Jyuu

114 60 26
                                    

Suara petir membangunkan mimpi indah seorang remaja bernama Niko. Ia mengucek kedua matanya, lalu melirik kearah jam yang masih menunjukkan pukul dua belas tengah malam. Dengan menyibakkan selimut asal, ia turun kelantai satu untuk pergi menuju dapur. Tapi, niatnya diurungkan saat tak sengaja melihat bayangan seseorang.

Seakan tau jika ada yang mendekat, bayangan itu hilang dengan cepat. Niko pun bertindak tak kalah cepat, ia mengejar orang itu penuh ambisi. Namun nihil, yang ia temui hanyalah pintu belakang yang sudah dibobol.

Niko adalah salah satu orang yang tidak percaya dengan dunia ghaib dan sebagainya. Oleh karena itu ia hanya menutup ulang pintu, kemudian kembali ke niat awalnya. Sempat terpikir beberapa kecurigaan saat ia meneguk minumannya, tapi pikiran buruk itu tepis dengan keras.

Tidak ada gunanya mencurigakan hal-hal tidak masuk logika, batin Niko.

Dirasa cukup, Niko melangkahkan kaki untuk kembali ke kamar. Ia menaiki anak tangga dengan cepat agar bisa segera menelpon seseorang.

Dicarinya nama Kei pada menu kontak, lalu menekan ikon telpon, menunggu beberapa saat sampai terhubung.

"Hallo Kei?"

"Kenapa Nik?"

"Lo dimana? Bisa kerumah gue sekarang gak? Gue sendirian."

"Gak bisa Nik, gue lagi diluar."

Kei memutuskan telpon dengan sepihak, membuat Niko menyimpulkan bahwa ada sesuatu yang Kei sembunyikan. Karena Kei bukan tipe orang yang suka keluar malam.

Baru saja hendak meletakkan ponselnya, suara ketukan dari luar membuat Niko bertanya-tanya.

Siapa sih?

Kei turun lagi, berlari tergesa menuju pintu belakang untuk memergoki seperti kemarin-kemarin. Bisa saja itu orang yang sama.

Dengan bersenjatakan pisau dapur, Niko mantap melanjutkan aksinya. Ia tidak kenal arti takut sekarang, rasa takut seakan lenyap setelah dua sahabatnya tewas dibunuh. Kalaupun ikut menjadi korban, Niko dengan senang hati memberikan jiwanya. Tidak. Niko bukan menyerahkan diri, ia hanya menyegerakan takdir.

Niko mengendap, terlihat seperti maling dirumah sendiri. Tangannya sudah siap dengan sebuah pisau. Tapi langkah Niko tertahan saat melihat seseorang membelakanginya dengan jaket yang sangat familiar.

"Kei?! Lo ngapain disini!" Suara keras Niko membuat Kei berbalik.

Tapi, Sebelum Kei berbalik ke arahnya, pisau yang Niko genggam sudah diselipkan ke kantung celana bagian belakang.

"Lo gapapa, kan? Gak ada yang luka? Gak ada yang hilang, kan?" tanya Niko bertubi-tubi.

Niko tidak langsung menjawab pertanyaan itu, karena keanehan yang Kei sembunyikan lebih seru untuk dibahas. "Bukannya tadi lo bilang lagi diluar?"

"Gue sempetin ke rumah lo, Nik. Cukup Ezra sama Kiki aja yang jadi korban."

Apa Niko percaya begitu saja? Jelas tidak.
Bahkan, Alasan itu sangat kuno baginya.

Tanpa ekspresi lebih, Niko mendorong tubuh Kei agar segera pulang. Malam sudah sangat larut, jalanan sudah sangat sepi, hanya ada beberapa mobil berlalu-lalang.

Itu juga demi kebaikan Kei sendiri, menawarkan Kei untuk menginap pun tak akan ia terima, karena ibunyalah yang selalu menjadi alasan. 'Ibu gue sendirian dirumah' Niko sudah hapal kalimat tersebut.

"Udah sana pulang! Gue ngantuk," Niko mulai menguap.

"Lo sendirian 'kan dirumah? Gue tidur disini ajalah," pinta Kei. Tangan kanannya sudah memegangi kenop pintu, tapi lebih dulu ditahan Niko.

4u+ || Hybe JapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang