29. PULANG KE JAKARTA

27 2 0
                                    

Setelah bertemu kangen dengan sanak saudara dan teman teman, terlebih yang membantu aku dulu Tia dan Ibunya, serta setelah selesai mengurus surat suratku, aku pulang ke Jakarta.

Kuhubungi Om Ando, apa dia sudah selesai tugas apa belum.

"Om, Ina mau balik ke Jakarta, Om sudah selesai tugas belum" tanyaku sore itu setelah santai.

"Ina sudah mau balik ke Jakarta? Om belum selesai, Na. Bisa tunggu gak sampai Om selesai?"

"Maaf Om, Ina enggak bisa lama lama. Om selesaikan aja tugasnya, Ina berangkat sendiri enggak apa apa, Om"

"Ina, Om mau bareng sama kamu. Tunggu ya beberapa hari lagi sampai Om telpon"

"Maaf Om, besok pagi Ina sudah berangkat. Mungkin lain waktu kita ketemu"

"Inaaaa....."

Kumatikan telponku dan kubuatkan off.

Aku keluar dari kamarku, karena mendengar obrolan di depan rumah kami.

"Quinaaa...." Suara Mas Widodo.
Segera aku balik badan. Karena aku tidak mau bertegur sapa dengan dia. Dialah penyebab, aku begini.

"Ina...kesini sebentar" Ayahku memanggil.
Tidak kusahuti. Dalam hatiku tidak akan ada perbincangan dengan pria hidung belang seperti mas Widodo.

"Ina, tidak boleh begitu. Sekedar menyapa kan gak apa apa" Ayahku sudah didekatku.

"Kenapa Yah. Mau menjodohkan aku lagi? Tidak akan pernah Ayah"

"Tidak ada yang mau menjodohkan kami Ina. Sopan sedikit kalau berbicara"Ayahku mulai naik darah.

"Maaf Ayah. Kalau Ayah menuntut Ina untuk berbicara sama orang yang Ina tidak suka, berarti Ayah tidak menghargai Ina. Sekarang juga Ina akan pergi dari sini"

"Sombong sekali kau Ina"

"Sombong??? Apa yang Ina sombongkan? Ayah dari dulu tidak berubah. Kalau bukan karena surat surat penting, Ina tidak akan balik ke sini"

"Ohhh..apa karena kamu sudah bisa sekarang, lalu kau berbicara begitu sama Ayah kamu sendiri"

"Ayah otoriter. Harusnya Ayah bersyukur, Ina tidak merepotkan hidup Ayah lagi"
Ayahku mengacungkan tagannya hendak menampar aku.

"Ayaaaahhh...."Ibu dan Adekku berteriak.

"Percuma Ayah lakukan itu ke Ina. Ayah yang bikin Ina seperti ini" Adekku yang angkat bicara.

"Mas...udah mas. Kalau Ina tidak mau bicara kenapa dipaksa" mas Widodo menghampiri kami karena ribut ribut.

Kuambil tasku, kusalami Ibu dan adek adekku. Aku pergi tanpa permisi sama Ayahku.

Kutatap wajah mas Widodo dengan tajam.

"Biang malapetaka dalam keluarga kami" kataku sinis.

"Ina...Quina....jangan pergi" kata Ayahku.

"Ina akan pergi. Dan tidak akan kembali lagi. Anggap saja Ina bukan anak Ayah" kataku melihat wajah Ayahku.

Plaaakkkk.....Pipiku ditampar Ayahku. Aku tidak bersedih. Tapi semakin dendam sama Ayahku.

"Terimakasih, tamparan ini semakin meyakinkan diriku tidak akan kembali lagi"

"Inaaa....Jangan berkata begitu anakku" Ibuku menangis.

"Bu, Ina pergi" kataku dan melangkahkan kakiku semakin pasti.

Aku tidak tau lagi apa yang terjadi di rumah setelah kepergianku.
Tekadku sudah bulat. Mau jadi apapun diriku, tidak perlu orang tuaku tau. Sakit.

                    *******

QUINA, FROM ZERO TO RICH( DEWASA )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang