11

20.3K 3.7K 1.1K
                                    

Brak!

"BUNDA?!"

Dengan nafas terengah, Dino berlari dan memeluk Bundanya erat. Wanita yang masih terlihat muda itu juga tak kalah memeluk putranya dengan erat. Putra yang begitu ia sayangi melebihi nyawanya.

"Bunda? Bunda gapapa kan? Ada yang luka?" dengan khawatir Dino mengecek keadaan Ibunya. Berharap tidak ada luka yang seperti bulan lalu yang menyebabkan ibunya ke Rumah Sakit.

Ya. Ibunya kerap melakukan percobaan bunuh diri ketika depresinya kembali hadir. Semenjak kematian kembarannya dulu, Ibunya menjadi berbeda. Sangat berbeda.

"Gino-- kamu pulang, nak? Bunda takut. Tadi-- mimpi itu-- kamu pergi. Ninggalin Bunda sendiri." racaunya dengan mata yang sembab.

Dino menggeleng. Ia mengecup singkat kening sang Bunda sebelum memeluknya dengan erat. Membisikkan kata-kata penenang yang membuat Bundanya terasa lebih lega.

"Bunda tenang aja. Gino selalu disini-- sama Bunda. Gino gak akan kemana-mana."

"Bukan hanya Gino tapi-- Dino juga selalu disini. Kita akan selalu Bunda. Kita---"

"Cukup!" sentak Wanita itu. Gilirannya yang menangkup wajah lelah milik putranya. "Gino, apa kamu lupa?--"

"Dino sudah meninggal, nak. Dia sudah pergi lebih dulu."

Dino memejamkan matanya. Rasa sesak seketika hadir saat wanita yang melahirkannya menggap dirinya yang sudah mati. Terlebih lagi-- tidak ada rasa sedih ketika sang Ibu mengucapkannya.

"Apa Bunda sedih karna Dino-- sudah mati?" ujar Dino pelan. Pancaran matanya menatap penuh harap.

"Tidak."

"Selagi kamu tetap sama Bunda-- Bunda gak akan sedih. Bunda akan tetap baik-baik saja. Kamu janji selalu sama Bunda kan, Gino?"

Dino menunduk. Ia tersenyum masam. Apa yang bisa ia harapkan? Dari dulu ia memang tidak seberuntung kembarannya.

"Hm."

Dan kembali kedua Ibu dan anak itu memeluk satu sama lain dengan perasaan yang berbeda-beda. Melupakan kehadiran seorang Pria yang merupakan Ayah dari Dino itu menghela nafasnya berat akan apa yang dialami Istrinya.

Juga melupakan seorang gadis mungil yang datang bersama Dino-- menyaksikan sesuatu yang begitu menyesakkan.

"Dibandingkan Dino-- bukankah Lala lebih beruntung dibenci Papi daripada-- dikatakan sudah mati?" gumam gadis itu tak suka akan hal yang dialami oleh temannya.

****

"Lala? Kok lo bisa hidup-- eh maksudnya kok lo bisa kebangun gitu loh."

Lala berbalik. Menatap pemuda dihadapannya dengan kacau.

"Kenapa---"

"Dino ayo kita pulang!!" gadis itu menyeret Dino keluar yang bahkan tanpa sadar kaki Lala tersandung kaki milik Andra tapi segera ditahan oleh Dino.

"Lo usir gue, La? Wah parah! Mentang-mentang gue suami terakhir lo tega?!"

"Diam!" sentak Lala cepat. Untuk pertama kali gadis itu memperlihatkan wajah tegasnya. "Pakai cepetan!" titahnya pada Dino untuk segera memakai jaket.

"Lala--"

"Dino gak ada waktu!" seru Lala frustasi. Ia tidak sanggup. Bayang-bayang akan jatuhnya Panji dari lantai 5 saat itu membuat Lala sulit untuk sekedar berujar.

"Tadi-- tadi Lala angkat telfon Dino. Dia bilang Bunda-- Bunda Dino hampir bunuh diri!"

Dino terpaku. Mengapa Bundanya kembali kambuh?!

LISTENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang