tampak Yusuf di sana. Dengan raut wajah yang mulai bosan, In menghabiskan semua minumannya dengan beberapa kali tegukan setelah melihat laki-laki yang di tunggunya keluar namun tak melihatnya. In coba menegurnya dengan beberapa kali terikan namun tak terdengar. Yusuf kembali ke dalam pekarangan masijid begitu saja dan tidak peduli pada gadis yang sedari tadi telah menunggunya. In yang malu dengan tindakan nya tadi kini tertunduk seakan menyerah pada usahanya. Namun, saat akan berbalik untuk pulang sebuah suara menahan langkahnya. Laki-laki yang tengah mengendarai sepeda motor berhenti di samping In sambil menyapanya dengan sedikit senyum yang terlihat memaksa. Debaran jantung masing-masing anak muda ini mungkin terdengar hingga langit.
Yusuf tidak mampu menahan rasa pada hatinya yang juga sama di rasakan oleh In saat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
AINUN s.1 [ END ]
Teen Fiction"Kita tidak gagal saling mencintai. Kita hanya gagal untuk saling memiliki" batin In Seketika tangis Yusuf pecah dalam kesendirian setelah In lenyap dalam bayang matanya. "In, mungkin setelah ini aku akan membenci dunia yang tidak ada kamu di dalamn...