Delapan belas tahun telah berlalu, Jeno dan Jaemin membina rumah tangga. Hubungan mereka kian harmonis, jauh dari pertengkaran.
Jeno benar-benar memperlakukan Jaenin bak permata yang mudah rusak. Pria tampan yang berstatus sebagai seorang suami dan ayah dari dua anak kembarnya itu pun memilih berhenti dari pekerjaannya dulu dan membuka perusahaan di saat si kembar berusia satu setengah tahun.
Jeno tak ingin dua putranya itu makan dari hasilnya membunuh. Jaemin yang mendengar itu jelas mendukung penuh keputusan Jeno.
"Jeno!!" teriak Jaemin meminta pasangan hidupnya untuk segera bangun. Pasalnya, pria tampan itu tak kunjung bangun walau sudah dibangunkan sebanyak lima kali.
"Bangun Jeno!" teriak Jaemin lagi. Pria manis itu bahkan membawa panci lalu memukulnya dengan keras, berharap si pria Lee akan segera bangun. Bukannya terbangun. Jeno malah menutup tubuhnya dengan selimut. Lalu melanjutkan tidurnya yang sedikit terganggu karena ulah Jaemin barusan.
"Dalam lima menit kalau kau tak bangun juga! Jangan harap aku akan memberimu jatah!" teriak Jaemin cetar membahana.
"Yak!"
"Apa?! Ingin protes? Silakan, kalau kau tak ingin jatahmu hilang selamanya."
Dengan malas, Jeno beranjak dari tidurnya. Pria tampan itu jelas tak ingin jatah harian dari Jaemin hilang. Bisa gila dia nanti kalau hal itu terjadi.
"Dasar pria tua itu." gerutu Jaemin saat melihat ulah suaminya.
'Jaehyun-hyung, ternyata apa yang kau katakan padaku dulu benar. Terima kasih Hyung, karenamu aku dapat bertemu dengannya.'
🐇🐰🐇
"Di mana si kembar?" tanya Jeno. Pria tampan itu mendudukkan dirinya tepat di samping suami manisnya.
"Sudah berangkat dari tadi."
"Maaf, Sayang. Semalam aku lembur."
"Huh? Alasan. Bilang saja kau tak ingin mengantarkan mereka." dumel Jaemin.
Sekesal apapun Jaemin pada Jeno. Pria manis itu masih tetap melayani suaminya.
"Sungguh. Aku tak berbohong padamu. Kalau kau masih tak percaya padaku. Tanyakan saja pada Mark-hyung."
"Oh, ok. Akan aku tanyakan nanti."
"Ya, Sayang."
🐇🐰🐇
"Berengsek! Kau apakan adikku hah?!" geram pria tampan bermarga Lee itu saat melihat adiknya sudah babak belur dihajar oleh teman sekelasnya.
"Salah adikmu, sudah merebut orang yang kusuka." ujar pemuda itu dengan wajah pongah. Merasa tak bersalah karena sudah berurusan dengan si kembar Lee.
"Kau tak apa?"
Pria tampan itu memilih membantu adiknya berdiri ketimbang mendengarkan gerutuan-gerutuan pemuda yang mengatakan hal buruk tentang adiknya.
"Aku tak apa Hyung."
"Sialan! Kau dan adikmu sama saja! Pengecut!" umpat pemuda itu. Benar-benar mencari mati.
"Kau bilang apa? Coba kau ulangi."
"Kau dan adikmu sama saja. Sama-sama pengecut, sama seperti orang tua—."
Belum selesai pemuda itu berseloroh. Pemuda itu sudah terpelanting terlebih dahulu dipukul putra pertama Jeno dan Jaemin.
"Kau bilang adikku merebut kekasihmu? Jangan mimpi kau! Adikku bukan orang yang seperti itu!"
"Kau!"
"Dan kau bilang apa lagi tadi? Aku dan adikku sama pengecutnya dengan orang tuaku! Kau tak tahu apa-apa! Jadi behentilah berkata yang tidak-tidak sebelum aku menghancurkanmu!"
"Hyung, sudah. Aku tak apa."
"Tapi kau terluka."
"Sudahlah Hyung. Kita biarkan saja dia. Kalau dia masih berkata yang tidak-tidak. Kita habisi saja dia." ujar adiknya.
"Hah, baiklah." melihat wajah memelas sang adik. Pemuda tampan itu pun melunak.
"Kali ini kau kulepaskan. Tidak ada untuk lain kali."
"Ayo Hyung." ajak sang adik.
🐇🐰🐇
Tbc
14 November 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Its Hurt || NOMIN. [✔]
FanficBagaimana rasanya saat kau harus tinggal satu atap dengan orang yang sudah membunuh kekasihmu? Jaemin harus merasakan itu. Bagaimana rasa takut yang harus dia rasakan setiap malam saat memejamkan mata. Ketakutan-ketakutan itu seolah selalu membayang...