TRUE CELEBRITY 32 - MAU MAHAR APA?

200 19 1
                                    

Ingin gue itu terasa mustahil. Gue ingin bahagia bersamanya, tanpa merebut hak orang lain. Tapi kenyataannya, dia milik adik gue sendiri.

-SILYA MP-

🌹🌹🌹

Rizal membukakan pintu mobil angkut baru untuk Silya. Baru saja tadi pagi mobil itu tiba di rumah, Rizal sudah tak sabar mencobanya. Apalagi kali ini Silya bersedia ikut dengannya untuk mencoba mobil tersebut. Silya dengan senang hati duduk di kursi samping kemudi. Rizal menutup pintu mobil kembali dan mengitari mobil tersebut untuk masuk ke pintu satunya. Silya tampak senang, menyalakan AC sesuai kehendaknya. Silya juga menggantung pengharum aroma apel di mobil itu.

"Kita mau ke mana?" tanya Silya tersenyum.

"Maunya Ilya ke mana?"

"Keliling kampung! Eh, gue juga mau ke kota sih. Mau jajan, please! Boleh, ya?" ucap Silya sedikit merengek.

"Boleh. Hari ini emang jadwal kita kencan, kan? Ya udah, kita ke kota. Tapi Ilya pakai topi dulu biar nggak terlalu nampak mukanya. Ntar Ilya disangka kakak kembarnya Ilya lagi. Siapa? Silya, ya?"

"I-iya," sahut Silya terdiam.

Rizal memakaikan topi miliknya pada Silya. Silya menahan napasnya ketika jarak mereka terlalu dekat. Jantungnya berdetak tak nyaman, terlalu besar efeknya ketika ia berdekatan dengan Rizal.

"Udah! Gue bisa benerin sendiri," ucap Silya cepat sedikit menjauh dari Rizal. Rizal hanya tersenyum sambil mengambil masker penutup di dalam tas kecil yang ia bawa.

"Ilya pakai masker juga, ya. Ini enak kok napasnya kalau pakai ini."

"Oke. Sini!" Silya merampas masker penutup itu dari tangan Rizal dan mengaitkan di kedua daun telinganya.

Rizal terkekeh. "Ilya kenapa sih? Lucu banget."

"Lucu apaan sih. Orang gue nggak lucu. Ya udah cepet jalan! Ngomong terus deh dari tadi."

"Iya, Ilya. Jangan ngambek. Ntar cepat tua," sahut Rizal menyalakan mesin mobilnya.

"Tua atau muda gue tetap cantik."

"Iya, Cantik."

Suasana sore kampung Lembanna sangat nyaman. Silya menatap ke arah luar sambil tersenyum. Menatap pepohonan bagai berlari ketika Rizal menjalankan mobilnya cukup laju. Silya bahagia naik mobil sederhana itu.

Jadi ini namanya bahagia karena kesederhanaan. Ternyata lebih nyaman dan berarti. Gue nggak akan ngerasain ini kalau sana Ronald. Walau dia juga berarti buat gue.

Perjalanan mereka ke kota memakan waktu kurang lebih 1 jam perjalanan. Rizal memarkirkan mobilnya di bawah pohon. Silya yang tampak asing dengan tempat yang Rizal pilih, menoleh pada pria di sampingnya.

"Kita ngapain di sini? Mau jajan apa?" tanya Silya.

"Ilya nggak liat? Tuh, ada es campur, ada sate, ada cireng, ada bakso, ada pecel lele, ada martabak, banyak tuh yang jualan," tunjuk Rizal ke arah di mana para pedagang berkumpul di sebuah halaman lapang depan sebuah pasar.

"Ki-kita jajan kek gituan? Kan berminyak, Zal. Belum tentu juga bersih, kan?"

"Kok gitu? Insya Allah bersih kok. Makanya kalau mau makan, doa dulu. Biar apa yang masuk dalam tubuh itu baik untuk kesehatan kita."

"Ck, gue kira kita mau ke supermarket atau minimarket," decak Silya.

"Ngapain jajan di sana? Mahal dan cuma ada ciki-ciki doang. Nurut sama Izal, ya. Enak kok, Izal jamin. Ayo keluar!" ucap Rizal keluar lebih dulu dari mobil.

TRUE CELEBRITY [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang