part 8

191 127 206
                                    

Awkward.

Tidak ada yang memulai pembicaraan selama perjalanan. Hanya suara riuh dari mesin kendaraan yang menemani perjalanan mereka.

"Eh, gue aja yang bayar parkirnya," ucap Mitha yang menahan tangan Hanif untuk menyerahkan duit. Kini mereka berdua baru saja tiba di salah satu pusat perbelanjaan.

Hanif mengangkat sebelah alisnya samar. "Kenapa? Kan gue yang ngajak lo,"

"Ya karena itu, kan lo yang ngajak. Jadi biar gue aja yang bayarin,"

Pemuda itu diam sejenak seakan sedang berpikir, lalu tersenyum simpul dan membiarkan Mitha yang membayarnya.

"Ibu-ibu biasanya suka hadiah apa sih?"

"Nyokap lo kapan ultah?" Tanya keduanya bersamaan.

Pemuda itu berdehem pelan, "Dua hari lagi sih," jawab Hanif santai.

Kini giliran Mitha yang menjawab pertanyaan dari pemuda itu, "apa ya? Baju?"

"Udah punya banyak sih, yang lain yang lain. Yang berkesan," pinta Hanif yang juga sibuk melihat-lihat yang lain.

"Tas? Sepatu? Hmmm apa ya? Bingung juga sih gue. Nyokap lo ada gak bilang-bilang gitu dia mau pengen apa, ya mungkin kayak nunjuk barang tapi gak jadi beli,"

Hanif hanya mengangguk paham lalu menyeret Mitha dengan memegang ujung baju lengannya, sedang Mitha hanya terseret pasrah mengikuti cowok itu.

"Pilihin," perintah Hanif dengan nada bicaranya yang datar sambil menunjuk jejeran kalung dan juga gelang setelah tiba di salah satu kios yang berada dalam pusat perbelanjaan itu.

Mulut gadis itu ternganga kecil dengan tatapan seakan mengatakan lo-yakin? Hanif hanya menggerakkan dagunya mengisyaratkan Mitha untuk memilih.

Mitha yang melihat isyarat itu hanya bisa menuruti dan memilih salah satu kalung dari banyaknya jejeran kalung itu. Karyawan yang ada di kios perhiasan itu mengambil kalung yang ditunjuk oleh Mitha setelah Hanif memintanya.

"Kenapa nyobainnya ke gue?" Tanya Mitha bingung melihat Hanif yang tiba-tiba memakaikan kalung pilihannya itu.

Masih dengan nada bicara yang sama, Hanif hanya membalas pertanyaan itu dengan sekenanya. "Nyokap gue cantik. Nah lo-nya juga cantik. Jadi sama aja kan?" Nada bicaranya memang datar, tapi bisa dilihat telinga kanannya memerah setelah mengatakan hal itu.

Gadis itu hanya terkekeh kecil. "Bercandaannya yang agak lucuan dikit Nip, entar kalo gue baper kan repot,"

"Ya emang itu tujuan gue," Hanif pun langsung memberikan kalung tersebut dan meminta untuk dibungkus.

"Ha? Gimana gimana? Eh lo beneran mau beli tu kalung? Yakin lo?" Tanya Mitha bingung melihat Hanif yang ternyata benar-benar membeli kalung itu dan mengeluarkan kartu yang Mitha sendiri tidak tau itu apa, karena biasanya ia langsung memegang uang tunai.

"Iya lah. Lo mau juga?" Tawar Hanif masih melihat-lihat jejeran kalung lainnya.

"Ha? Nip. Lo gak nyopet kan? Atau berbuat hal yang aneh-aneh kayak ngepet gitu?" Tanya Mitha yang menatap Hanif seperti bertanya lo-dapat duit-sebanyak-itu-darimana-anjir???

"Ya nggak lah. Ya kali. Dah lo gak usah mikirin gue dapat duit darimana, yang pasti bukan yang aneh-aneh seperti yang lo pikirkan. Jadi lo mau apa nggak nih?" Tanya Hanif lagi.

"Nggak lah, gak usah. Gila aja, lagian kan kita cuma teman sekelas. Emang wajar ngasih hadiah apalagi kalung mahal kek gini?"

"Ya nggak apa lah. Jadi lo mau apa ni biar gue beliin? Itung-itung udah nemenin gue nyari hadiah,"

Absent in Online ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang