Hujan Ke_7

236K 15.9K 889
                                    

Jangan lupa follow dan vote dulu ya

Happy reading

*
*
*
*
*

Kepada hujan yang menjamah bumi
Mengapa dinginmu tak kunjung usai
Meski kau telah berlalu pergi
Seperti rinduku pada seseorang
Meski hanya diam
Namun aku masih belum lelah merindu

Suara gemercik hujan masih masih terdengar bersautan. Tetapi gemerciknya kali ini tak sederas satu jam yang lalu. Setelah kepergian Mbok Jum, saat ini di kamar bernuansa putih tersebut yang hanya di terangi temaram lampu tidur. Anak lelaki dengan kepala penuh darah itu, duduk termangu memandang sang ibu yang kini sudah tertidur pulas.

Rasa sakit di kepala akibat lemparan Andira tak kunjung hilang ia rasakan. Pun dengan darah yang keluar dari lemparan asbak tak kunjung mereda. Ia masih terus berusaha menghentikan pendarahan di kepala hanya dengan handuk yang ia dapat dari kamar mandi ibunya.

Karang kembali memandang wajah pilu sang Mama. Masih jelas terlihat raut kesedihan dan ketakuatan di sana. Ia tahu betul rasa sakit yang di alami oleh wanita yang sudah melahirkannya itu. Dalam deras hujan dan dinginnya malam, tanpa belas kasian, Dia! Lelaki biadap yang mengaku atas nama cinta, telah merubah Andira dari wanita periang menjadi wanita dengan trauma berkepanjangan.

"Maafin Karang Ma. Maafin Karang yang sudah bikin hidup Mama menderita," Ia mengelus rambut Andira lantas mencium kening ibunya penuh cinta. Anak laki-laki itu menangis tersedu. Ia meratapi takdir yang begitu kejam kepada mereka berdua, "Melihat Mama seperti ini, tak pantas rasanya jika Karang harus memaksa Mama untuk mencintai Karang. Karang hanyalah sisa masa lalu Mama yang tak seharusnya ada."

Karang mengusap sisa-sisa airmata yang masih menempel di wajah ibunya, "Mama tenang saja. Karang pasti akan pergi dari hidup Mama. Kebahagiaan Mama adalah segalanya untuk Karang. Sabar ya Ma, setelah lulus sekolah nanti, Karang akan kembali yakinin Papa untuk melepas Karang kuliah dan tinggal di luar negeri. Dan sampai saat itu tiba, Karang mohon, Mama tetap kuat dan bertahan demi Papa dan Biru yang masih membutuhkan Mama."

Teeettttt....

Karang bergegas beranjak, setelah bel rumah berbunyi di tengah malam buta itu, "Biar Karang aja Mbok yang buka pintunya," ia menghentikan langkah kecil Mbok Jum yang berlari hendak membuka pintu.

"Oh Tuhan.. Apa yang terjadi Rang!" sergap Dokter Haikal setelah pintu terbuka. Dokter Haikal terlihat cemas melihat darah di wajah, tangan dan baju Karang.

"Karang tergelincir terus terperosok dari tangga Om," jawab Karang seadanya, "Tapi? siapa_yang?" selidiknya.

"Mbok Jum. Mbok Jum yang nelpon Om. Untungnya hari ini Om tidak ada jadwal operasi. Jadi Om sedang ada di rumah."

Dokter Haikal adalah Dokter pribadi keluarga Daneswara. Ia masih kerabat jauh keluarga ini. Rumah Dokter Haikal juga masih satu komplek dengan rumah keluarga Daneswara.

"Coba Om lihat lukanya," Dokter Haikal menyibak rambut Karang yang sudah lepek oleh darah, "Duhhh lukanya lumayan besar Rang. Om jahit ya?"

"Iya Om."

"Mamamu?"

"Sudah tidur. Setelah minum obat yang di kasi Mbok Jum."

"Syukurlah. Mbok Jum emang the best," kelakar Dokter Haikal.

Dokter Haikal mulai membersihkan luka di kepala Karang. Remaja itu mendapatkan lima jahitan di kepala sebelah kanan. Tak lupa pula Dokter Haikal memeriksa keadaaan Andira. Walapun Karang tak bercerita apapun pun tentang kejadian malam ini, Dokter Haikal sudah tahu apa yang sedang terjadi. Dokter Haikal mungkin tak berada di tempat kejadian, tetapi ia adalah orang yang paling faham tentang trauma yang di derita oleh Andira.

Aku Tak Membenci Hujan [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang