"Aku gak mau kamu seperti itu lagi. Faham!" tegas Yusuf memperingatkan In."Yaa, iyaa" jawab In dengan memainkan matanya karena kesal.
"Enggak, masalahnya ini kamu juga luka. Apa kamu gak sedikit berfikir untuk diri sendiri?" gertak Yusuf yang marah.
"Astagaaa. gak selesai-selesai ya, dari kemarin ngomel terus. Aku kan udah bilang aku bisa jaga diri. Jadi jangan di bahas terus" balas In kesal.
"Stop!" bentak Yusuf keras.
Sontak saja In tertegun kaget.
"Astagfirullah, maaf maaf. Maksud aku,"
Tidak sempat menyelesaikan ucapannya, In berbalik meninggalkan. Dengan wajah marahnya In menghampiri Umi di dapur.
"Maksudnya aku gak gitu In. Tolonglah ngerti untuk kali ini aja" pinta Yusuf memohon.
"Sudah-sudah. Kalian ini riiibut terus"_Umi
In tidak merespon, dan hanya menampakkan wajah kesal meski tengah membantu umi.
Waktu berlalu,
Dalam perjalanan mengantar In pulang. Yusuf kembali membahas bahan perdebatan mereka yang tidak berujung.
"Tolong jangan salah faham dulu. Kamu kalau di peringkat kan tolong dengar dulu, fahami. Lagi pula gimana aku gak marah, kamu melawan 2 preman sendirian. Tangan kamu juga luka, dan aku gak bisa liat kamu seperti ini" ucap Yusuf berusaha menjelaskan.
"Mm,"
Wajah In masih di arahkan keluar mobil. Dia berusaha tidak peduli agar tidak terjadi perdebatan lagi di antara mereka.
"Kamu coba tolong lah nurut untuk hal ini. Alhamdulillah cuma tangan kamu yang luka. Coba gimna kalau,,"_terjeda
"Ssssst, aku tau aku tau. Oke ya, aku ikut. Jadi jangan ngomel terus!"_In
Sesampainya di depan rumah, tidak ada yang di katakan oleh keduanya. Tanpa berpamitan In keluar mobil dengan cuek.
Menarik nafas panjang. Yusuf hanya menggelengkan kepala pasrah.
"Keras kepalanya dari dulu gak pernah kurang" menatap In yang masuk ke rumahnya.
"Sabaar, sabaaar"(sambung Yusuf)
Di dalam rumah In,
"Emm, makin rajin ya. Nanti di nikahin gak?"_Bik ria
Sambutan kata-kata dari bik ria buat In kian kesal. Tidak ingin berdebat, In memilih masuk ke dalam kamarnya dengan tubuh sedikit lesu.
"Eh, tangannya gimana?" sambung bik Ria.
Terdengar acuh dan tidak peduli, namun itu membuat In menghentikan langkahnya saat akan membuka pintu kamar. sambil meneguk kopi hitam pekatnya, bik Ria sedikit melirik ke arah tangan In yang masih di perban.
"Alhamdulillah udah gak nyeri lagi" jawab In sambil berbalik.
Beberapa lembar uang kertas 100 ribuan di letakkan di atas meja oleh bik Ria. Sambil berpesan bik Ria berdiri dan akan keluar.
"Obatin sampe sembuh biar gue gak kerja sendiri" ucap bik Ria cuek.
Melihat itu, In hanya tersenyum dengan mata berkaca-kaca. Setelah mengambil uang itu, In pun masuk ke kamarnya.
Pagi menjelang,
Seperti biasa, Yusuf menjemput In di depan rumahnya. Tapi kali ini Umi Dani dan Hanan juga turut serta. Dengan pakaian yang sama seperti kemarin In masih tetep keliatan cantik seperti biasanya. Namun, karena tak tega meninggalkan Ima sendirian lagi di rumah, In membawanya agar tidak merepotkan bibiknya jika di tinggal di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AINUN s.1 [ END ]
Teen Fiction"Kita tidak gagal saling mencintai. Kita hanya gagal untuk saling memiliki" batin In Seketika tangis Yusuf pecah dalam kesendirian setelah In lenyap dalam bayang matanya. "In, mungkin setelah ini aku akan membenci dunia yang tidak ada kamu di dalamn...