SIDE A

152 25 6
                                    

.

.

.

.

OHOK OHOK

Dari sebuah ruangan yang tertutup rapat, terdengar suara batuk seseorang. Sangat jelas dan terdengar menyakitkan.

"Mungkinkah..."

Jakurai mendekati pintu itu. Mencoba membuka knop pintu. Namun sayang, pintu itu terkunci.

DOK DOK DOK

"Amemura! Amemura! Apa itu kamu yang di dalam? Amemura!" tak ada jawaban. Namun suara batuk itu semakin terdengar jelas dan frekuensinya lebih sering jika dibandingkan dengan yang pertama kali didengar oleh Jakurai.

"Amemura!" Jakurai menggedor pintu lebih keras. Jujur. Ia panik.

"Ja...ku...rai?" suara lirih, sangat lirih, menyambut telinganya. Sangat lemah. Sangat menyakitkan. Hingga membuat dada sang Dokter menjadi sesak karenanya.

Tanpa menunggu lagi, Jakurai membantingkan tubuhnya sendiri pada pintu yang terkunci. Mendobraknya berkali-kali.

Dan pintu itu terbuka dengan kasar begitu usaha kelima Jakurai membanting tubuhnya sendiri.

Lalu,

Apakah yang ditangkap oleh mata Dokter itu?

Matanya tidak tertuju pada perabot, atau apapun yang ada di kamar itu. Sejak pintu terbanting, matanya langsung tertuju pada tubuh seseorang di tengah-tengah kamar, yang siap ambruk ke lantai kapanpun jika kedua tangannya tidak menopang seluruh berat tubuhnya.

Seorang pemuda berbadan kecil selayaknya seorang bocah. Dengan rambut acak-acakan dan terlihat lepek. Dengan mata panda yang bahkan lebih pekat dari milik seorang Kannonzaka Doppo. Dengan wajah pucat dan bekas air mata di kedua pipinya. Dengan penuh luka lebam di seluruh tubuhnya yang tak menggunakan sehelai benangpun. Dengan tubuh yang terlihat sangat kotor.

Maniknya yang menatap pemandangan itu, tanpa sadar meneriakkan kutukan dalam hati.

"Ja..ku..rai..." suara lirih Amemura Ramuda mengisi kesunyian kamar.

"Amemura," Jakurai berjalan perlahan mendekati pria mungil itu. Seakan-akan, jika ia melakukan pergerakan mencurigakan, pria 24 tahun itu akan meringkuk ketakutan.

Manik milik Jakurai menelusuri setiap inchi tubuh yang bergetar itu.

Wajahnya terlihat sangat pucat. Bibir bawahnya digigit, ketakutan. Matanya menatap kosong.

Seberapa besar luka fisik dan mental yang sudah diterima oleh tubuh kecil itu. Jakurai sendiri, tidak ingin menerkanya.

Langkah kaki sang Dokter dipercepat, ketika ia sadar tubuh kecil gemetaran itu mulai kehilangan keseimbangan atas kedua tangannya. Sekilas, matanya terpejam. Dan tubuhnya mulai ambruk.

Dinginnya lantai hampir menangkap tubuh kurus penuh luka memar, jika saja Jakurai terlambat sepersekian detik untuk menangkap tubuh itu.

"Amemura!" tubuh kecil dipeluk dengan hati-hati. Begitu banyak luka memar, biru dan ungu. Adapula merah di beberapa bagian tubuh kecil itu.

Wajah Ramuda tenggelam di dada bidang Jakurai. Kedua tangannya terkulai lemas di tiap sisi tubuhnya. Sedangkan kedua kakinya dirapatkan. Bau lepek dan cairan yang khas memenuhi indera penciuman sang Dokter.

Kedua lengan panjang yang memeluk tubuh Ramuda hampir tidak merasakan kehangatan. Tubuh itu dingin. Mata Ramuda juga terpejam. Namun, manik Jakurai bisa melihatnya, ia melihat air mata yang menggenang di sudut mata pria mungil itu.

Crime Psychopath 『完』Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang