"bibik makan dulu"_In
Suara In terdengar tidak seimbang saat menyuapi bik Ria dengan sepiring nasi dan potongan tempe kecil di sisinya.
"Lo udah makan?"_Bik Ria
Dengan perlahan In menyuapinya namun sedikit gelisah menerima tatapan tajam dari bibiknya. Bagaimana tidak, siapapun tau mereka dalam keadaan sangat kekurangan akhir-akhir ini. Belum lagi masalah yang sempat menimpa Bik Ria beberapa waktu yang lalu.
Dengan penuh tenaga In mencoba untuk tidak terlihat sakit ataupun lelah di hadapan keluarganya. Tangan kanannya yang semakin hari semakin terasa sakit dan sesekali hilang rasa membuatnya kesulitan dalam bekerja. In sendiri tidak tau apa yang terjadi pada tangannya, sebab ia sendiri tidak mampu untuk berobat atau berkonsultasi pada ahlinya. Di samping itu juga, sebenarnya ia tidak terlalu peduli dengan itu, namun ketika ia tengah bekerja sakit pada tangannya sering kambuh tiba-tiba.
Karena sudah tidak bisa menyembunyikan rasa sakit pada tangannya, In meletakkan piring dan sendok pada pangkuan bibiknya. Ia berdalih untuk segera pergi bekerja.
"Bibik bisa lanjut sendiri kan. In buru-buru takut nanti kesiangan"_In
Dengan sesegera mungkin In memakai sweater hitam yang ia gantung pada kursi lusuh di kamar itu. Namun, setelah In berlalu pergi mata bik Ria mulai berkaca-kaca.
"Anak itu, tidak pernah peduli dengan dirinya sendiri" batin Bik Ria dalam senyapnya.
Di tatapnya piring kecil dengan sedikit motif princess miliknya penuh haru.
"Hiks,hiks"
Tiba-tiba Bik Ria menangis begitu saja. Dalam benaknya ingatan saat ia menyuapi gadis kecil itu dengan penuh cinta sebagai pengganti ibunya yang telah meninggal. Ia tau bahwa memang sudah sangat lama In tidak lagi bermanja-manja layaknya anak pada ibunya, sedangkan ia telah berjanji akan merawat In dengan baik di hadapan kakaknya. Namun, karena masalah yang menimpanya membuat ia juga membenci semua orang. Dengan lahap bersanding tangisnya ia menghabiskan makanan sederhana favorit In saat masih kecil dulu dengan memupuk rindu dalam benaknya.
Dalam beratnya langkah kaki yang In paksakan, perlahan ia meremas kain sweater hitam pada bagian perut untuk menahan laparnya. Sesekali ia melihat sekeliling seperti tengah mencari sesuatu. Ia sengaja memilih jalan memutar dan sedikit jauh untuk menghindari masjid karena takut akan bertemu lagi dengan Yusuf. In sengaja menghindar sejak hari di mana ia pulang dari rumah sakit saat membawa bibiknya pulang tanpa sepengetahuan Yusuf. In sadar, akan sangat mengecewakan bagi setiap Istri jika suaminya masih mencoba untuk mengejar wanita lain. Namun, karena sedikit lelah In berhenti sejenak untuk beristirahat. Dan tidak jauh dari sana, tiba-tiba saja Adelia mengahampiri In yang tengah duduk beristirahat.
"Assalamualaikum"_Adelia
"Waalaikumussallam"_In
"Kamu apa kabar?"_Adelia
Tidak menjawab.
In hanya menatap bingung pada Adelia.Di dalam sebuah mobil hitam yang tampak tidak asing, duduk Adelia juga In di dalamnya sembari mengobrol. Mobil hitam milik Yusuf memang sering di pakai Adelia akhir-akhir ini, ia memang sengaja, hanya agar ada topik pembicaraan bersama Yusuf.
"Nih, minum dulu. Kamu keliatan pucat"_Adelia
Belum sempat tangannya menyentuh dahi In, tangannya sudah di tepis cepat oleh In.
"Aku minta maaf, aku cuma mau cek keadaan kamu aja"_Adelia
"Langsung aja. kamu ada perlu apa ketemu saya? Kalau kamu mau tagih biaya rumah sakit, saya belum ada uang. Tapi tenang aja, saya tidak akan kemana-mana. Saya akan bayar lunas semuanya nanti"_In
KAMU SEDANG MEMBACA
AINUN s.1 [ END ]
Teen Fiction"Kita tidak gagal saling mencintai. Kita hanya gagal untuk saling memiliki" batin In Seketika tangis Yusuf pecah dalam kesendirian setelah In lenyap dalam bayang matanya. "In, mungkin setelah ini aku akan membenci dunia yang tidak ada kamu di dalamn...