"Ke Busan? Berapa lama?" tanya Ryujin dengan mulutnya yang penuh dengan nasi dan sosis goreng.
"Telen dulu baru ngomong," timpal Niki yang sedang melahap sarapannya juga bersama dengan keluarganya.
"Sebulan, Ryujin," jawab Seungwoo. Karena pekerjaannya, pria itu harus berpindah-pindah tempat dan meninggalkan anaknya untuk waktu yang bisa dibilang tidak sebentar.
Ryujin menelan makanan yang sudah ia kunyah tadi. "Lama banget ... berarti Papa gak bisa ikut Ryujin nonton anak murid Ryujin lomba dong?"
Seungwoo mengembuskan napasnya. "Iya, Sayang. Gapapa ya?" ucap pria itu.
"Yaudah gapapa deh, ada ayah juga di sini," ujar perempuan itu mencoba meyakinkan dirinya kalau sebulan bukanlah waktu yang lama. Lagipula ayahnya tidak wajib untuk selalu menonton anak muridnya yang sedang mengikuti lomba atau pentas.
"Jangan nangis, Kak. Cuma sebulan kok, bukan setaun," ejek Niki sambil menyenggol lengan sang kakak dan tersenyum jahil.
Ryujin menatap adik bungsunya dengan tatapan malas, bukan Niki namanya kalau tidak jahil dan senang mengejek orang terutama dirinya. "Kayak ada yang ngomong ya?" tanyanya kepada tiga adiknya dan papanya seolah-olah ia tidak bisa melihat Niki.
"By the way, kak Heeseung gak mampir ke sini? Biasanya suka pamit sama Kak Ryujin dulu sebelom kerja," ujar Jake.
"Iya juga, anaknya ke mana ya?" balas Ryujin. Untuk hari ini ia belum menerima pesan apa pun dari Heeseung. Apa mungkin lelaki itu terlampau sibuk sampai tidak bisa mampir ke rumahnya atau memberinya pesan?
Tak lama setelah mereka membicarakan Heeseung, suara bel yang nyaring mengelilingi penjuru rumah. Dengan otomatis Ryujin beranjak dari kursi lalu berjalan menuju pagar untuk membukakan pintu, ia pikir orang yang bertamu adalah Heeseung, tapi ternyata bukan.
"Eh, Ayah. Tumben banget ke sini, ada apa? Heeseung gak ikut sekalian?" tanya Ryujin sambil menyandarkan tubuhnya di pagar.
"Itu ... sebenernya ayah gak yakin Heeseung bolehin ayah buat cerita ke kamu apa enggak," ujar pria itu ragu.
Raut wajah Ryujin meredup. "Emang kenapa, Yah? Heeseung kenapa?"
"Anak muridnya diculik," jawab Dohwa. Ia bisa melihat ekspresi perempuan di hadapannya yang tidak terkontrol saking terkejutnya.
"M-maksud Ayah gimana? Kok bisa diculik, Yah? Siapa yang nyulik?" tanya Ryujin bertubi-tubi.
Dohwa menggeleng. "Ayah kurang tau, tapi katanya penculiknya tau kalau Heeseung punya adik yang namanya Sunoo dan Jungwon."
Mendengar berita yang menyeramkan di pagi hari ini membuat hati Ryujin mencelos. Diculik? Aneh sekali. Semakin aneh setelah ia mengetahui kalau sang penculik juga mengenal mendiang Sunoo dan Jungwon. Kemungkinan besar Ryujin juga kenal dengan penculik itu.
"Terus sekarang Heeseung di mana? Heeseung baik-baik aja, 'kan, Ayah?" tanya Ryujin gusar.
"Iya Heeseung baik-baik aja. Dia lagi pergi ke bank untuk ... menebus dua muridnya yang diculik itu," jawab Dohwa.
"Aneh banget," gumam Ryujin sambil menggigit kukunya. Kenapa hal ini terjadi lagi setelah sekian lamanya mereka hidup dengan tenang? Apakah ada seseorang yang masih menyimpan dendam kepada mereka atau ada maksud lain?
Perempuan itu menjadi sedikit tidak tenang untuk pergi keluar rumah dan pergi ke tempat kerjanya. Bagaimana kalau ada seseorang yang berniat untuk membawanya pergi dan mengurungnya di tempat menyeramkan seperti dulu? Membayangkannya saja sudah membuatnya sesak.
"Ryujin, kamu gapapa, Nak? Heeseung baik-baik aja, dia lagi berusaha buat menyelamatkan anak muridnya. Kamu gak perlu khawatir, nanti Heeseung pulang setelah urusannya selesai," ujar Dohwa sambil mengelus kepala Ryujin pelan. Pria itu pun kembali ke rumahnya meninggalkan Ryujin yang diam mematung di depan pagar.
KAMU SEDANG MEMBACA
PONZONA
FanfictionDan mereka hidup bahagia selama-lamanya. Nope. Salah besar. Kedatangan perempuan itu di hadapan Jake bersaudara membuat kebahagiaan itu sirna seketika. Tidak ada yang pernah menyangka kalau perempuan itu ternyata bagian dari perkumpulan Sojung dan S...