Kei dan Niko mengehela napas pasrah. Sudah hampir tujuh jam mereka mencari keberadaan ezra, tapi tetap saja tidak ada titik terang. Ezra pun tak mengangkat telponnya sama sekali, hal itu membuat Kei semakin negatif thinking, ia takut jika terjadi apa-apa pada sahabatnya.
Dinginnya angin malam sangat menusuk kulit kedua insan yang hanya dilapisi seragam sekolah. Rasa haus dan lapar seakan lenyap begitu saja, bagaimana bisa kedua remaja itu bisa makan dengan lahap sedangkan satu temannya hilang entah kemana?
Orang tua Ezra menuntut anaknya agar segera ditemukan, walau persentase Ezra ditemukan dalam keadaan hidup kurang dari tiga puluh lima persen. Lapor polisi? Tidak, Ezra menghilang baru beberapa jam yang lalu.
"Niko? Gimana ini?" Kei menendang tong sampah asal.
"Gak gimana-gimana, apanya yang gimana?" Niko malah bertanya balik pada Kei. Seperti yang sudah-sudah, Niko sangat sulit nyambung jika membahas hal-hal yang berat.
"Kita harus cari Ezra kemana lagi? Kaki gue udah bener-bener pegel. Orang tua Ezra juga nelpon gue mulu," keluh Kei lagi.
"Pulang aja ayo! Udah malem, kita bisa sakit kalo terus maksain buat nyari Ezra." Niko merangkul sahabatnya itu.
"Kalo kita pulang, Ezra gimana? Orang tuanya gimana? Kita bakalan kena masalah Niko!"
"Yang bilang kita bakalan aman-aman aja tuh siapa? Kalau kita dituntut, yaudah pasrah. Lagian, Ezra juga gak mungkin masih hidup. Udah ah, gue mau balik," Niko melepas rangkulannya dan berjalan meninggalkan Kei yang masih terpaku. Niko kok bisa jahat banget? Batin Kei saat itu.
"Niko! Tunggu!" Kei mengerjar Niko, "Ezra temen kita! Kok lo tega ngomong kaya gitu?"
"Terus gue harus gimana? Kan lo sendiri yang bilang gue lemot! Jangan ajak gue mikir, Kei. Kepala gue udah sakit banget," ujar Niko dengan nada yang merendah.
Kei terkejut, tidak biasanya Niko seperti itu. Ia menepis semua pikiran buruknya, lalu mengejar Niko lagi.
Kei menghentikan langkah Niko dengan menarik bahunya. Tapi, tubuh Niko sangat dingin, wajah Niko agak berbeda, tatapannya datar, dan bibir yang sedikit membiru. "Lo kenapa?"
"Lo nyembunyiin rahasia besar sama kita, Kei. Rahasia lo itu udah bikin gue sama Kiki kena imbasnya."
Kei jelas ketakutan, gue siapa yang Niko maksud? Karena Kei bukan orang yang penakut, ia memegangi kuat tubuh Niko. "Sadar Niko! "
"Yang harusnya sadar tuh lo, Kei! Lo ... brengsek. " Niko tiba-tiba memejamkan matanya. Dada remaja itu naik turun, keringat dingin pun perlahan membanjiri pelipisnya.
"Niko?" tanya Kei pelan.
"Kei, kok kita disini?" Saat hendak berdiri, paha Niko terasa lemas, bangun saja ia sudah pusing setengah mati.
"Kita pulang aja. Lo harus istirahat," kata Kei.
"Temen lo diculik Kei! Temen—"
Suara klason motor membuat perkataan Niko menggantung.
"Permisi Mas, saya mau tanya..." Ada kurir yang membuat keduanya mengalihkan fokus.
"Iya, Pak? Tanya alamat ya? Paketnya gede banget," tanya Kei ramah.
"Ini ada paket, tapi gak ada nama alamatnya. Cuman ada catatan 'untuk Kei anak bu Cahya'. Masnya tau gak rumahnya dimana?" tanya Kurir itu.
"Mana udah malem lagi, " lanjutnya.
Kei melihat kembali paket dus yang berukuran besar itu, memastikan bahwa itu benar namanya. " Itu saya, Pak. Tapi saya gak mesen apapun."
"Terima aja, Mas. Mungkin ini dari temen Mas," Si kurir menurunkan dus tepat dihadapan Niko.
Niko yang sejak tadi hanya diam, kemudian memeriksa bagian luar dus yang ditutupi plastik hitam itu.
"Terimakasih Pak, hati-hati."
Kurir tadipun pergi.
"Niko? Isinya apa ya? Kok gue deg-degan," ucap Kei.
Niko melepar pecahan beling yang tidak sengaja ia temukan. "Lo aja yang buka, kepala gue masih sakit."
Kei mengangguk, kemudian merobek plastik hitam yang membukus dus dengan hati-hati. Ada secarik kertas yang Kei temukan setelah plastik terlepas, kertas itu bertuliskan 'nyawa harus dibayar nyawa'. Kei meramas kertas itu tanpa Niko sadari.
Tapi, suara remuka kertas tadi membuat Niko menatap Kei penuh tanya. "Itu apa? "
"Bukan apa-apa, gue buka ya?"
Niko mengiyakan, kemudian ia memutar tubuhnya lima belas derajat menghadap dus.
Setelah dibuka, isinya adalah ....
Potongan tubuh manusia.
Niko menendang dus itu karena terkejut, membuat isi didalamnya berantakan. Tidak dengan Kei, anak itu malah mengorek isi dus, tangannya menggenggam sebuah kepala manusia yang kulit rambutnya sudah terlepas.
Walau kepala itu berlumuran darah, Kei masih mengenali temannya. Dus itu berisi potongan tubuh Ezra.
"Ezra ...." lirih Kei.
"Kei tolong tampar gue! Gue mimpi, kan?! " tanya Niko.
Kei menggeleng pelan, mengisyaratkan Niko agar tetap tenang.
"Gue telpon orang tua Ezra dulu, lo diem jagain Ezra." Kei melangkah pergi sekitar lima meter dari Niko.
Tiga menit cukup untuk Kei menelpon orang tua Ezra dan ibunya, Cahya. Kei meletakkan ponsel disaku, dan menghampiri Niko yang masih melamun.
"Sebentar lagi mereka dateng," Kei duduk disebelah Niko.
Niko tidak ada niatan untuk menyahuti Kei, ia hanya duduk tanpa bergerak sedikitpun.
'Nyawa harus dibalas nyawa?'Kalian curiga sama siapa nih? Dan, rahasia apa yang Kei sembunyiin? Komen ya!
Bye!
KAMU SEDANG MEMBACA
4u+ || Hybe Japan
Humor[ TAMAT - L O K A L ] 26 November 2021 Empat menjadi tiga, tiga menjadi dua, dua menjadi satu, sampai habis tak tersisa. Ketidaksengajaan membuat dendam menjalar hingga menutupi kebenaran itu sendiri. Bagaimana bisa dendam membunuh 4 nyawa secara be...