09: Semua Terbongkar?!

73 13 18
                                    

"Nak, ayo tidur. Ini sudah larut malam lho," ajak Mamanya.

"Iya Tante,"

Saat ku terbaring ditempat tidur berdua dengan Tante Daniel. Aku merasa nyaman, ingin rasanya memeluk nya. Menatap nya membuat ku berandai dia adalah Ibu kandung ku. Mungkinkah aku menggapai rasa ketenangan itu. Tak sadar air mataku menetes.

"Kamu belum tidur nak? gak bisa tidur ya, gara-gara pindah kasur. Tante juga sama kalau pindah kasur suka gak bisa tidur. Kalau nginap dirumah orang suka gak bisa tidur ya? hehe," jelas Mamanya.

"Tante, boleh aku peluk Tante?" pintaku dengan menatap matanya membuat mataku berkaca-kaca.

"Boleh nak," jawabnya.

Aku memeluknya erat, aku sangat menginginkan ini. Menangis dibahunya, bercerita pada nya, dan menghapus air mataku dengan ketulusan adalah kebahagiaan yang luar biasa bagiku. Andai selamanya aku bisa merasakan ini. Begitu banyak masalah yang aku lewati. Namun aku belum bisa menceritakan pada Tante soal kejadian yang benar-benar membuat ku hancur.

Takut, takut dia menjauhiku. Aku baru saja menemukan orang yang tulus, peduli dan baik. Aku harap malam ini mempunyai waktu yang panjang. Aku tidak ingin cepat besok.

***

"Pagi anak Mama sarapan dulu nak," sapa Tante

"Papa gak disapa nih, Papa mau kerja ke luar kota juga. Oh iya, ada Meriam jadi gak takut sendiri lagi nih.. Papa gak diharapkan lagi nih oh iya, cukup tahu ya ya ya," sahut Om sambil menggelitik leher Tante.

"Apaan sih Papa, enggak dong. Mama tetap harap Papa kerja disini aja. Papa cemburu ya?" balas Tante.

"Aduh Mama Papa pagi-pagi udah romantis-romantisan aja, aku lapar Ma. Mana telor nya," ucap Daniel

"Hahaha, iya sayang iya nih telornya. Panggil Meriam gih kita sarapan bareng," suruh Tante.

"Ya ampun tuh cewek udah jam setengah 7 belum bangun juga. Dasar kebo!" sahut Daniel sambil berjalan ke arah kamar Tante.

"Meriam! Meriam! bangun lu, udah jam berapa nih lo.. gak.. ke.. se..ko..lah.." teriak Daniel dan seketika cengo melihat ku yang baru keluar kamar mandi hanya memakai handuk pendek saja.

"Aaaaaaaaaaaaaa!!!!" teriak bersama.

"Lo ngapain sih pake handuk segala!" kata Daniel kesal.

"Ya terus aku harus gak pake handuk gitu? gila kamu ya?" sahut ku.

"Ya enggaklah bukan gitu! apaan sih!" balasnya.

"Ya terus, kenapa gak tutup mata ihhh!! cepetan tutup mata kamu tutup!!" kata ku sambil menutupkan matanya dengan tangan dia sendiri.

"Ihhhh iya iya"

Seketika handuk ku jatuh kebawah.

Seketika handuk ku jatuh kebawah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aaaaaaaaaaaaa!!" teriakku.

"Kenapa lagi sih?" tanya nya dengan melepas tangan dimatanya, matanya membulat.

"CEPETAN TUTUP GOBLOK!!" teriakku

"Yaudah gue pergi deh." jawab Daniel melangkah pergi

"Kenapa gak dari tadi sih BEGO!!" teriak ku.

Daniel pun segera bergegas cepat untuk langsung pergi keluar rumah.

"Daniel, ada apa sih? kalian teriak-teriak masih pagi lho udah berantem lagi aja," tanya Tante.

"Gak ada apa-apa Ma. Daniel berangkat Ma Pa," jawab Daniel terburu-buru.

"Om, Tante. Aku pamit ya, terimakasih udah mau nerima aku disini," ucapku sambil menyalam tangan mereka.

"Lho kok pamit Meriam. Kamu disini aja temenin Tante. Tante sendirian, Om mau berangkat ke luar kota sebulan." ujar Tante.

"Nanti aku sering main kesini kok Tante. Gak enak sama orang tua di rumah," jawab ku.

"Hmm.. yaudah janji ya? kalau kamu mau cerita kesini ya, Tante siap dengerin cerita kamu," sahutnya.

"Yaah.. Mama sendirian dong, yaudah Papa juga mau berangkat. Nanti kita video call ya Ma, Papa sama Meriam pamit," jawab Om sambil mencium kening Tante.

Kebahagiaan sudah berhenti. Hari ini aku pulang ke rumah, entah apa yang terjadi nanti. Aku belum berani ke sekolah, aku rindu ke sekolah seperti biasa. Rahma, aku rindu sahabat ku.

Sampai dirumah aku masuk tanpa bicara menyapa seperti biasanya. Ada Mama, Papa, Rey dan Ayu. Mereka memandang ku kesal dan seperti jijik padaku.

"Sudah mulai berani kamu ya? masuk tanpa permisi. Anak gak tahu diri sama sekali tidak berguna. Tidak sopan dengan orang tua disini, sudah lihat ada orang disini kamu lewati. Kamu fikir kamu siapa?? kamu cuma anak.." pembicaraan nya terputus oleh Papa.

"Cukup Ma, sudah biarin saja sampai dimana kelakuannya," sahut Papa.

Kaki ku melangkah satu, Rey menambah pembicaraan Mama dan Papa.

"Gak patut dijadikan contoh sebagai Kakak. Malu sekali aku punya kakak kotor seperti nya jijik! cuih!" sahut Rey dengan meludahi ku.

Kaki ku melangkah lagi, Ayu yang berumur 13th menambah pembicaraan Mama, Papa dan Rey.

"Aku gak nyangka kakak adalah perempuan murahan. Aku gak mau punya kakak jablay!" cetus Ayu.

"CUKUP!! cukup semuanya cukup. Apa yang aku lakuin selalu salah. Untuk Mama, aku sayang banget sama Mama. Setiap hari Ma, aku sapa Mama begitu juga sama Papa, Rey, Ayu. Tapi apa ada sedikit kalian hargai? gak ada! Mama ingat? aku sapa Mama. Mama bilang gak usah laporan kalau pulang. Aku mau pijat Mama, Mama gak mau. Sekarang aku diem Mama anggap salah?? Aku tahu Mama kan yang udah jebak aku?" balasku dengan tangis yang membuat dada ku sesak.

Mama terdiam

"Jawab Ma! kalau Mama gak nyuruh Kak Deri masuk ke kamar ku, mungkin gak akan terjadi seperti ini. Aku tahu Mama malas menyebut nama ku dan manggil aku kemarin. Makanya Mama suruh Kak Deri langsung yang panggil aku, dan kenapa pintu tiba-tiba terkunci dari luar?? apa Mama yang udah kunci pintu kamar? dan kenapa saat aku teriak minta tolong Mama dan Ayu seolah gak dengar. Padahal cuma ada Mama dan Ayu, dan kebetulan Papa pulang Mama aduin aku seolah aku berbuat kotor atas keinginan ku sendiri. Ya kan Ma? jawab.." jelas ku

"Apa benar itu Ma? JAWAB MA!!"

Aku Beban (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang