09

20K 3.9K 1.9K
                                    

Kiw

****

"Terimakasih karna kalian selalu ada untuk Anak Ibu yang nakal ini." seorang Wanita berujar lembut. Dengan tangan yang mengusap kepala Andra dengan sayang. Tapi maniknya menatap satu persatu tujuh pemuda di depannya yang dengan nyaman bisa duduk beralaskan tikar.

"Ibu gak usah bilang gitu. Mereka yang harusnya berterimakasih karna punya teman  budiman kayak Andra. Iyakan?-- Nah iya!"

Mereka mendengus akan ucapan pemuda bergigi kelinci itu. Tapi mereka benar-benar tak habis pikir akan latar belakang yang dialami oleh Andra.

Mereka menjadi layaknya sebuah keluarga bahagia jika Lala sudah bersama mereka tapi-- mereka seperti orang asing jika tanpa gadis itu. Hanya tau nama tanpa ingin mengenal lebih jauh.

"Tunggu sebentar. Ibu mau siapin kalian makanan dulu ya."

Dino yang sebelas dua belas dengan Andra mengangguk semangat. "Silahkan Ibu. Dengan senang hati Dino akan membantu untuk habisin makanannya. Gak usah sungkan."

"Dino setan!" geram Azka pelan. Dia yang malu hey!

"Punya teman gak ada yang waras." gumam Dio pasrah.

"Malu-maluin goblok!" itu Bara. Tangannya dengan santai menggeplak kepala pemuda itu.

"Miskin."

"YAAMSONG ELANG! MLEYOT GUE MLEYOT!"

"Itu Elang lagi ngehina lo anjing! Napa lo mleyot!" sarkas Yoga. Jengah menghadapi sikap temannya itu.

"Yakan Apresiasi karna Elang mau ikutan ngehina gue gitu loh." bela Dino cepat. Salah mulu dianya.

Jevan menggelengkan kepalanya. Sepertinya yang waras 100% hanya dirinya. Mungkin.

Lantas pemuda itu mengalihkan tatapannya pada Andra yang memejamkan matanya. Ia tau bahwa Andra tidaklah tertidur.

"Ndra---"

"Gue gak nyangka kita melangkah hampir jauh." ucapan Andra berhasil mengalihkan perhatian mereka.

"Beberapa kali gue selalu bilang kalau gue bukan apa-apa. Gak ada hal yang bisa gue banggain. Fasilitas hingga sekolah di tempat ternama-- itu ibaratkan pinjaman yang harus gue ganti."

"Dan gue benar-benar gak nyangka sama rencana Tuhan yang buat kalian tau latar belakang yang gue tutupi."

Mereka terdiam. Membenarkan setiap ucapan Andra yang sama dengan mereka.

Mereka bukanlah apa-apa. Mereka punya sisi kelam yang masih tersimpan rapi. Tapi-- apakah mungkin selamanya akan tersimpan?

"Gue rasa--- kita akan menjadi teman yang benar-benar teman kedepannya. Dan bukan karna atas nama Lala."

Sedangkan disisi lain, Lala tengah bermain dengan anak-anak panti yang begitu comel menurutnya. Bukan hanya comel, mereka juga selalu mengikuti dirinya seperti itik. Lala kan jadi suka. Kkk~

"DIPSY MANGGANYA UDAH DAPAT BANYAK BELUM?!" Lala berteriak. Gadis itu menunduk menatap anak-anak panti yang menatapnya polos karna menaiki pohon Mangga ini.

"KAK LALA NAMA AKU ALTUL BUKAN DIPSY. JAUHH BANGET IH!" ujar anak laki-laki itu cemberut. "INI MANGGANYA MAU BUAT APA KAK?"

"YA JUAL LAH! BIAR KITA KAYA." Balasnya yang masih asik memetik Mangga tanpa takut. Melupakan bahwa dirinya tidak bisa turun sendirian.

"Kita mau jualan?" tanya gadis kecil yang membawa boneka monyet kesayangannya. Matanya tak berhenti menatap Lala dengan berbinar diatas pohon mangga sana. Seakan mengatakan bahwa gadis yang baru ditemuinya itu begitu pemberani.

LISTENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang