18

19.7K 3.9K 1.8K
                                    

Cielahh ngegas amat para babunya Lala wkwwk

Btw, thank youu buat 5K followersnya!

Semoga makin ada banyak waktu buat aku terus berkarya dalam menulis yaa♥

****

Lala memeluk leher Jevan erat. Gadis itu seakan tak beranjak dari posisinya setelah mengobati luka pada pergelangan tangan Jevan tadi.

Saat ini mereka tengah berada di Mobil dengan sopir Jevan yang menyetir kala Lala tak mengijinkan pemuda itu untuk mengambil alih kemudi. Mereka akan pergi ke Markas yang memang teman-temannya yang lain sudah ada disana karna permintaan Jevan sendiri.

Dengan isakan yang masih tersisa, Jevan senantiasa mengusap-ngusap punggung Lala dengan lembut. Sedikit menyesal karna dirinya penyebab gadis itu menangis.

"Sttt--- udah ya? pusing gak?"

Lala tak merespon. Justru gadis itu semakin mengeratkan pelukannya.

"Lo marah?" bisik Jevan lagi. Mengecup sekilas pelipis gadis yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

Lagi-lagi Lala tak merespon. Gadis itu kini beralih untuk bersandar pada bahu Jevan-- dengan manik yang menatap lamat pergelangan tangan Jevan yang sudah diperban. Mengingat luka itu membuat Lala menggigit bibir bawahnya,

"Jevan mau tinggalin Lala?" suara Lala terdengar pelan dan serak. "Jevan gak butuh Lala lagi?"

Giliran pemuda itu yang tak merespon membuat Lala tersenyum kecut. Apa Jevannya sudah berada pada tahap menyerah akan hidupnya?

Ini dimulai dari sang Ibu yang kembali menyalahkan dirinya atas kematian adik kandungnya. Kesalahan yang memang tak disengaja membuat hidupnya penuh akan rasa bersalah.

Jevan hanya merasa lelah. Ia merasa sakit. Kecewa pada dirinya sendiri yang saat itu lalai menjaga adiknya dan sekarang membuat Ibunya sendiri tidak mempercayai nya lagi.

"Pasti sakit," gumam Lala menyentuh luka dipergelangan tangan Jevan dengan pelan. Mata gadis itu redup-- tapi juga bersyukur karna salah satu orang yang berharga dalam hidupnya masih baik-baik saja.

"Hm-- ini sakit." jujur Jevan.

Lala berdecak. Walau matanya kembali berkaca karna kejujuran temannya itu. "Kalau sakit kenapa tadi cosplay jadi sikopat? Udah bagus jadi Iblis aja tau!"

Jevan terkekeh. Lagi-lagi ia mengecup lembut pelipis Lala. Bisakah ia meminta Lala untuk selalu menjadi sandarannya? Tapi bukankah Lala juga mempunyai kehidupannya sendiri?

"La-- kalau gue ke neraka duluan, gimana?" tanya nya dengan absurd. Tangannya kini memainkan rambut Lala yang tergerai.

"Jangan! Pergi sendiri gak enak. Nanti malah nyasar ke Surga. Sama Lala aja ya? Biar disana kita tetanggaan."

****

"GEMBEL APA KABAR NIH?!"

Itu Abi. Anak dari SMA Galaksi. Pemuda itu berseru heboh lantaran kembali melihat teman gilanya datang ke kantin di belakang sekolah jika mereka bolos.

LISTENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang