Waves of Betrayal 3

17 9 0
                                    


Weithia merasakan semilir angin ditengkuknya, kebiasaannya dalam melamun tidak pernah bisa ia tinggalkan. Trevor bahkan pernah memarahinya hanya karena itu. Sang Raja berjalan tak jauh dari tempatnya dirawat, dibelakangnya petinggi militer, penasihat kerajaan dan beberapa Menteri mengekori setiap langkahnya.

Sosoknya seperti mahakarya seni yang dipahat oleh Michaelangelo. "Rasa seperti ketika kita melihat lukisan. Tetapi tidak berhasil mengetahui apa artinya. Setiap orang memiliki pandangan sendiri akan seni itu." ucapnya pelan.

Seorang perawat ikut menengok kearah rombongan itu. Jarak mereka hanya dipisahkan oleh taman sepetak. Disisi lain bangunan ada ruangan rapat yang Sang Raja akan masuki. Pria itu seperti tidak sadar jika sedari tadi Weithia memperhatikan dari jauh. Selagi membiarkan seorang dokter dan perawat mengobati luka-lukanya.

"Tapi apakah ada sesuatu yang bisa dipahami sepenuhnya untuk seorang monarki berjalan." Perawat itu mengutarakan pikirannya.

"Dirinya seperti tidak terjamah oleh siapapun." Ucap rekan perawatnya. "Sampai diumurnya yang ke duapuluh empat ini tidak ada tanda-tanda akan naiknya seorang Ratu."

Disisi lain ruangan itu, samar-samar pelayan ikut membicarakan Sang Raja "Sepertinya rapat hari ini lebih ramai ya. Didepan aku lihat banyak sekali kereta berjajar, dua kali lipat lebih banyak dari biasanya."

"Apakah terjadi sesuatu?"

"Entahlah. Kita juga tidak seharusnya membicarakan ini, jika ketauan kita bisa kena hukuman. Terlebih..." gadis-gadis itu dengan genit melirik ke arah Weithia yang sedang tertelanjang dada.

"Tuan Ksatria sedang berada disini."

Mereka tertawa kecil memuji ketampanan pemuda itu. Lantas ia langsung memalingkan pandangan. Matanya kembali melihat kearah lorong itu, yang baru saja dilewati Adam. Dirinya merasa sedikit sedih ketika tidak diperbolehkan untuk ikut melihat rapat itu. Karena Yang Mulia sendiri memintanya untuk tidak datang.

Kepalanya begitu pening, setelah terbentur berkali-kali keatas permukaan keras oleh Anthony ia tak heran lagi. Dia benar-benar babak belur kali itu, hingga semua temannya di Haven mulai mengosipinya. Jangankan di Haven, pelayan-pelayan atau rekan sesama prajurit di istana membicarakan dirinya dengan Anthony. Banyak dari mereka yang tidak mengetahui akar permasalahan makanya timbul gossip-gosip tidak mengenakkan.

Tetapi memang benar, mereka tidak sepenuhnya salah. Ia sadar jika telah melakukan hal yang buruk. Seutas senyum pun tidak pernah terukir dibibirnya sejak malam itu. Tetapi yang selalu menghantui pikirannya adalah fakta dimana Yang Mulia sendiri tidak mau menemuinya.

Melakukan hal terlarang dengan seorang wanita, tapi entah itu siapa. weithia tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Seketika semuanya samar-samar. Hal terakhir yang ia ingat adalah menyaksikan rakyat berpesta di alun-alun. Setelah itu seorang wanitanya mengajaknya pergi ke pinggir hutan.

"Tangannya dingin." Ia ingat jika tangan wanita itu dingin sekali. Ia menunduk lesu melangkah pergi setelah berterima kasih kepada dokter dan perawat. Ingin rasanya kaki itu berbalik mengikuti Sang Raja. Tetapi ia tidak bisa melanggar kata-kata pria itu. Ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya, tidak ada semangat untuk latihan. Tidak ada perintah yang harus dijalani saat itu.

Langkahnya terhenti ketika Layla, dayang dari Putri Carmellia berjalan kearahnya. "Tuan Weithia. Saya, mewakili Tuan Putri untuk menyampaikan kata maaf. Tentang rumor yang tersebar antara anda dengan dirinya."

Weithia menggeleng cepat, "Tidak. Tidak. Saya yang minta maaf. Saya siap menerima hukuman apapun, karena telah mencemarkan nama baik Tuan Putri."

"Tenang saja, semua orang yang membicarakan tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hanya saja Tuan Putri seperti menjadi topik pembicaraan utama di istana. Walau begitu semua akan berlalu dengan sendirinya."

KNEEL BEFORE THE CROWN BOOK 1 : DREAM OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang