22

1K 46 1
                                    

Diego berulang kali mengirimkan pesan pada Serena. Pria itu sudah tinggal di kota yang sama dengannya sejak tiga hari yang lalu namun Serena hanya bisa menemuinya sekali di taman bermain tempo hari, itupun tidak bisa dikatakan berhasil karena sebelum mereka dapat menikmati semua wahana yang ada di sana, Lucien lebih dulu datang untuk menjemputnya.

Beruntung otaknya dapat berputar dengan cepat dan berpura-pura tidak mengenal Diego. Ia mengatakan Diego hanya orang asing yang meminjam uang receh padanya. Padahal sejak awal, ia memang bertemu dengan pria itu di wahana bermain tersebut. Jika Lucien tahu, pria itu tidak akan pernah mengijinkannya lagi untuk keluar dari rumah.

Baru saja Serena akan membalas salah satu pesan dari Diego, ponselnya berbunyi menandakan panggilan masuk. Wanita itu mengangkat panggilan tersebut. "Baru saja aku akan membalas pesanmu."

"Serena, ayolah. Aku yakin kau bisa menyelinap sebentar di malam hari untuk bertemu denganku."

"Tidak bisa!" Memikirkannya saja sudah membuat Serena berkeringat dingin. Malam hari adalah waktu yang rawan. Lucien pasti sudah menginginkannya di kamar pria itu, jika Lucien tidak melihat dirinya pada malam hari pria itu pasti sudah langsung mencarinya kemana-mana. "Aku akan mati jika tertangkap basah menyelinap di malam hari."

"Lalu mengapa hari ini kau tidak datang menemuiku?"

"Aku sudah bilang, ini hari pertamaku bekerja dan malangnya, Lucien tidak meninggalkan kantor sama sekali hingga jam pulang." Padahal Serena sudah mempersiapkan untuk diam-diam menemui Diego pada jam makan siang jika seandainya Lucien tidak ada di kantor. Lagi-lagi rencananya berantakan.

"Jika sudah begini, sia-sia saja aku menemuimu hingga kemari."

"Maafkan aku, Diego. Kau pasti bisa bersenang-senang tanpaku di kota ini."

"Bisa saja tapi itu bukan tujuanku terbang kemari."

Serena tahu Diego pasti kesal karena ia tidak bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk menemuinya. Sahabatnya itu sudah bertekad untuk mendatangi kediaman Lucien namun ide itu ditolak mentah-mentah oleh Serena. Ia tidak tahu apa yang akan Lucien lakukan nantinya.

Demi keselamatan mereka berdua, memang lebih aman jika tidak bertemu dulu hingga situasi memungkinkan.

Selama tiga tahun menjalani masa-masa kelam di tempat rehabilitasi, hanya Diego yang dapat membawa angin segar untuk Serena. Beberapa kali ia menyelinap kabur dari asrama untuk menghirup udara segar dan menikmati dunia luar. Berkat kepemilikan saham keluarga Diego di rumah sakit itu, Serena dapat hidup layaknya orang normal. Hanya saja, ia harus pulang ke asrama sebelum perawat mengecek keberadaan para pasien di sana. Atas peran penting Diego selama ini lah, Serena selalu tidak bisa menolak permintaan pria itu tapi kali ini ia tidak bisa mengabaikan Lucien yang pasti mengawasinya.

Pintu terbuka saat Serena masih berbicara dengan Diego. Lucien memasuki kamarnya dan menatap Serena dengan pandangan ingin tahu siapa yang sedang istrinya hubungi itu. Lucien melangkah semakin dekat dan menarik wanita itu ke dalam pelukannya. "Siapa yang kau hubungi?"

Serena yang tidak sempat memutuskan panggilan pun gelagapan namun tidak mempunyai pilihan. "Temanku, Diego." Lalu ia mematikan panggilan itu setelah mengucapkan kata perpisahan pada sahabatnya.

"Kenapa kau mematikan panggilannya?"

"Aku sudah selesai bicara dengannya."

Lucien menjauhkan Serena dari tubuhnya dan memandang wanita itu dengan serius. "Apa dia ada hubungannya dengan keputusan yang kau buat sejak beberapa tahun lalu?"

Serena tidak mengerti maksud pertanyaan Lucien. "Keputusan apa?"

"Untuk berpura-pura menjadi gila selama ini." Lucien sudah sejak lama ingin menanyakan mengenai hal ini namun istrinya selalu mengalihkan topic pembicaraan dan tidak mengijinkan dia mengetahui alasan yang sebenarnya. "Serena, aku ingin kau jujur padaku sekarang."

'Aku tidak bisa, Lucien.' Serena membatin. Jika ia mengatakan yang sejujurnya pada pria itu, ia bahkan tidak dapat membayangkan apa yang akan Lucien lakukan pada dirinya atau mungkin ayahnya. Sumber kekacauan hidup Lucien selama ini.

"Asal kau janji tidak akan menceritakan tentang hal ini pada siapapun." Pinta Serena.

Lucien tidak ingin menjanjikan apapun tapi ia benar – benar menginginkan kebenaran dari mulut Serena sehingga ia mengangguk.

Serena menelan ludah. Ia harus mengambil keputusan dengan cepat dan berhati-hati. Hingga akhirnya ia mengangguk. Otaknya secepat kilat merangkai kata demi kata berdasarkan kebohongan. "Dulu aku kira aku menyukai Diego dan papa tidak akan mengijinkanku jadi aku berpura-pura gila agar papa memasukkanku ke rumah sakit itu. dimana aku dapat bertemu dengan Diego."

Mata Lucien menatapnya tajam, rahangnya bisa Serena lihat mengeras dan bibirnya menipis. "Kau masih mencintai orang itu?"

Serena buru-buru menggeleng. "Sekarang tidak. Itu hanya pikiranku saat masih muda."

Entah mengapa Lucien merasa lega mendengar jawaban Serena tapi tetap saja ia tidak suka melihat wanita itu terlalu sering menghubungi Diego. "Lalu mengapa kau masih berhubungan dengannya hingga saat ini?"

"Karena kita berteman. Aku sadar itu bukan cinta. Aku hanya merasa nyaman saat berteman dengannya, itu sebabnya kita masih berteman hingga kini." Serena berdoa dalam hati semoga Lucien tidak mencurigainya lebih lanjut.

"Serena, jika kau berbohong padaku dan masih mencintai pria itu hingga saat ini, aku bersumpah akan.."

Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Serena sudah langsung menghambur ke dalam pelukan Lucien. "Aku bersumpah, aku tidak mencintai Diego sekarang." Kedua tangan Serena memeluk leher Lucien yang masih terkejut karena untuk pertama kalinya tiba-tiba saja Serena bersikap seperti itu.

"Jika begitu, apa ada orang lain yang kau cintai saat ini?"

Serena memutar matanya. "Tidak ada."

Jawaban wanita itu tegas sehingga Lucien yakin Serena memang tidak sedang mencintai siapapun. Siapapun, artinya dirinya pun tidak. Apa yang ia harapkan dari jawaban Serena? Mereka bahkan baru menikah beberapa bulan dan itupun hanya karena perjodohan. Lucien kecewa tanpa alasan yang jelas.

"Bagus." Ucapnya sambil tersenyum palsu. "Aku tidak akan mengizinkan istriku mencintai siapapun." Lantas tangannya membalas pelukan Serena dan mengusap punggung wanita itu sambil mencium puncak kepalanya. "Aku menemuimu karena ingin menanyakan hari pertama bekerja di kantor paling hebat se-dunia."

Serena tergelak. "Kantor itu memang hebat. Pemiliknya saja menyediakan layanan free sex di siang hari. Amat sangat memuaskan." Sebelah mata Serena mengedip dengan seksi, menggoda pria itu dengan senyuman jahil di wajahnya.

Lucien tertawa lebar melihat reaksi jawaban istrinya. "Aku bisa mengatakan pada mereka untuk lebih sering menyediakan layanan seperti itu pada jam kerja."

"Kalau begitu, jangan lupa sampaikan terima kasih ku untuknya." Serena berjinjit untuk dapat mengecup leher pria itu lalu naik menjelajah rahangnya. "Itu ucapan terima kasihku."

Lucien memukul pelan pantat Serena. "Sayang, itu tidak sopan."

Serena menatap pria itu berpura-pura serius. "Oh, sayang sekali. Padahal aku berniat untuk memberi ciuman lebih jauh untuk mengekspresikan perasaanku. Hmm, seperti jauh lebih bawah, misalnya." Tangan Serena sudah meluncur perlahan menuju sesuatu di bawah sana. "Tapi karena katamu itu tidak sopan, kalau begitu aku batalkan saja." Lalu ia menarik kembali tangannya dan berakhir dengan menepuk pundak pria itu.

Mata Lucien yang sedari tadi tegang dan menunggu sentuhan itu tiba-tiba saja menyipit kesal karena ulah Serena. "Itu tidak adil."

Serena tertawa. "Aku mandi dulu." Wanita itu berbalik meninggalkan Lucien karena memang berniat membersihkan badannya agar dapat beristirahat dengan tenang.

Beberapa langkah sebelum kaki Serena mencapai kamar mandi, ia mendengar derap langkah di belakangnya. Sontak Serena menoleh dan mendapati Lucien mengekor di belakang. "Apa yang kau lakukan?"

"Bosku bilang untuk menemanimu mandi, sebagai salah satu layanan 'after-work' yang memuaskan."

Serena hanya geleng-geleng kepala namun tidak menolak.

Married with the hottest CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang