POV Mitha
Padahal gue cuma iseng doang ngomongnya, eh kenapa suasananya jadi mencekam gini deh?
“karena pembahasannya udah kayak gini, secara resminya aja nih gue mau mengajukan sesuatu,” ujar Jun serius.
Mendadak jantung gue berdegup lebih cepat dari biasanya. Jujur gue baru lihat sisi seorang Junata yang lagi serius begini. Entah kenapa gue jadi sama sekali gak berani natap mata cowok itu, alhasil gue natap hidungnya aja.
“lo izinin gue buat pedekate sama lo nggak? Biar lo nggak kebingungan, gue kasih pilihan. Yang pertama, iya boleh. Yang kedua, boleh banget. Lo jawab apa Mith?” tanya Jun.
Hah?
Maksudnya gimana?
Ngeprank gue ya lo Juned?
“AHAHAHAHA!” gue refleks tertawa keras sambil memukul-mukul sofa.
“bercanda ya lo,” ujar gue.
Dah lah pake jurus andalan aja. Pura-pura bego. Iya. Bodoh emang. Tapi ya mau gimana lagi.
Kayaknya salah satu jurus ini yang membuat gue terus-terusan jomblo. Bukannya gimana-gimana, gue emang lagi gak berminat buat berkomitmen sama siapapun.
Bukannya gue mau sombong, sebenarnya ada banyak cowok yang nyatain perasaan ke gue. Tapi karena gue emang gak lagi buka hati, ya akhirnya gue pake jurus andalan yaitu, pura-pura bego dan gak ngerti. Ya sekalian mau ngetes juga sejauh mana usaha mereka. Eh taunya setelah gue praktekin malah mereka ngeiyain kata gue dengan bilang “hahaha iya, tau aja lo gue lagi bercanda.”
Jadi ya udah deh.
“gue serius loh.” Ucap Jun tegas.
Fokus gue kembali lagi ke Jun. ini gue gak salah denger? Dia bilang dia serius?
“Aaaaa..” gue diam sejenak, memikirkan kalimat apa yang akan gue ucapkan. Lebih tepatnya gue kehilangan kata-kata. Gue meneguk saliva gue dengan susah payah. Netra gue melirik wajah serius Jun. Beneran serius nih orang kayaknya.
Eunggg…. Coba aja kali ya?
“eumm.. ya,” jawab gue sekenanya.
“ya apa?” tanyanya lagi.
Lo jangan pura-pura dongo juga dong Jun! Gue tahu lo paham banget tadi gue bilang apa.
“ya apa?”
“iya terserah,” ketus gue. Pipi gue perlahan memanas. Anjrit gue malu banget anjir! Pasti pipi gue udah merah banget kayak kepiting rebus.
“gak ada ya gue nyebutin pilihannya terserah. Pilihannya cuma dua. Yang pertama, iya boleh. Yang kedua, boleh banget,”
Itu mah sama aja lo maksa gue buat ngeiyain permintaan lo JUNATA!!
Gue mendecak. Bantal sofa yang ada di belakang gue langsung gue lempar ke wajah cowok itu yang membuatnya langsung meringis kesakitan.
Eh iya gue lupa dia habis kecelakaan.
“sorry,” cicit gue.
“jadi jawaban lo apa?” tanyanya lagi sambil mengelus plester yang ada di pipinya.
Buset dah ni lakik.
“IYA BOLEH! PUAS LO!” teriak gue. Gue yakin muka gue merah banget sekarang.
MALU BANGET GUE SIALLLLLL!!!!
Wajah cowok itu langsung sumringah seperti anak yang baru saja diberi permen oleh ibunya. “beneran?” tanya pemuda itu sekali lagi.
“sekali lagi lo nanya, gue tukar jawaban gue,” ancam gue.
“iya iya. Janji gak nanya lagi.”
Hening. Gue dan mungkin juga Jun sedang sibuk dengan dunia masing-masing. Kalau ditanya rasanya gimana, ya biasa-biasa aja sih gak banyak yang berubah.
“kalo di kelas biasa-biasa aja,” ujar gue memperingati.
Gue mah anaknya sedia payung sebelum hujan, alias antisipasi. Malas tau ditanyain segala macam tentang gue sama Jun. Apalagi mereka berempat. Hebohnya melebihi wartawan nih kalau tau si Jun lagi pedekate-an sama gue.
“iya,” jawabnya lembut. Softie banget sihhh,, hampir aja gue meleleh.
“Mith,” panggilnya.
“ha?” balas gue cuek. Sorry Jun gue anaknya dingin.
“Minggu ini lo mau ngapain?”
-absent in online class-
Iklan sebentar
Mau nanyaaaa
Ehm,Ini pertama kalinya aku pake pov orang pertama ya gak sih?
Menurut kalian gimana? Aneh gak?
Komen donggOke silahkan lanjut membaca;)
Setelah perdebatan yang cukup panjang, keduanya sampai di bengkel dengan tujuan memperbaiki spion motor Jun.
Beberapa menit sebelumnya.
Jun bangun dari posisinya yang tadinya tiduran di sofa ruang tamu. Pemuda itu bahkan juga menyalakan televisi di rumah Mitha dan mengambil beberapa camilan dari kulkas si tuan rumah.
Tanpa disuruh pun, Jun sudah menganggap rumah Mitha sebagai rumahnya sendiri.
Sedangkan Mitha hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan cowok itu. Sedikit merutuki dirinya sendiri, karena mengiyakan permintaan cowok itu.
"Woi jalan yok!" Ajaknya yang masih setia menonton televisi dan menyemili keripik singkong yang ada.
"Gak ah. Ngapain juga," tolak Mitha.
"Oh. Jadi lo mau berdua-duaan aja nih sama gue di rumah?" Goda Jun.
"Ya gak lah! Otak lo ya," protes Mitha.
"Apa? Gue kan cuma ngomong gitu. Pikiran lo tuh yang kotor,"
"Ayok lah," ajak Jun masih membujuk Mitha yang sedang mengerjakan tugas-tugasnya di meja makan.
"Ngapain sih kita keluar? Lo tu baru aja jatuh tau gak? Emang gak sakit gitu? Atau pusing gitu?"
"Nggak. Biasa aja," jawab pemuda itu apa adanya.
"Ayok lah. Ke bengkel aja kita. Temanin gue ganti spion,"
"Males tau gak sih?"
"Entar gue ditanya-tanya bunda,"
"Derita lo itu mah,"
"Jahat. Entar gue gak bisa masuk sekolah. Masa gue ke sekolah pakai motor yang spionnya pecah?"
"Ya derita lo juga itu,"
Jun mendecak. Tak ada lagi perdebatan setelah itu. Mitha mengangkat kepalanya melihat pemuda itu tengah membelakanginya.
Merajuk kah?
Gadis itu bangun dari tempatnya dan menghampiri Jun.
"Merajuk?" Tanya Mitha.
"Nggak tuh biasa aja. Sana lanjutin lagi tugas lo," usir Jun.
"Ayok lah," kini Mitha yang membujuk Jun untuk pergi.
Pemuda itu tidak bergeming dari tempatnya.
Mitha menarik lengan pemuda itu dan menutup toples keripik singkong.
"Ayo, gue juga mau jajan,"
Jun akhirnya bangkit dari duduknya. Bibirnya diam-diam membentuk seringai kecil yang tidak Mitha lihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Absent in Online Class
Teen FictionYeonjun TXT - Yeji Itzy - Hyunjin Straykidz Lokal teenfiction x fanfiction ------------------------------------------ Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini membuat banyak tempat jadi ditutup termasuk kegiatan belajar mengajar yang ada di sekolah h...