#15

145 19 8
                                    

-Happy reading-



"200 joule!" teriak Dokter yang menangani Ara. Kedua tangan Dokter tersebut sibuk menekan-nekan dada Ara.

"Sudah terisi" ucap Suster yang membantunya.

Dokter tersebut menggosok-gosokan kedua Defibrillator dan menempelkanya pada dada Ara "Shock!" tubuh Ara terangkat keatas sesaat.

Jong Hoon hanya diam mematung tak jauh dari ranjang Ara. Air matanya terus menetes, dadanya terasa sangat sakit. Hidung dan mata pria itu memerah, satu tanganya tertumpu pada ranjang yang berada di sebrang. Kakinya lemas, tidak kuat menopong tubuhnya.

"200 joule!" pinta Dokter itu lagi.

"Shock!" badan Ara kembali terangkat. Dokter terus menekan dada Ara, tidak ada tanda-tanda detak jantungnya akan kembali.

"Suntikan satu mg epinefrin setiap tiga menit melalui infus" ucap Dokter tersebut. Suster mengangguk dan menyuntikan satu mg epinefrin.

"Isi 200 joule"

"Shock!" lagi dan lagi tubuh Ara terangkat. Dokter kembali melakukan kompresi.

3 menit sudah Dokter melakukan kompresi, namun Ara belum juga kembali. Suster tersebut menggelengkan kepalanya, Dokter menghentikan kompresi pada Ara lalu turun dari ranjang.

"Waktu kematian pukul 16.23 sore" suster melepaskan kantong ambu dan infusan dari tangan Ara. Suster tersebut juga menutupi seluruh tubuh Ara menggunakan kain berwarna putih.

Badan Jong Hoon ambuk kelantai begitu saja, air mata pria itu kembali jatuh sangat deras. Satu tanganya memegangi dada dan memukul-mukul dada tersebut.

Dokter menghampiri Jong Hoon yang masih menangis, Dokter tersebut menunduk dengan kedua tangan berada di depan.

"Mohon untuk mengabari kedua orang tua jenazah. Kami akan segera memandikan jenazah" setelah mengucapkan itu Dokter tersebut meninggalkan Jong Hoon.

Jong Hoon menghapus air matanya kasar, ia perlahan-lahan mencoba bangkit. Pria itu berjalan keluar dari Rumah Sakit, suster beberapa kali memanggil nama Jong Hoon tapi pria itu tidak merespon dan tetap jalan keluar.

Suster tersebut mengambil ponsel Ara didalam tas, mencari kontak orang tua Ara. Tidak ada, itu yang suster temukan. Suster itu pun memanggil nomor paling atas di riwayat panggilan ponsel Ara.

"Halo, ini Rumah Sakit Universitas Hankuk. Kami ingin mengabari jika yang bernama Kang Ara sudah meninggal dunia. Anda diharapkan untuk datang dan menjemput Jenazah"

Yang berada di sebrang sana menutup mulutnya dengan tangan, tidak percaya. Ponsel yang ia genggam jatuh begitu saja, ia segera berlari mengambil kunci mobil dan tas.

---

Yang Jong Hoon memasuki apartemen dengan lemas, ia mendudukan dirinya dibawah kegelapan. Wajah pria itu tenggelam diantara kedua lutut, isakan kembali terdengar. Tubuhnya bergetar dan sesekali memanggil nama Ara.

"Maafkan aku, Ara. Maaf" mulut pria itu tidak berhenti mengucapkan kata maaf. Ponsel Jong Hoon berdering disaku celana, tangan Jong Hoon bergerak mengambil ponsel tersebut.

Nama Aera terlihat disana, Jong Hoon menunduk dan kembali menangis. Panggilan dari Ara terdengar kembali, tapi Jong Hoon tidak berniat untuk menganggat panggilan itu. Hingga untuk yang ketiga kalinya ponsel itu kembali bergetar, Jong Hoon menganggat kepalanya. Jari jempol Jong Hoon menggeser tombol bewarna hijau dan mengarahkan ponsel ketelinga.

"Hallo, Professor?"


Jong Hoon menahan suara isakanya setelah mendengar suara lembut Aera, hatinya merasa bersalah pada gadis itu.


"Y-ya, ken-kenapa?" tangan yang satunya mendekap mulutnya cukup kencang.


"Kenapa dengan suaramu? Kau sakit atau ada masalah? Ceritakan padaku"


"Tidak, Aku baik-baik saja. Ada apa kau menelfonku?"


"Tidak ada apa-apa, aku hanya merindukanmu. Kau tidak mengabariku sejak pagi"


"Maaf, ada urusan yang harusku urus. Jadi aku tidak bisa mengabarimu"

"Tidak apa-apa professor. Sepertinya kau sedang ada masalah, apa aku boleh ke apartemenmu?"

"Tidak. Tidak usah, aku baik-baik saja"


"Hmm, baiklah. Jika ada sesuatu kabari aku"


"Baiklah, sampai jumpa"

Jong Hoon menaru ponsel ke lantai, pria itu menjenggut rambut ikalnya dan mengacak ngacak hingga tidak berbentuk. Kepalanya berdenyut, matanya bengkak, tubuhnya lemas.

Ding dong

Bel apartemen berbunyi, Jong Hoon menatap pintu sejenak. Ia bangkit menuju kamar mandi untuk membasuh muka yang sangat berantakan. Setelah selesai ia membuka pintu, seorang wanita berdiri disana dengan sebuah kardus di dekapan wanita tersebut.

"Yang Jong Hoon?" tanya wanita itu.

Jong Hoon mengangguk lesu "Siapa anda?"

"Saya Yoon Jae, teman dekat Kang Ara"




----

Sad atau happy
Sampai sini dulu ya, jangan lupa vote dan komen
See u

Rencontre [ Law School ]  ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang