-26-

260 94 5
                                    

Yeonhee :
Nusuk dari belakang emang pilihan yang paling tepat sih. Kita pake cara Milenka.
15.56

Yeonhee :
Lebih bagus lagi kalo elo coba macarin cewek lain, biar Renjun sama Milen percaya lo seutuhnya.
15.56

Yeonhee :
Balikan sama Ryujin nggak ada salahnya, Jaem.
15.57

Yeonhee :
Atau mau pura² pacaran dengan gue?
15.57, read.

Jaemin :
Lo liat aja entar.
16.01

Na Jaemin mengusap wajah kasar, bingung harus bersikap bagaimana. Ada sebesit keraguan mengingat Renjun pernah menjadi sahabat baiknya, Jaemin rasa menusuk Renjun dari belakang bukanlah pilihan yang tepat.

"Blue bird (burung biru), apa lo nggak sebaiknya balik ke lapangan aja?" Suara Marien membuat Jaemin menoleh. Kapten tim basket itu sedang duduk diatas motor sambil memainkan ponsel, sementara Marien duduk dihalte dekat sekolah menunggu angkutan umum.

"Mer, please deh, sampe kapan coba lo mau manggil gue burung biru?!" protes Jaemin putus asa. "Yang biru itu sangkarnya, bukan burung gue!"

Marien melengos, mengabaikan Jaemin yang hendak mencurahkan segala keluh kesah karena selama ini dipanggil 'Blue bird' oleh gadis tersebut.

"Kalo orang ngomong di dengerin dong," ucap Jaemin gregetan. Dia bangkit berdiri, kemudian menghampiri Marien yang menatapnya ngeri. "Berenti ngeliat gue seolah lo lagi liat tai sapi, Keriting! Lama-lama gue colok itu mata."

Ketika sudah berdiri disebelah Marien yang duduk, tiba-tiba Jaemin mengulurkan tangan menghalau sinar matahari sore yang menerpa wajah Marien. Belakangan ini cuaca sedang panas-panasnya memang.

"Kenapa, Jaem?" Marien melirik Jaemin yang mengukir tawa kecil.

"Gue cowok, lo pikir gue bakal tega ngeliat lo nahan panas gini?"

"Buaya biru," cetus Marien datar.

Jaemin terkekeh, kemudian berujar, "Mer, pulang aja yok! Gue anter. Janji, nggak modus."

"Padahal kepala gue yang kena lemparan bola. Lantas kenapa elo yang jadi aneh, wahai anak muda?"

"Heh! Emangnya lo udah tua?!"

"Tampang boleh muda, tapi sikap gue dewasa."

"Dewasa banget, sampe berani nipu orang lain."

"Nggak apa-apa, asal demi kebaikan."

"Kebaikan buat lo sendiri, Mer!" sungut Jaemin, tangannya sudah turun dan dia berdiri tepat di hadapan Marien.

"Baik untuk lo juga, kok. Supaya dikemudian hari lo nggak menyesal udah ngefitnah temen yang dari kecil ada di sisi lo."

"Gue ...."

"Nggak masalah bersikap egois, tapi lo perlu batasan, Na Jaemin."

Membisu. Jaemin bungkam seribu kata. Saat perlahan bibirnya bergerak ingin bicara, deru mesin motor yang berhenti di depan halte membuat keduanya menoleh serempak.

"Kenapa belum pulang?" Itu Kim Doyoung yang bertanya tanpa melepas helm.

"Marien nungguin bis, Bang," jawab Jaemin.

"Satu arah sama gue 'kan? Mau bareng?" tawar Doyoung.

Jaemin melirik Marien yang mendadak berdiri sembari menyambar pergelangan tangannya, memegang kencang.

"Nggak usah, Kak. Gue bareng Jaemin," tolak Marien halus.

"Ya udah, gue duluan," pamit Doyoung setelah sebelumnya mengangguk.

Si gadis berkacamata terus menatap punggung Doyoung yang mulai menjauh. Marien sangat tidak mau berurusan dengan sang mantan ketua osis tahun lalu.

"Cieeeee ... betah banget megang tangan gue!" ejek Jaemin menyadarkan Marien kalau dia masih memegang tangan Jaemin erat.

"Megang tangan lo itu refleks, diluar kendali gue," dalih Marien yang tak dipedulikan Jaemin.

"Ah, masa? Deg-degan nggak lo pas pegang tangan gue?"

"Diem."

"Cieee ... Merian cari kesempatan dalam kesempitan!"

"Diem, kalo nggak mau gue tempeleng!" ancam Marien kesal, terlebih Jaemin sejak tadi menertawakannya.

"Dih! Cewek alim nggak boleh kasar," goda Jaemin.









•••

[END] Miss Pervert || Hrj [Tikung S2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang