Nana

144 57 16
                                    

Diperjalanan pulang, ketiga remaja yang Diketuai oleh Kei itu sedang berjalan santai. Tidak ada kekhawatiran yang dirasakan walau sebenarnya ada seseorang yang lagi-lagi mengikuti mereka dari belakang. Canda tawa tampak menghiasi perjalanan sore mereka.

Ditengah perjalanan, terlihat sebuah kedai makan. Ketiganya pun memilih untuk berhenti sebentar untuk mengisi perut yang sejak tadi sudah berteriak minta jatah.

"Makan, nih?" tanya Kei.

Niko merogoh saku seragamnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah. "Iya dong! Gantian deh, gue yang traktir."

"Lo open jasa pesugihan, Nik?" ucap Ezra tiba-tiba.

Niko jelas tidak suka, begitu gampangnya Ezra menuduhnya seperti itu. Padahal semalam ia abis jaga lilin. "Sembarangan lo! Ini hasil gue memelihara tuyul-tuyulan."

"Emang Tuyul bisa dipelihara? Pake pupuk apa?" Pertanyaan yang unfaedah mulai menggerogoti kesabaran Niko.

"Gausah banyak tanya deh, tinggal makan aja apa susahnya! Lagian duit haram gak bikin ampas lo berubah jenis," ketus Niko.

"Yaudah sih jangan marah, gue kan cuman bencana."

"BERCANDA, EZRA! BER-CAN-DA! UDAH AYOK CEPET!" Tangan Niko menarik paksa tangan Ezra untuk menghampiri Kei yang sudah bersila dengan satu piring berisi lauk pauk.

"Gak asik lo! Makan duluan emang siapa yang mau bayar?" seru Niko pada Kei.

"Ya jelas Niko yang baik hati dan tidak sombong lah, siapa lagi emangnya? Yakali mamang siomay," jawab Kei. Ia kembali menyuapkan sesendok nasi dan satu buah kerupuk dengan rakus.

Niko mengusap dadanya, melampiaskan beberapa kata untuk menetralisir semua rasa kesalnya. "Enak banget ya jadi Ezra, kalo mau liat makhluk halus tinggal ngaca."

Ezra menimpali, "Enakkan juga jadi Kei, gak merinding padahal didepannya ada setan."

"Mau marah, tapi kenyataan," jawab Niko pasrah karena dialah satu-satunya orang yang ada dihadapan Kei.

Ditengah kenikmatan makan seorang Niko, mata sipitnya memperhatikan gerak-gerik seseorang yang agak mencurigakan. "Kei ... Ezra ... Ada yang memata-matai kita! Jangan panik ya kalo tiba-tiba gue suruh kalian lari."

"Jangan bercanda gitu dong, gue gak bisa lari kenceng."

"Jangan lari, kita sewa Ojek aja. Kan gak harus lari," saran Kei.

"Nah, setuju gue. Atau enggak, kita kasih orang itu duit biar dia juga naek ojek. Biar adil ngejarnya," sahut Ezra.

"Gak gitu konsepnya bodoh! Ah! Gondok gue lama-lama."

"Lama-lama kok makin lama ya?" celetuk Ezra.

Niko mengecilkan volume suaranya. "Pokoknya ikutin kata-kata gue! Telpon bapak Kei, suruh dia jemput."

"Lo ngundang malaikat maut namanya! Udah tau bapak gue killer," kata Kei sambil memukul punggung Niko keras.

"Yaudah, gue telpon Ayah gue dulu."

Ezra yang tak faham tiba-tiba mengeluarkan kebodohannya lagi. "Ngapain, Niko? Emang Ayah lo mau gantiin Bapak Kei jadi malaikat maut?"

"DIEM! NGOMONG LAGI, GUE BUNUH LO SEKARANG JUGA!" ancam Kei.

"Bentar, gue telpon ayah dulu." Niko kemudian menjauh dari Kei dan Ezra.

"Kei, seprivate itukah keluarga Niko?"

Kei menjawab, "Enggak, cuman bagi Niko ... keluarga itu gak boleh jadi bahan pengetahuan publik."

Ezra membulatkan bibirnya, "Oooo, gue kira—"

"Ayah gue OTW kesini," kata Niko. Ia pun melanjutkan makannya lagi.

Keputusan Niko tidak seratus persen disetujui oleh Kei. Beberapa kemungkinan bisa saja terjadi jika mereka bertiga salah mengambil keputusan. "Niko, kalo orang itu ngikutin kita dan tau rumah kita gimana?"

"Orang itu orang yang ngetuk rumah gue, teror Ezra, sama ngikutin lo tadi pagi," ucap Niko.

"Jadi—"

Suara klakson mobil memotong pembicaraan mereka, tanpa pikir panjang ketiganya langsung masuk sesudah membayar apa saja yang mereka makan.

Suara klakson mobil memotong pembicaraan mereka, tanpa pikir panjang ketiganya langsung masuk sesudah membayar apa saja yang mereka makan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nik, mobil lo baru?" tanya Kei tiba-tiba.

"Enggak, masih yang lama."

"Kok beda ya?" tanya Kei lagi.

"Beda apanya sih? Gue lagi main game," jawab Kei.

Kedua remaja yang duduk dikursi tengah itu sedang fokus pada benda pipih masing-masing. Kei memilih untuk bertanya pada ayah Niko yang sedang menyetir.

"Om, apa kabar? Lama gak ketemu."

"Om sakit? Kok pake masker?" Beberapa pertanyaan Kei lontarkan dari kursi paling belakang.

Tidak ada jawaban dari ayahnya Niko. Merasa dicueki, Kei memundurkan tubuhnya dan membuka notifikasi dari ponselnya.

"Niko? Gue nginep di rumah lo ya?"

"Lah? Kok mendadak? Gue mau ikut juga," ucap Ezra.

Kei menunjukkan pesan yang ia dapat tadi."Ibu bilang, dia gak pulang malem ini. Ada acara dirumah nenek."

"Gue enggak dulu deh," Ezra kemudian melirik jam tangannya. "Gue belum izin, udah mau malem juga."

"Oke deh," Niko menepuk bahu sang ayah. "Yah? Anterin Kei sama Niko dulu, Ezra belakangan aja sekalian ayah berangkat kerja."

Beberapa saat kemudian mobil berhenti, Niko dan Kei keluar kemudian berdadah-dadah dengan Ezra.












Pintu masuk tidak jauh dari tempat mereka turun tadi, sebelum masuk keduanya membuka sepatu dan meletakkan pada rak sepatu.

"Bun ... Niko pulang ...." ucap Niko.

"Eh? Anak ayah udah dateng. Baru aja mau Ayah jemput...."

Niko yang masih membungkuk menaruh sepatu pun terkejut. "Lho? Ayah? Terus yang jemput Niko tadi siapa?"

"Jemput? Kapan? 'Kan Ayah bilang bakalan telat sepuluh menit," ucap sang ayah.

Kemudian Niko dan Kei kompak berlari, kedua anak itu teringat pada Ezra yang masih didalam mobil. Siapa orang yang tadi menjemput mereka bertiga? Apa jangan-jangan orang itu adalah orang yang meneror mereka selama ini?

"Cepet, Kei! Mobilnya keburu jauh," teriak Niko dengan peluh didahinya.

"Gak bakalan ke kejar, Niko. Mobil itu udah jauh,"

"Kenapa kita kecolongan sih? AAARRGG ...." kesal Niko. Dan—













Note : Masih Go

4u+ || Hybe JapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang