Bab 11

315 43 1
                                    

Eijun merasakan getaran-getaran halus dalam gelap, ia tak tahu di mana dan apa yang terjadi pada dirinya. Eijun berusaha membuka mata serta menggerakan tubuhnya namun rasa lelah yang melanda hingga tak bisa menggerakan kelopak matanya.

Rasa takut dan kemarahannya telah menguras semua tenaganya. Eijun tahu apa yang dilakukannya tidak baik, untuk dirinya atau anak-anaknya, ia terlalu memikirkan hal-hal buruk dan tak ada yang bisa diajak bicara. Secara tak sadar Eijun menganggap semua adalah musuhnya, termasuk dokter yang tahu keadaannya. Semua akan memisahkannya dengan anak-anaknya ketika mereka pikir ia tak pantas untuk Misa dan junya, anak-anak harusnya memiliki ibu, anak-anak harusnya miliki wanita yang melahirkannya.

Namun Misa dan Jun'ya tidak memiliki ibu, mereka tak dilahirkan dari rahim wanita.

Eijun berjuang melahirkan mereka, membesarkan mereka dan apa yang salah? Ia diberikan benih oleh dewa, apa itu salahnya?

Tidak...

Itu bukan salahnya...

Orang lain yang melihatnya salah...

Orang lain yang akan menyalahkannya...

Orang lain (termasuk orang tuanya, temannya, wanita itu, bahkan Miyukinya.) yang akan meMisakannya dengan anak-anaknya...

Jadi...

Ia harus menjauh dari orang-orang, jauh dari orang yang akan memisahkan mereka.

Ia harus pergi...

Pergi yang jauh bersama Misa dan junya....

......

Teri yang sedang mengemudi tersadar dari lamunannya, mendengar gumaman dari kursi belakang. Teri melihat dari spion depan, Eijun menggerakkan tangannya sebelum membuka matanya. "Kau sudah sadar."

Mendengar suara wanita yang baru ia kenal, Eijun bangun dengan cepat dan baru sadar kalau dirinya ada dalam mobil yang sedang melanjut pelan. "Junya, Misa!?"

"Mereka ada di sini, Jun'ya ada dipangkuanku..." Teri memberi tahu. "... kau mau pindah, dengan papa."

".ya, m.u .am. Papa..."

"Misa juga.."

"Baiklah, kita menepi sebentar.." Teri menepikan mobilnya dan sedikit mengubah posisi kursi agar mudah menyerahkan Jun'ya pada Eijun dan mendudukan Misa di kursi belakang.

"Kita mau ke mana, kenapa kau membawa ku dan anak-anak?" Eijun bertanya dengan nada curiga, Ia menerima Jun'ya yang diserahkan Teri.

Teri tersenyum dan membantu Misa ke bangku belakang. "Kau pingsan, aku ingin membawamu ke klinik yang dekat stadion, kita sudah hampir sampai. Hanya memeriksa apa kau baik-baik saja."

"Tidak perlu, aku baik-baik saja. Lagipula pert-"

"Kau tahu, kau terlihat pucat. Aku khawatir kau pingsan lagi jika tidak ada penanganan dokter...." Teri melajukan lagi mobilnya. "Lagipula pertandingan akan dimulai lima menit lagi, tidak akan terlambat jika ketinggalan kalau satu atau dua ining, Miyuki juga tidak akan bermain di awal babak."

"Ah? Tapi-"

"Ini demi anak-anakmu juga, bagaimana kalau kau pingsan saat pulang? Bagaimana jika kau pingsan saat berjalan dan dua anak itu terjatuh?" Teri melihat reaksi Eijun dari kaca spion depan, pemuda itu terdiam dan memeluk Jun'ya erat.

Eijun tak ingin anaknya terluka dan yang dikatakan Teri benar. Jika ia pingsan di tengah jalan maka tak tahu apa yang terjadi pada Jun'ya dan Misa.

"Kita sudah sampai di tempat kliniknya, hanya pemeriksaan dasar saja. Jangan khawatir. " Teri membelokan mobil ke sebuah komplek bangunan besar.

Eijun terheran melihat geberang bangunan itu karena ada tulisan di sana yang menjelaskan bahwa itu adalah bangunan rumah sakit dan memiliki berbagai divisi, dari rumah sakit untuk masyarakat memeriksa penyakit ringan hingga rumah sakit jiwa elit yang berisi psikolog dan psikiater ternama. Itu adalah usaha yang dibangun oleh keluarga soka dan keluarga ibu Miyuki bersama. Rumah sakit berbagai penyakit fisik dan jiwa.

Single parent EijunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang