Jyuu Ni

95 42 12
                                    

Kei berlari kencang menuju pintu rumahnya, pintu yang sudah terbuka itu membuat Kei semakin panik. Ia bergerak masuk tanpa menghiraukan Niko yang terus meneriakkan namanya.

Niko membuntuti Kei sejak ia pulang dengan terburu-buru tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Karena rumah Kei dan Niko tidak terlalu jauh jaraknya, Kei memilih untuk berlari saja.  Niko pun sama, melihat wajah Kei yang terlihat panik, Niko merasa jika Kei sedang mendapat masalah besar.

Sebelum Niko menyusul Kei yang telah naik ke laintai dua, terlebih dahulu ia mengecek pintu utama, pintu yang nampaknya sudah dibuka paksa.

"Kei! Tunggu!" Remaja yang diperintahkan untuk berhenti itu tidak mendengarkan sama sekali, Kei malah semakin menggila dengan mengecek seluruh isi rumah bagai orang yang kesetanan.

Niko pusing, masalah apa yang membuat Kei sepanik itu. "Lo kenapa sebenarnya! Cerita dulu!"

"Ibu, Nik. Ibu!" ucap Kei tanpa melihat orang yang bertanya.

"Iya, Ibu lo kenapa?!"

"Ibu ... "

"KEI BUDEG! IBU LO KENAPA!"

"IBU GUE GAK ADA, NIKO! DIA DICULIK!" teriak Kei. Ia menghampiri Niko yang masih terkejut, kemudian Kei memegangi bahu Niko dengan kuat. "Ayo bantu gue cari ibu!"

"Bu Cahya mungkin ke rumah nenek lo, Kei!" ujar Niko.

Kei menggeleng. "Enggak mungkin, Nenek gue gak pernah akur sama Ibu. "

"Terus lo tau dari mana kalau Ibu lo diculik?" tanya Niko penasaran.

"Tadi gue dapet pesan dari nomer tek dikenal, dia bilang kalau Ibu dalam bahaya." Kei menjelaskan itu saja pada Niko yang berharap lebih. Jika Kei menjelaskan lebih rinci, mungkin Niko bisa lebih mengerti.

"Chat dia lagi, Kei! Tanya dimana Ibu lo," saran Niko.

Kei melangkah menuju sofa, mendudukkan dirinya di sana. "Sebelum lo suruh juga gue udah tanya, tapi balesan dia cuma kertas dibawah kapas."

"Orang gila!"

"LO BILANG GUE GILA?!" Niko mengencangkan suaranya.

Telinga Kei memanas. "Nggak, bukan lo yang gila. Tapi penculiknya."

"Oo ... Jangan-jangan itu petunjuknya?" lanjut Niko.

"Terus arti dari kertas dibawah kapas itu apa? Gue pusing, Niko. Gimana kalo Ibu dibunuh sama dia?" ucap Kei melemah, bahkan nafasnya sudah semakin berat.

Niko mengedarkan pandangannya keseluruhan ruangan, sambil berfikir apa arti kertas dan kapas. Tanpa memikirkan Kei yang sudah pasrah sebelum bertindak.

Perlahan Niko masuk ke kamar Cahya. Kamar bernuansa musim semi itu sangat rapi, bahkan tidak ada jejak bekas ditiduri. Niko berfikir sejenak setelah melihat gorden yang masih tertutup.

Tidak mungkin jika bu Cahya diculik dipagi hari, karena gordennya saja masih tertutup rapat. Batin Niko.

Kemudian ia menatap ujung ranjang yang terlihat sedikit aneh, ada sedikit bercak darah disana. Ia menyentuh bercak itu, dan benar saja, darahnya sudah mengering, menandakan bahwa penculikan terjadi beberapa jam lalu.

Masih dalam keadaan berjongkok, mata Niko terus bergerilya. Hati dan pikirannya berkecamuk, Niko frustasi. Walau keadaan yang terjadi benar-benar membingungkan, Niko yang notabennya sering menonton film berbau misteri malah semakin tertantang.

Niko menopang dagu, ia memikirkan beberapa kemungkinan.

Kertas? Kapas? Kertas? Kepas?

Niko bergumam sampai anak itu menemukan titik terang. "Kei! Kemari!"

Dengan langkah gontai, Kei menghampiri asal suara. "Kenapa, Nik?"

Niko gregett sendiri melihat ketidakberdayaan Kei. untuk berjalan saja ia malas, apa lagi mencari keberadaan ibunya. Niko membatin lagi.

"Karna gue gak berani nyentuh barang-barang bu Cahya, lo dengerin apa kata gue ya?"

Kei mengangguk paham. "Oke, gue ngapain?"

"Buka bantal itu," telunjuk Niko mengarah pada bantal diujung ranjang.

Tidak ada keraguan dari diri seorang Kei yang membuat semua berjalan dengan cepat. Dibawah bantal itu terdapat sebuah gulungan kertas putih. Niko mengambil kertasnya, kemudian membuka gulungannya dengan hati-hati.

Setelah terbuka, kertas itu kosong. Niko berdecak, "Apa lagi ini? Gue udah capek mikir, malah dapet kertas kosong!"

Bagaimana dengan Kei? Ternyata benar, Tinggi badan bukanlah patokan kepintaran seseorang. Anak itu tak paham apa yang sedang Niko perdebatkan, ia lebih memilih untuk menaruh bantal ketempat asalnya

"Kei! Ayo bantu mikir!"

"Mana kertasnya?" Niko menurut, ia memberikan kertas itu pada Kei.

Kertas kosong hanya Kei diamkan dilantai, sepertinya ia menemukan sebuah ide.

Niko berdengus, "Ngapain sih Kei?"

Kei cengengesan, kemudian menyiramkan segelas air yang ia dapat dimeja kamar ibunya. Dan luar biasa, perlahan kertas itu memunculkan huruf demi huruf menjadi sebuah kalimat.

AKU TERLETAK DISEBUAH LAHAN KOSONG YANG DIHIASI PEPOHONAN RINDANG, AKU JUGA SEBUAH MASA LALU YANG KELAM. KESERAKAHAN MEMBUAT SEMUANYA GELAP, MENJADIKANKU TEMPAT YANG TAK PERNAH DIRINDUKAN.

Begitu isi kertas tadi, Niko dan Kei hanya mematung. Jangankan berfikir, membacanya saja sudah membuat dua remaja SMK itu pusing tujuh keliling.

Niko membawa kertas basah itu dengan perlahan agar tidak sobek, kemudian ia keluar dari kamar Cahya untuk kembali duduk di sofa. Niko pun sama, malah itu sudah lebih dulu keluar dari kamar.

Niko menatap Kei intens."Kei, gue tau lo faham apa maksud dari kertas tadi."











Note: Masa lalu.

4u+ || Hybe JapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang