Lucien selalu terganggu pada fakta bahwa ia belum mengetahui jati diri Serena yang sebenarnya walaupun ia sudah bercinta dengan wanita itu dua kali dalam satu malam. Serena menolak untuk menjawab pertanyaan pria itu. Wanita itu membalikkan tubuhnya, membelakangi Lucien. Membuat pria itu semakin penasaran. Tangannya meraih bahu Serena untuk memutar tubuh itu supaya menghadapnya kembali. "Jawab aku, apa semua ini hanya permainanmu? Kau tidak gila." Pria itu menyatakan dirinya tidak gila.
Serena membuka matanya untuk memandang Lucien. Ia ingin tertawa melihat pria itu frustasi karenanya. "Aku tidak pernah mengatakan bahwa aku gila."
"Kalau begitu mengapa semua orang berkata demikian?"
"Tapi, apa kau juga lupa bahwa semua orang gila tidak akan pernah mengaku dirinya tidak waras." Pernyataan itu membuat Lucien semakin bingung. Benar apa yang dikatakan Serena. Tidak akan pernah ada orang gila yang mengatakan dirinya sakit jiwa. "Jadi, kau sendiri yang memutuskan apakah aku gila atau tidak."
"Kau tidak membantu." Gerutu Lucien pada Serena yang sudah kembali memejamkan matanya. Pria itu tahu Serena tidak tertidur karena wanita itu masih menyeringai dengan sombong. Selagi melihat ekspresi wajah wanita itu, Lucien memandanginya sekali lagi. "Mengapa kau menyembunyikan dirimu?"
Serena tidak membuka mulutnya lagi dan membiarkan pertanyaan Lucien menggantung di udara. Setelah Lucien yakin bahwa wanita itu tidak akan menanggapinya lagi, Lucien menyerah untuk bertanya pada Serena. Ia melingkarkan lengannya pada tubuh wanita itu yang langsung di tepis kasar oleh Serena. Mata wanita itu kembali terbuka, dan menatap datar pada Lucien. Tatapan itu kembali lagi, batin Lucien.
"Para tamu masih berada di bawah dan menunggumu. Sebaiknya kau pergi dari sini." Perintah wanita itu membuat Lucien marah.
"Kau tidak punya hak untuk mengusirku."
"Untuk apa kau membuat perayaan seperti ini jika kau tidak menyambut tamu dengan baik."
"Andrew akan menggantikanku di sana." Lucien dengan keras kepala meletakkan lengannya lagi di sekitar pinggang wanita itu. Membuat Serena semakin kesal padanya.
"Kau punya kamarmu sendiri, sana pergi!"
Lucien bangkit dari tidurnya dan menindih tubuh Serena dalam hitungan detik. "Saat aku ingin memelukmu, aku akan melakukannya. Begitu pula jika aku ingin bercinta denganmu, kau akan melakukan apa yang kuminta."
"Tidak, kita melakukannya tadi karena aku bosan dan menginginkanmu. Bukan karena kau yang menginginkannya. Lain kali, aku tidak akan melakukannya lagi denganmu."
Sorot mata Lucien mengeras. Pria itu kesal dengan cara bicara Serena yang merendahkan dirinya. Lengannya naik untuk menahan dagu wanita itu lalu merenggut ciuman kasar dari bibir Serena hingga wanita itu terengah dan kehabisan napas. Setelah ia meronta dan memukuli dada Lucien akhirnya pria itu melepaskan bibirnya. "Dasar berengsek!"
Lucien menaikkan sudut mulutnya ke atas karena puas membuat wanita itu kesal. "Sudah kubilang aku akan menciummu saat aku ingin. Tidak perlu persetujuan darimu."
"Kau tidak pernah menginginkan itu sebelumnya dariku!" Bentak Serena. Lalu setelahnya Serena kembali memunggunginya dan tidak berbicara apapun lagi walau pun Lucien sudah mencoba memancing wanita itu agar mengeluarkan argumennya.
Hembusan napas milik Serena sudah berubah menjadi pelan dan teratur menandakan wanita itu benar – benar tidur. Ia menghela napas lalu mulai berpakaian, setelah itu Lucien meninggalkan Serena yang sudah terlelap dan kembali untuk menemui tamu undangannya yang sebagian sudah mulai berpamitan. Hanya beberapa teman yang ia anggap dekatlah yang masih menunggu dan melanjutkan pembicaraan mengenai bisnis mereka.
Saat Lucien turun menghampiri mereka Andrew menyeringai padanya. "Kau akhirnya berhasil menaklukan wanita itu?"
"Sebaliknya. Wanita itu yang menaklukanku. Memalukan." Dia tidak berbohong pada Andrew. Jika Serena tidak menggodanya, dia tidak akan menyentuh wanita itu malam ini. "Suruh mereka semua bubar, Andrew."
Andrew terkejut, karena acaranya masih belum selesai seperti yang mereka rencanakan. "Acara puncak belum terlaksana."
"Aku tidak peduli. Aku ingin mereka semua keluar dari rumah ini."
"Tapi, Lucien.. Memangnya ada apa? Ada sesuatu yang harus kau lakukan malam ini?" Tanya Andrew penasaran karena bosnya itu tidak pernah membatalkan sebuah pesta sebelumnya. Apalagi sisa tamu yang masih hadir di sana adalah kawan dekat Lucien yang sedang menantikan acara puncak tapi Lucien berkeras untuk membubarkannya.
"Tidak ada. Aku hanya ingin kembali ke atas."
Tanpa sadar Andrew langsung melihat ke atas dan ia mengernyitkan dahinya. "Maksudmu. . Ah!" Andrew mengerti. "Kau akan kembali menemui Serena?"
"Aku akan menghabiskan waktuku dengannya. Bukan dengan mereka." Tunjuk Lucien pada sisa tamu yang ada dengan dagunya.
Andrew menggaruk tengkuknya karena ia bingung apa yang Lucien dapatkan dari wanita yang otaknya tidak waras. Apakah wanita itu mengerti apa yang mereka lakukan berdua, atau justru karena Serena tidak mengerti maka wanita itu mau meladeni permainan Lucien? Karena jika ia melihat wajah Lucien saat ini, ia jelas telah mendapatkan apa yang ia mau dari wanita itu. Sangat tidak mungkin jika Lucien dan Serena tidak bercinta selama mereka mengurung diri di kamar wanita itu setelah kejadian perkelahian antara Lucien dan Guzman, pria yang menggoda Serena. Atau lebih tepatnya, pria yang di goda oleh Serena karena semua orang tentu melihat dengan jelas wanita itu menggoda Guzman lebih dulu.
"Baiklah aku akan menyuruh mereka pulang."
Lucien mengangguk pada Andrew lalu ia bergegas menuju ke kamar Serena. Saat tangannya mencoba membuka pintu itu, papan kayu berat itu tidak bergerak sedikitpun. "Sialan, Serena! Buka pintunya!" Teriak Lucien dari luar.
Di dalam kamar itu Serena terkekeh pelan mendengar Lucien mencoba masuk ke dalam. Tapi tentu saja pria itu tidak bisa, karena setelah Lucien keluar dari kamarnya Serena langsung mengunci pintu itu. Kini Serena mencoba untuk tidur, mengabaikan ketukan keras di daun pintu kamarnya.
Ia rasa dirinya sudah hampir tertidur ketika suara keras tertangkap telinganya dan membuat ia terhenyak. Serena langsung menahan badannya dengan siku dan melihat apa yang terjadi.
Lucien berhasil masuk ke dalam kamarnya, pria itu membongkar kunci pintu karena saat ini ia melihat sebuah perkakas di tangannya yang sedang di lemparkan Lucien ke lantai dengan asal.
Wajah pria itu menyeramkan sehingga membuat Serena tidak dapat berpikir, ia hanya menatap Lucien dengan ngeri.
Lucien menghampirinya, satu lutut pria itu naik ke atas tempat tidur dan tangannya menarik dagu Serena. "Aku sudah bilang, jangan permainkan aku." Pria itu mendesis di hadapan wajah Serena yang masih membisu. "Kuperingatkan kau sekali lagi, jangan menguji kesabaranku."
Saat kesadarannya mulai kembali, Serena malah mengangkat dagunya lebih tinggi. Mendekatkan wajahnya dengan Lucien. "Aku sudah selesai bermain denganmu. Kau bisa kembali berpura – pura seolah aku tidak ada di rumah ini. seperti biasanya. Aku tidak keberatan dengan itu, justru itulah yang kuinginkan."
Lucien menggeram dalam hati, bagaimana bisa ia berpura – pura menganggap wanita itu tidak pernah ada. Sedangkan bayangan wajah Serena saat berada di bawah tubuhnya terus berputar di kepalanya. Tidak, jauh sebelum ia bercinta dengan Serena pun Lucien sudah dihantui rasa bersalah karena menginginkan wanita yang mentalnya tidak waras seperti Serena untuk memuaskan gairahnya. Tuhan dan Andrew lah saksinya. Ia berulang kali mengingatkan diri sendiri bahwa yang ia ingin lakukan dengan Serena adalah salah karena gadis itu polos dan tidak mengerti apa – apa mengenai hubungan suami istri. Namun setelah ia sekarang tahu bahwa wanita itu tidaklah gila dan bahkan sangat pandai melakukan hal itu, Lucien tidak dapat menahan dirinya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married with the hottest CEO
RomanceSeorang mafia yang menikah dengan wanita gila. Namun, benarkah wanita itu gila?