The Fallen Kingdom 2

17 8 1
                                    


"Apa perintah anda selanjutnya Yang Mulia?"

"Kita tunggu bagaimana perkembangan digaris depan itu. Setidaknya semua sudah berjalan sesuai perintahku. Hanya... tinggal mencari dimana keberadaan Raja Anderson."

Keduanya melihat bagaimana para lelaki itu saling membantai. Adam berpikir keras bagaimana agar tidak banyak nyawa yang melayang. Tetapi itu pikiran yang bodoh, ayahnya mungkin sedang menertawakannya dari atas. Belasan, puluhan, ratusan, ribuan nyawa yang melayang hari itu akan menjadi tanggung jawabnya nanti sebagai seorang Raja.

Sungguh memalukan dan sia-sia jika ia tidak bisa membawa kemenangan pada negerinya. Kepada setiap Willhelmian yang sudah berjuang hari ini.

"Kita mungkin disebut iblis, tetapi kita berperang melawan mereka yang pantas disebut lebih, mereka yang akan menyaksikan dunia berakhir dengan cepat. Masa-masa ini mungkin telah ditakdirkan dan dibimbing oleh orangtuaku. Agar dendam mereka bisa terbalas." Suara Adam terdengar sedikit lesu.

"Masalahnya, kita tidak pernah menjadi penjahat dalam ceritamu sendiri. Dari sudut pandangmu, itu dibenarkan, jadi jika kau mengatakan, kau adalah seorang pahlawan. Bagaimana kau bisa benar-benar mengatakan bahwa kamu melakukan hal yang benar? Itulah pertanyaan sebenarnya. Dari sudut pandang kita, kita melakukan hal yang benar dan mereka melakukan yang salah. Begitu juga sebaliknya."

"Yang Mulia biarkan saja saya yang membunuhnya untuk anda. Saya tidak rela tangan anda kotor dengan darah dan kebencian. Izinkan saya yang melakukannya. Biarkan saya sedikit saja berguna."

Berdua, Adam dan Weithia saling bicara dari hati ke hati dari balik rimbunnya pepohonan. Sang Ksatria bisa merasakan jika balas dendam bukanlah keinginan Adam. Tetapi peperangan ini memaksanya untuk melakukan itu.

"Kita tidak akan langsung membunuhnya. Setelah perang ini berakhir, aku bisa membuatnya berlulut dibawah mahkotaku. Kita akan mengetahui alasan pria itu berani menumpahkan darah ayah dan ibuku ditangannya." Adam mencium tangannya sendiri. Meletakkan jari telunjuk itu pada bibirnya.

"Weithia."

"Ya?"

"Apapun yang terjadi nanti. Jangan mati. Atau aku bisa gila."

Ia tersenyum lembut. "Tentu saja. Saya tidak mungkin mati semudah itu. Anda juga... Berjanjilah untuk tidak jauh-jauh dari saya."

Mendadak teriakan makin terdengar menjadi-jadi ditelinga kedua pria itu. Adam memacu kudanya kesebuah daratan yang lebih tinggi untuk memastikan apa yang telah terjadi digaris depan. Sebuah kuda hitam terlihat melaju dengan cepat, Trevor. Ia bergabung dengan para prajurit itu dengan pedang besar yang berada digenggamannya.

Adam melihat hujan busur panah yang kini berubah arah. "Apa yang terjadi Yang Mulia!?"

Sebuah pasukan berkuda, jumlahnya sama seperti pasukan awal mereka. Kini masuk dari arah yang sama. Berhenti disebuah ladang rumput luas. Perbatasan utara Willhelmia. Ternyata Anderson yang memimpin pasukan itu. Adam menggeleng, mengetahui Grisshamlah yang ternyata menggunakan rencana itu. Ia juga membagi pasukannya menjadi dua gelombang.

Adam melihat prajuritnya yang sudah kewalahan. Mereka sudah hampir menang barusan. Tetapi barisan tentara dari Selatan itu malah berdatangan membuat nyali mereka menciut. Emosi Adam memuncak ketika bisa melihat dengan jelas wajah orang yang telah membunuh orangtuanya. Andeson tersenyum arogan dari balutan zirahnya, berdiri paling depan. Kapanpun siap untuk bergerak maju untuk menghancurkan Willhelmia.

Tetapi yang ia lakukan malah menarik mundur sedikit pasukannya yang masih selamat. Adam terus memperhatikan gerak-gerik anehnya itu dari atas bukit. Pasukan Grissham malah tidak melakukan apapun. Seolah menunggu Adam untuk muncul.

KNEEL BEFORE THE CROWN BOOK 1 : DREAM OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang