02. Forced Promise

3.3K 280 13
                                    

Gojo Satoru memasang wajah bodoh, mulutnya terbuka lebar sama seperti matanya yang melotot lebar. Seolah-olah kedua bola mata birunya yang indah itu akan lepas saking kagetnya.

"Pfft..." Megumi jadi ingin menertawakannya. Ini pertama kalinya dia menyaksikan raut wajah Gojo Satoru yang menunjukan sisi manusiawinya. Mau bagaimana pendapat orang lain terhadapnya. Selama ini Megumi selalu melihat pria itu terus bertingkah layaknya Dewa yang menonton populasi manusia bagaikan hiburan menarik.

Mereka berdua saling menatap. Berkat Megumi. Tangan Satoru masih berada di atas kulit mulus remaja tersebut. Megumi lalu mengarahkan tangan gurunya untuk lebih menyentuh bagian dadanya. Terang-terangan mengabaikan rona merah yang mulai timbul lalu berlahan menyebar di wajahnya sendiri.

Satoru mulanya nampak ragu. Sebelum pria itu mengepalkan kedua tangannya. Kepanikan Satoru telah musnah. Dia pun menjadi lebih tenang. Kepalanya mendekati Megumi dan berbicara lirih bagaikan mendesis di sebelah telinga Megumi, "Sudah kubilang jangan berpikir macam-macam." Intonasinya penuh ancaman.

"Demi Yuuji. Kau rela menjual rendah dirimu?" Pertanyaan tersebut terdengar jauh lebih dingin ketimbang perasaan seseorang yang diharuskan bertelanjang di tengah badai salju. Megumi bergidik ngeri karenanya. Mau seberapa lamanya mereka berdua saling mengenal. Amukan Gojo Satoru tetap membuat bulu kuduknya berdiri.

"Aku tahu betul berapa harga kepalaku," balas Megumi seberani mungkin.

Lagipula. Bukan berarti Megumi benar-benar sama sekali tidak memahami alasan di balik kemarahan gurunya kali ini. Namun dia pun sudah terdesak waktu, mustahil untuknya mundur sekarang. Apapun yang terjadi malam ini dia harus berhasil membujuk Satoru. Bukan perkara bisa berhasil atau tidak. Dia harus berhasil.

"....demi Yuuji huh," nama itu lagi. Bagaimana setiap kali Satoru menyebut nama sang wadah Sukuna. Megumi merasakan aura memusuhi datang dari pria tersebut yang bahkan biasanya tak di rasakannya walaupun Satoru sedang bertarung dengan sekurumunan kutukan kelas tinggi.

"Megumi. Kau," Satoru lalu memanggil dengan suara rendah. Si empunya nama spontan memejamkan erat matanya. Jantungnya berdetak lebih kencang dan lebih cepat secara bertahap. Mengerikan. Perasaan antara malu dan takut telah menjadi satu dalam dirinya. Suhu tubuhnya pun juga ikut naik drastis tapi Megumi tidak mampu menghentikan getaran tubuhnya. Dia gemetar bukan karena sekedar kedinginan.

"Ukh!!"

Megumi melonjak kaget ketika lagi-lagi Satoru mencekram dagunya dengan kasar. Pria itu lalu memaksa mereka berdua untuk saling menatap dengan lekat. Wajah mereka berdekatan, sampai dimana hidung mereka saling bersentuhan. Megumi tidak bisa menoleh kemanapun. Jujur saja Satoru menakutinya. Dia jadi tidak berani menutup matanya lagi. Entah apa yang akan di lakukan Satoru terhadapnya apabila dia menghindari kontak dengannya.

Hembusan nafas mereka saling menyentuh dan menggelitik kulit wajah satu sama lain. Megumi mulai merasakan malu yang luar biasa. Hembusan nafas Satoru terasa hangat di kulitnya. Megumi merasa nyaman ditengah kengeriannya. Ini konyol. Mungkin karena tubuh Satoru yang menempel padanya juga membagikan kehangatan yang sama.

"Kau kira dirimu sangat menggoda?" Pertanyaan tersebut hampir memutuskan urat malu Megumi. Tentu saja Satoru yang paling memahaminya. Dari kecil Megumi selalu merasa sangat kikuk terhadap hal-hal berbau seksual.

"Sehingga kau hanya perlu telanjang dan mengundangku di atas ranjangmu," Satoru mengimbuhkan dengan senyuman yang tidak mengartikan kejenakaan ataupun keramah tamahan.

Megumi yang tak mau mengalah lantas memaksakan cengirannya. "Entahlah," jawabnya lalu menepis tangan Satoru yang sedari tadi menyakiti rahangnya. "......yang ku tahu kau adalah pria tua mesum," sambungnya setelah mempersiapkan diri untuk reaksi Satoru selanjutnya.

Negative PossessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang