Chap 10 : Waves of Betrayal 1

20 8 0
                                    


Cerita ini seperti sebuah kisah yang pernah ia baca dari buku. Tentang perjalanan sang tokoh utama yang meninggalkan masa mudanya dimusim panas. Kemudian memulai langkah pertamanya dimusim gugur sebagai orang yang sudah tumbuh dewasa dan bijaksana. Kemudian ia bertemu dengan seseorang yang tak pernah ia harapkan akan datang sebelumnya.

Daun-daun gugur itu mengisyatkan akan suatu perubahan. Cenderung terlihat emosional dan mendekatkan dirinya dengan sosok yang mereka sayang – keluarga, kekasih.

Sang tokoh utama masih memiliki jiwa muda yang tersisa dari musim panas lalu. Pikiran polosnya masih melekat dalam dirinya. Sang tokoh utama tidak punyai pemikiran apakah orang yang baru ia temui itu baik atau jahat. Tetapi perlahan perasaan cinta mulai tumbuh dihatinya.

Di musim panas lalu, dia melewati masa-masanya dengan bersenang-senang sebagai seorang anak kecil. Tapi kini semuanya berubah. Perasaan baru yang tumbuh dihatinya, benar-benar murni – cinta pertamanya.

Kedua insan itu bertemu dimusim gugur. Semua orang tidak setuju dengan hubungan yang tokoh utama miliki. Karena akan membawanya pada dosa dan kehancuran. Tapi dia memilih untuk tinggal. Dan belajar meraih kedewasaan dan cinta yang sesungguhnya. Menyibak tabir akan dirinya sendiri. Memecahkan lamunan yang ia buat setiap malam. Mengartikan semua imaginasi yang pernah ia ciptakan dikepalanya.

Sang Raja kini menatap kedua mata lelah itu. Sendu. Melankolis. Bibirnya yang penuh dengan luka, membungkam. Tatapannya kosong, tak sepatah katapun keluar dari mulut itu. Juli berakhir. Musim panas masih memberinya sedikit waktu.

Adam menaruh tatapannya pada Weithia. Dia membuat pilihan yang salah dan menyesalinya. Ia masih sangat muda untuk hidup dalam penyesalan. Pemuda itu hanya merenung dalam kesunyian. Tak punya keberanian menatap kedua mata biru dihadapannya. Membiarkan dirinya menangisi hal-hal yang telah hilang, tangisan adalah suara musim, pada akhirnya ia menemukan keberanian untuk menghadapi apa yang ada di depan.

Adam merasakan jika ritme kehidupannya kian berjalan. Susah senang memang begitu, harus dilalui. Dirinya merasa begitu senang dengan sebuah hubungan sederhana yang mereka jalin. "Dua buah matahari sepertinya tidak akan cukup untuk menerangi mata itu. Aku ingat malam lalu saat kita bicara di perpustakaan. Tidakkah kau ingin kesana lagi. Kita baca banyak buku dan kita tulis ratusan puisi." Adam berkata lembut.

Disibaknya rambut Weithia yang terlihat semakin memanjang. "Aku merasa tenang hanya dengan melihatmu. Terima kasih sudah datang kesini. Kuharap kau tahu jika, aku tidak pernah marah padamu hanya karena masalah kecil itu. Aku tidak akan membencimu. Aku janji."

"Kenapa? Kenapa anda begitu baik padaku?"

Adam tersenyum lembut dan mengusap tengguk pria itu. "Bukankah kau sudah tahu jawabannya?" kemudian mata mereka bertemu. Moral mengingatkannya, ketika agama memanggil. Sedangkan cinta hanya melihatnya dari kejauhan.

"Kau masih ingin melanjutkan ini denganku?"

Weithia mengangguk. "Tentu." Ia mulai menitihkan air matanya.

"Masa lalu biarlah berlalu, ada beberapa kisah yang tidak perlu dikenang atau diingat. Jadikanlah sebagai pelajaranmu. Ingat saja pesanku, jangan takut. Tidak akan ada yang berani menghina atau menghajarmu. Anthony berjanji tidak akan melakukannya lagi. Lagipula kenapa kau tidak melawan? Padahal aku yakin kau bisa."

Pemuda itu hanya tertunduk lemah, "Saya pantas mendapatkannya Yang Mulia. Saya yang berlumur dosa, diselamatkan dari kubangan dengan tangan malaikat anda."

"Dan saya tidak menyangka jika anda akan memanggil saya secepat ini."

"Aku lelah, rapat itu membuatku ingin melepas takhta. Tidak ada yang lebih membuatku senang dibanding mendengar suaramu. Apakah kau pernah digoda oleh seorang Raja sebelumnya?" Adam tertawa kecil. Kakinya melangkah membuka pintu balkon, membiarkan udara malam masuk.

KNEEL BEFORE THE CROWN BOOK 1 : DREAM OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang