31; tamparan

236 44 29
                                    

“Na lo kenapa sih? Lo marah sama gue?” tanya Jearra di depan kamar Anna.

Masih tidak ada jawaban. Sudah lebih dari sepuluh menit Jearra berdiri di depan kamar Anna, namun hasilnya nihil. Anna masih enggan berbicara padanya. Bahkan membuka pintu kamar saja tidak.

Terhitung sudah dua hari Anna mendiamkan Jearra, tepatnya setelah Jearra berbicara berdua dengan Jayden, Anna memang tidak banyak berbicara padanya. Bahkan cewek itu terkesan dingin padanya

Jearra jadi bingung, sebenarnya ia melakukan kesalahan apa?

Bukankah Jearra sudah menolak Jayden demi Anna?

“Anna plis buka pintunya. Lo udah dua hari diemin gue,” kata Jearra.

“Jearra turun, papa mau bicara!” ujar Tama dari ruang tengah.

Jearra menghela napas lelah. Oh shit ada apa lagi ini?

“Ada apa?” tanya Jearra.

“Papa udah nyuruh kamu buat jauhin Jayden kan. Sekarang liat? Anna jadi marah ke kamu, gara-gara kamu dekat dengan Jayden. Bahkan Jayden jadi suka sama kamu kan,”

Jearra mematung. Memangnya salah? Toh itu juga di luar kendalinya. Jearra tidak pernah meminta Jayden untuk suka padanya.

“Pa emang salah? Aku gak pernah minta Jayden buat suka sama aku!”

“Jelas salah! Liat Anna jadi murung sekarang. Dan itu gara-gara kamu,” bentak Tama, “Papa udah bilang sama kamu jangan dekat-dekat Jayden lagi. Tapi kamu malah gak dengerin papa,”

“Pa, aku juga mau menentukan hidup aku sendiri. Papa gak berhak ngatur-ngatur hidup aku,” ujar Jearra dengan berani.

“Papa ini papa kamu, jadi papa punya hak terhadap kamu Jearra!”

“Kalau papa itu papa aku, harusnya papa sayang sama aku bukan malah bandingin aku sama Anna, bukan malah lebih berpihak ke Anna. Harusnya papa lebih memikirkan perasaan kedua anak papa, bukan cuma perasaan Anna. Anak papa itu ada dua, aku juga anak papa. Aku juga pengen ngerasain kasih sayang dari papa,” pekik Jearra meluapkan emosi nya.

Akhirnya Jearra berhasil meluapkan segala emosi dan unek-unek yang bersarang di hatinya. Dan Jearra menjadi sedikit lebih lega.

Tama mengepalkan tangannya sambil berusaha untuk terus menahan emosinya.

“Jearra!”

“Apa? Papa mau nyalahin Jearra lagi atas semua kesalahan Anna?” tutur Jearra sambil menatap Tama penuh dengan amarah, “Jearra capek pa, Jearra cuma pengen papa memperlakukan kedua anak papa dengan adil. Jearra capek terus-terusan jadi bahan kemarahan papa. Papa egois!”

PLAK

Satu tamparan keras melayang tepat di pipi kanan Jearra.

Jearra memegang pipinya seraya menatap Tama tidak percaya.

Ini pertama kalinya ia mendapat tamparan dari papanya.

Sakit, sangat sakit. Pipinya sampai merah, bahkan sudut bibirnya berdarah. Saking kerasnya tamparan itu, Talia dan Anna yang berada di kamar langsung keluar dari kamarnya.

“JAGA MULUT KAMU JEARRA!” bentak Tama.

“MAS CUKUP KAMU KELEWATAN!” teriak Talia.

Jearra sudah menangis keras, pipinya sakit tapi hatinya jauh lebih sakit.

“Sebenernya aku ini anak mama papa bukan?” tanya Jearra dengan lirih.

Talia langsung mengusap rambut Jearra, “Jearra sayang kamu anak mama, kamu anak papa,”

The Way I Love UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang