12. PABRIK

47 2 0
                                    

Kemarahan bossku aku maklumi, karena dia merasa berhak atas diriku dengan segala pemberiannya. Sudah 3 hari dia tidak mau bertegur sapa denganku.

Karena aku merasa bersalah, mulai hari pertama aku sudah minta maaf, tapi dia tidak mau berbicara lagi denganku. Melihatkupun seperti melihat musuh.

Maka setelah pulang, aku menunggu di mejaku sambil beres beres berkas kerjaku.

"Quina belum pulang?" Tegur Teh Parlina

"Belum teh. Masih menyelesaikan kerjaan" alasanku.

Setelah Parlina dan rekanku Ida pergi, aku masuk ke ruangan bossku.

"Ina sudah minta maaf boss. Ina harus berbuat apa biar boss tidak memusuhi Ina"

Dia hanya diam tapi nampak dari wajahnya marah.
Kudekati dia dan kupeluk. Tapi pelukanku ditepiskannya.

"Ok boss. Kalau itu maunya boss. Ina tidak akan mengemis untuk boss bicara sama Ina."  Kutinggalkan dia masih seperti patung.

Aku pulang dengan sedikit emosi.
Kamu pikir hanya perusahaanmu yang bisa mempekerjakan aku....?
Aku akan keluar dari pekerjaan ini. Tubuhku yang kukorbankan untuk itu.

Tiba dirumah, aku langsung menghubungi mas Endi.

"Hallo mas....aku dipecat" kataku.

"Bagus"

"Kok bagus sih mas. Ina kehilangan pekerjaan"

"Kamu tidak usah kerja lagi sama bossmu mulai besok. Mas akan Carikan kamu pekerjaan. Dari awal mas sudah tau bahwa bossmu menaruh hati sama kamu. Ingat tidak kata kata mas kemaren itu" mas Endi sebentar berhenti.

"Kau akan dijadikan simpanannya. Mas tidak rela" kata Mas Endi emosi. "Mas akan datang nanti malam, tunggu di rumah. Kalau si Korea itu datang jangan layani" katanya.

"Iya mas. Ina tunggu. Ina sudah bingung ini" kataku.

Segera aku berbenah diri, mandi dan bertukar pakaian. Aku pergi dari rumah, duduk ngobrol di warung tetangga.

Ternyata bossku mungkin menyadari akan kehilangan aku atau apa, aku tidak tau. Yang pasti dari warung itu, aku melihat bossku, celingak celinguk. Tidak mungkin dia mencari orang lain.

Beruntung dia bertemu dengan mba Sri. Mereka berbicara. Mba Sri membawa Bossku entah ke kontrakanku atau ke kontrkan mba Sri.

Akhirnya pulang juga dia sendiri tanpa ditemani oleh mba Sri.

Segera kutelpon mas Endi.

"Mas jam berapa mau datang?"

"Ini sudah dalam perjalanan"

"Ina tunggu di depan mini market ya mas. Jangan ke rumah"
Kujelaskan bahwa bossku mencariku.

"Ok. Kamu kesana aja. Tunggu sampai mas datang"
Aku memaklumi lamanya mas Endi datang. Orang orang yang belanja di minimarket memperhatikan aku.

"Mba ada masalah atau apa mba"
Tanya seorang pria yang melihatku dari dia mulai masuk.

"Engga pak. Lagi nunggu teman" kataku.

"Dari tadi soalnya, mba masih disini"

"Enggak kok pak, saya baik baik saja" kataku. Dia menenteng belanjaannya menuju motornya.

Menunggu mas Endi, aku mondar mandir di samping gedung mini market tersebut. Pegel juga lama lama. Aku duduk  di lantai yang berbentuk tangga.
Tanganku kutumpukan kekedua lututku.

Lampu sorot mobil itu kulihat begitu terang hingga aku mengangkat wajahku dari menundukku. Aku belum beranjak karena aku merasa itu mobil pengunjung mini market.
Setelah lampu mobilnya dimatikan, aku baru bahagia karena senyum yang di dalam menyambutku. Mas Endi.

"Mas Endi" seruku dan melangkah menuju mobilnya.
Kubuka pintu mobilnya dan aku duduk.

"Kamu kelihatan cape, Na" dia mengelus pundakku. "Sebentar, mas mau beli minuman dulu, mau ikut kedalam atau nunggu di mobil" tanyanya.

"Di mobil aja mas. Takut ada yang kenal" jawabku.
Dengan senyum indahnya, keluar dari mobil.

"Maaf ya Na, menunggu." Dia memberikan belanjaannya ke aku." Minumlah. Ada roti, buat ganjal ganjal sebelum makan" katanya.

"Mas baik banget ya. Makasih mas. Beruntung nanti wanita yang bisa mendapatkan mas" kataku tanpa menoleh.

"Ina, ngomong begitu maksudnya apa"

"Iya, mas Endi itu sempurna sebagai pria. Wanita manapun akan suka dengan perlakuan mas Endi."

"Termasuk kamu Na"

"Ehhhmm...andainya aku seperti wanita kantoran yang menenteng tas dan pakaian yang bagus dengan parfum wangi serta make up yang mahal di wajahku, iya Aku suka sama mas Endi"

"Kenapa kamu harus merasa rendah diri dengan semua itu, Na. Penampilan apa adanya itu lebih baik daripada dibalut dengan imitasi"

"Mas....itu kan seandainya. Dan itu Ina katakan, supaya bisa mengimbangi penampilan mas. Seandainya loh ya."

"Ok itu seandainya. Seandainya kita jalan, dan cari tempat makan, alangkah indahnya perut ini tidak akan keroncongan" katanya melihatku.

"Aaahhhh mas Endi....ya udah yuuuk, terserah mas aja" kataku cengengesan.

Mas Endi membawa mobilnya entah kemana, dia yang tau.

                     ******





QUINA, FROM ZERO TO RICH( DEWASA )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang