Cahaya yang redup

384 92 16
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Segara menarik rambut nya kuat, mata nya melirik Mahen yang tengah berteriak keras sembari memukul dinding rumah sakit dengan keras. Segara maupun Sadewa tidak berniat menghentikan, mereka tahu. Mahendra sedang kehilangan Asa nya untuk hidup.

Selama hampir 3 tahun mereka berteman, baru kali ini Segara melihat sosok Mahen yang terlihat berkali-kali lipat menyedihkannya. Tak di pungkiri, Segara maupun Sadewa juga merasa tak berguna setelah mendengar apa yang di katakan dokter.

Dokter tadi bilang, jika Jendra masih bisa selamat. Akan tetapi, dia mengalami kecacatan, di mana Kaki serta telinga nya tidak akan berfungsi lagi setelah ini. Serta beberapa tulang rusuk nya yang patah. Saat itu, Mahen langsung berteriak, menyalahkan diri nya sendiri karena tak bisa menjaga Jendra dengan benar. Tidak bisa memastikan keselamatan sang Adik.

Daripada semakin membuat keributan dan menggangu pasien lain. Segara segera menarik tangan Mahen menuju belakang rumah sakit. Membiarkan lelaki itu menangis dengan keras dan meluapkan segala perasaannya.

"MAHEN BODOH! MATI LO!"

Mahen kembali berteriak, teriakan yang sama seperti sebelum nya. Mata nya memerah menahan amarah serta tangis nya.

Mahen tidak pernah menyesali kehidupannya yang seperti ini selama Jendra hidup dengan baik,

Rajendra Wawan Anandika,

Sosok adik yang selama ini menjadi penyemangat nya saat sedang dalam fase lelah akibat bekerja. Sosok yang selalu menyambut nya saat diri nya pulang, sosok yang selalu menyuruh nya tetap sekolah agar menjadi orang yang berguna,sosok yang menjadi alasan utama seorang Mahen tetap bertahan walau kehidupan begitu mengutuk diri nya.

Apa yang akan di katakan pada kedua orang tua nya nanti? Mahen gagal menjadi seorang kakak yang bisa melindungi adik nya. Mahen tidak bisa memastikan hidup adik nya tak seburuk Mahen. Mahen tidak bisa sedikit saja membahagiakan Jendra.

"Hen.."

"Diem lo sialan. Gue harus mati! Gak berguna!"

"Mahen Jendra masih butuh lo! Inget itu!" 

Sadewa menatap Mahen yang masih terus menyalahkan diri nya. Sadewa tak suka itu, menurut nya Mahen sudah baik dalam menjaga Jendra. Kedua orang itu benar-benar sudah di kutuk semestra seperti nya.

"TAPI GUE GAGAL JADI KAKAK YANG BAIK BUAT DIAA!!" Teriak Mahen, tangan nya meninju kuat dinding rumah sakit hingga tangan nya berdarah. Mahen tidak lagi peduli, hati nya sakit sekali mendengar penuturan dokter tadi. Dia tak akan tega melihat bagaimana hancur nya Jendra nanti setelah bangundan mengetahui jika diri nya tak bisa berjalan ataupun mendengar?

Mahen takpeduli pandangan orang lain menilai diri nya ataupun Jendra, karena bagi nya bagaimana pun keadaan Jendra, Mahen akan tetap menyayanyi anak itu. Tapi dunia ini tidak sesimple itu, pandangan orang lain, teman maupun tetangga pasti akan sangat menyakiti Jendra nanti. Mahen tak mau Jendra bertambah sakit. Mahen takut, takut menghadapi ini semua.

"HEN! TANGAN LO BISA PATAH BEGO!" Teriak Segara, tangan nya menahan tangan Mahen yang sudah berlumur darah agar tidak kembali memukul tembok. Mahen sering bercerita bagaimana hubungan Mahen dengan Jendra. Menceritakan jika Mahen sangat senang jika melihat Jendra makan dengan lahap walau diri nya sedang kelaparan. Segara bisa sekejap mengetahui nya, mengetahui seberapa besar rasa sayang Mahen terhadap Jendra.

"Gue gak peduli! Jendra pasti ngerasain rasa sakit yang lebih! Gue gak bakal biarin Jendra kesakitan sendirian!"

"Kita berdoa ya, kita minta yang terbaik buat Jendra.." ucap Sadewa lembut,

Di antara ketiga nya memang Sadewa lah yang paling rajin mengingatkan beribadah. Sadewa masih ingat siapa Tuhan nya kok.

"Berdoa terus! Gue capek, setiap hari  gue berdoa, tapi nyata nya apa? Tuhan malah makin buat Jendra menderita!"

Sadewa diam tak mengelak semua nya, munafik jika Sadewa tidak berfikiran seperti itu juga.

Terkadang memang Tuhan sedikit tak adil.

"Tapi Hen--"

"Cukup ya Anjing! Gue capek banget. Gue udah berusaha keras buat terus hidup bareng Jendra, jaga dia mati-matian, berdoa setiap hari biar setidak nya Jendra bisa bahagia. Tapi apa?  Tuhan malah ngasih Jendra kesakitan kek gini?! Hidup Jendra itu bukan mainan yang bisa dia mainin se enak nya. Jendra masih kecil, dia gak seharusnya kaya gini.."

Lelah, Mahen lelah dengan semua nya. Dia lelah dengan permainan hidup yang selalu memojokan nya. Mahen selalu baik dengan semua orang saat mereka memandang Mahen sebelah mata. Namun kenapa Tuhan seakan sangat membenci nya?

Apakah benar Tuhan sangat benci pada nya?

Tapi apa  benar Tuhan tidak bisa berbaik hati sedikit? Sedikit saja. Di sini Mahen maupun Jendra bahkan tak tahu siapa orang tua kandung nya, mereka di buang begitu saja di rumah kecil yang mereka tempati. Dulu, ibu nya berkata jika mereka punya uang, mereka akan menjemput Mahen serta Jendra pulang. Saat itu Mahen masih berumur 10 tahun, masih sangat kecil untuk mengetahui arti di buang. Hingga sekarang pun orang tua nya tak kunjung datang. Mereka masih hidup pun selama ini, karena bantuan dari Pak Rt. Dia yang merawat Mahen ataupun Jendra saat masih kecil, saat beranjak dewasa, Mahen memutuskan untuk hidup mandiri serta membiayai hidup adik nya. Pak Rt pun tak melarang.

Mahen dan Jendra adalah saksi bisu bagaimana semesta ini begitu jahat. Bagaimana dunia selalu memperlakukan nya seperti sampah yang selalu di buang bahkan tak di inginkan keadaan nya.

"Mahendra.."

Mahen tersentak saat mendengar suara lembut itu. Suara yang sudah sangat lama tidak dia dengar, walau begitu Mahen masih mengenali nya. Bunda.

"Iya Mahen..ini bunda..bunda datang.."

Mahen kembali menangis, suara wanita itu benar benar bunda nya. Bunda nya yang kini menatap dia dengan sendu..

"Bunda.."

Setidaknya itu kata-kata terakhir Mahen sebelum berakhir di pelukan Segara yang terkejut.

































Kalopsia |Treasure ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang