Jyuu Roku

67 18 10
                                    

Kevin mengikis jarak dengan tubuh Kei, mungkin sekarang mereka berdua saling berhadapan dengan posisi yang sangat dekat. Kevin sepertinya sudah gila, ia hanya tersenyum saat melihat wajah murka saudara tirinya itu.

"KEVIN SIALAN!" Makian Kei menggelar. "Ibu gue emang salah, tapi almarhumah Bunda lo lebih salah!"

Mendengar penuturan Kei tadi, Kevin mendadak memutar leher, memandangi tubuh menggantung Cahya yang mulai kaku. Tidak ada rasa bersalah sama sekali dari diri Kevin, membuat Niko dan Kei menggeleng tak percaya.

"Bunda salah apa sampe ibu lo bunuh dia?" tanya Kevin yang sudah menghadap Kei lagi.

Kei menunduk. Bukan karena ia ketakutan akan tatapan maut Kevin, ataupun berniat untuk menyerah pada Kevin. Ia hanya sedikit teringat akan kejadian malam dimana Ibunda Kevin tiada. "Bunda lo—"

Flashback

Ditengah malam buta, pintu rumah Kei diketuk oleh seorang wanita yang sudah membawa sebilah pisau ditangannya. Pintu rumah sederhana bercat abu-abu itu tidak henti-hentinya diketuk sampai sipemilik rumah terbangun.

Dengan cepat Cahya menghampiri pintu masuk. Ia sempat berhenti sejenak, guna menetralkan jantungnya yang masih berdetak hebat. Saat pintu terbuka, Cahya sangat dikejutkan dengan tampilan Siska yang sudah acak-acakan. Dan lagi, pisau belati yang ia genggam sampai melukai tangannya sendiri itu membuat Cahya mundur kebelakang.

"DASAR PEREBUT SUAMI ORANG! HARUSNYA LO SADAR KALAU APA YANG LO PERBUAT ITU SALAH! KESALAHAN BESAR!" tanpa basa-basi, perkataan yang tidak senonoh itu terlontar begitu saja. Hati perempuan mana yang tidak sakit?

"Sabar, Mbak.  Saya bahkan tidak tahu kalau mas Bagas sudah punya Istri." Siska tak menggubris, ia malah berjalan maju menghampiri Cahya yang sudah berkeringat dingin. Kedua tangan Cahya menyatu, belasan permohonan sudah berulang kali disampaikan, tumbuhnya juga sudah bergetar hebat. "Saya mohon, simpan dulu pisau itu, Mbak. Jangan gegabah."

Tapi bukan Siska namanya jika gampang luluh. Dikhianati sudah cukup menjadikan dirinya bak orang yang kesetanan.

"Nggak, lo harus mati. Lo. Harus. Mati." Siska menekan setiap kata, menandakan kalau ucapannya tidak main-main. Langkah Siska semakin maju, membuat Cahya dilanda kepanikan saat ia sadar kalau tembok sudah menutup aksen kaburnya.

"Saya mohon. Saya mohon," lirih Cahya.

Terlambat, Cahya sudah terpojokkan. Siska tersenyum puas melihat keberhasilannya, kemudian ia memajukan kepalanya ke arah telinga Cahya. "Selamat menjadi tersangka, Cahya."

Benda tajam itu menusuk, membuat pisau bersarang diperutnya bersamaan dengan cairan merah yang mulai keluar. Bukan, bukan Cahya. Dia Siska, Siska bunuh diri, ia menusuk perutnya sendiri. Dan tepat pada saat tubuh tinggi Siska jatuh, pria bernama Bagas datang dengan menggenggam tangan mungil Kevin.

Kesalahpahaman pun dimulai disini.

"Bunda?" Kevin melepaskan genggaman sang Ayah, berlari menuju Siska yang hampir mati. Ya, dia belum mati.

"Cahya! Kamu membunuh istri saya?" tanya Bagas gemetar.

"Nggak! Dia bunuh diri, Mas!" Cahya menolak keras tuduhan suami barunya itu.

Tanpa mereka sadari, anak yang sedang menangis tanpa suara ternyata menyaksikan segalanya. Kei menyaksikan semuanya dengan jelas, tanpa terkecuali. Tapi, dia hanyalah bocah dua belas tahun. Untuk menceritakan bagaimana ia dibully disekolah saja ia tak berani, apalagi menceritakan semua kejadian yang baru saja terjadi kepada Bagas, ayah tirinya.

Bagas memberanikan diri untuk mendekat pada Cahya. "Kamu membunuh Siska?"

Cahya membisu lagi, lalu menggeleng lemah.

"Saya percaya sama kamu," Bagas berbisik. "Terimakasih telah membantu saya menyingkirkan perempuan gila seperti dia."

Perempuan bernama Cahya masih tak percaya saat Bagas menyebut Siska dengan kata gila.

"Bawa Kevin pergi, biar saya yang urus sisanya."

Cahya menarik pelan Kevin, menempatkan anak yang sedang kehilangan itu kekamar anaknya, Kei. Sedangkan Bagas, ia mengusur paksa tubuh sekarat Siska menuju ke pintu belakang, membuat darahnya berceceran dimana-mana. Entah apa yang akan dilakukan Bagas selanjutnya.

Flashback off

Kevin Mematung, memikirkan 'apakah cerita Kei itu kenyataan atau hanya rekayasa '.

Karena ia dibesarkan dengan dendam akan kematian sang Bunda, Kevin menepis semua penyesalan yang muncul satu persatu dikepala.

"Lo percaya, kan, sama gue?"

"Apa yang harus gue percayai dari lo, Kei?" Tanpa Kei tahu, Kevin sedang menyembunyikan sebuah suntikan ditubuh bagian belakangnya. Perlahan jarum itu menembus kulit Kei, tanpa rasa sama sekali, Kei bahkan tidak merasakan kalau sesuatu sedang menembus kulit tangannya.

"Lo harus percaya kalau Bunda lo itu bunuh di—" Kei memegangi kepalanya yang tiba-tiba pusing, kemudian—

"Lo harus percaya kalau Bunda lo itu bunuh di—" Kei memegangi kepalanya yang tiba-tiba pusing, kemudian—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
4u+ || Hybe JapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang