Hujan Ke_8

208K 16.5K 660
                                    

Jangan lupa tinggalkan komen di setiap paragraf

Karang - Launa lagi berburu penerbit
Vote dan komen sangat membantu biar dilirik penerbit 🙏

happy reading

*
*
*
*
*

Terkadang dalam suatu hari
aku melihat rona kebahagian terpancar.
Namun terkadang dalam suatu waktu
Aku melihat ada tetes airmata kesedihan.

"Launa Felicia"


* * * * *

"Buka halaman seratus dua puluh satu," perintah Pak Satria guru matematika.

"Hari ini Bapak ada rapat di luar sekolah. Jadi Bapak minta kalian kerjakan soal-soal dari nomor satu sampai dua puluh. Bapak ingin kalian mengerjakannya secara berkelompok agar kalian bisa sambil belajar. Satu orang terdiri dari dua siswa. Biar tidak lama, Bapak yang akan menentukan kelompok kalian. Kelompok kalian adalah teman yang ada di belakang tempat duduk kalian. Leon,"

"Ya Pak."

"Bapak titip kelas ke kamu ya. Bantu Bapak atur teman-temanmu. Jangan sampe ribut dan menggangu kelas yang lain."

"Baik Pak."

"Setelah selesai, kumpulkan tugas teman-temanmu di meja Bapak. Setelah itu, kalian boleh istirahat. Dan untuk Launa, Bapak ucapkan selamat, Karena kamu punya partner yang hebat. Belajar dari dia ya," Pesan Pak Satria.

"Heeehhhh, Partner hebat? Siapa? Si tukang ngorok ini? Apa bagusnya? Cuma bisa jawab satu soal matematika kemaren doang udah dibilang hebat," gerutu Launa.

"Baiklah anak-anak, mulai kerjakan soalnya," Setelah memberikan tugas, Pak Satria bergegas meninggalkan anak didiknya tersebut.

Para murid mulai membalik kursi mereke ke arah partner masing-masing. Tak terkecuali Launa yang membalik kursinya menghadap Karang yang seperti biasa sedang asyik dengan aktifitas tidurnya, "Oh Lord. Apa yang harus gue lakuin dengan manusia satu ini?" gumam Launa jengkel, "Auh ahhh.. males gue mikir."

Dengan kemampuan di bawah rata-rata yang gadis itu miliki, Launa mulai mengerjakan soal matematika yang di berikan Pak Satria seorang diri. Launa berusaha mengeluarkan kemampuam terbaiknya, meskipun tetap saja akhirnya ia menyerah, "Susah bener sih!" Launa mengedarkan pandangan ke sekeliling. Gadis itu menyipitkan mata, berharap ia menemukan seseorang di kelas ini yang bisa memberinya bantuan (contekan).

"Lon. Bangunin Karang tuh!" pinta Leon. Leon akhirnya menyadari kegundahan hati seorang Launa yang sedari tadi celingukan dengan wajah kusut.

"Emoh ah. Nanti dia marah."

"Nggak kok. Bangunin aja. Dia nggak seseram itu," goda Leon cengengesan.

"Iya. Gue coba," Launa mencoba membangunkan Karang dengan mencolek punggung lelaki itu, "Rang bangun. Ada tugas dari guru matematika nih. Kita satu kelompok sekarang," bisiknya.

Karang tidak bergerak sedikit pun, "Karang Samudra. Bangooonnnn!!!" Kali ini Launa berbisik ke telinga Karang. Tetapi hasilnya tetap saja nihil, "Partner hebat kentutmu!!!" Launa mengerutu dan kembali mengerjakan tugas matematikanya sendirian, "Partner apes iya. Mana gue bodoh banget pulak. Tuhaannn, apes kali gue hari ini."

Tiga puluh menit berlalu setelah Pak Satria memberikan tugas matematika. Belum ada tanda kehidupan sedikit pun dari Karang yang katanya partner hebat.

Satu jam telah berlalu semenjak tugas di berikan. Satu persatu para murid mulai meninggalkan ruang kelas setelah mereka menyelesaikan tugasnya. Namun tak begitu halnya dengan Launa. Gadis itu baru bisa mengerjakan tiga soal, dan itu pun belum tentu benar, "Kalo gini terus, gue bisa dapat nol lag. Huuhhhh," Launa membenamkan wajahnya ke atas meja.

Aku Tak Membenci Hujan [ TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang