2. DI KAPAL

115 4 0
                                    

Setelah dalam perut kapal penyeberangan, penumpang wajib keluar dari dalam mobil.
Karena ini adalah pertama kali dalam hidupku, kuikuti penumpang menuju dek kapal.

Aku berdiri memegang pembatas mandangu laut. Riak air laut yanh tercipta dari baling baling kapal tumpangan kami, seperti diriku yang terguncang oleh nasib.

"Akan kemana aku nanti" bisikku lirih. Kumenatap langit biru berhiaskan awan, "Tuhan, kuserahkan seluruh hidupku ke Tangan Mu"

Dua orang wanita lumayan cantik mendekatiku.

"Segar ya anginnya" salah seorang berbicara.

"Ini udah yang ke 4 kali loh aku naik kapal. Pulang pergi kalau libur" kata temannya.

"Maaf mba. Boleh nanya" kuberanikan diriku mendekati mereka

Kukenalkan diriku. Mereka menyebut namanya. Sriasih dan Wulan. Keduanya cantik tingginya hampir sama dengan aku. Ukuran standard timur.

"Aku baru mau lulusan SMK. Sudah setahun nganggur. Mau ngadu nasib ke kota besar. Kira kira perusahaan, atau pabrik, dimana kira kira yang bayak ya mba" tanyaku.

Mereka menyebutkan di daerah Basten dan Jawa Barat.

"Kamu mau nggak ikut kami. Kerja di bordiran. Pemiliknya orang Korea. Karyawannya keluar masuk soalnya pada enggak kerasaan. Gajinya harian tapi dibayarkan bulanan"

"Aku belum tau soal gaji atau penghasilan mba. Yang penting tidak lama nganggur" kataku

"Kamu ikut kami saja kalau begitu"

"Terimakasih mba. Terimakasih"
Kataku.

Tapi di otaknya mba Sri ada maksud tertentu. Maksud tidak baik.

Pukul 11 lebih, kapal penyeberangan yang kami tumpaangi, menyandar sudah di pelabuhan.

"Mba Ina ayoo..." Ajak mba Sri.

"Lan ajak Ina tuh. Kita masuk ke bus"

"Iya mba" jawab Wulan.
Aku mengikuti mereka menuruni tangga kapal untuk masuk lagi kedalam bus tumpangan kami.

Sepanjang perjalan menuju tujuannya kedua temanku, karena aku hanya mengekor, penglihatan ku di dalam bus, berulang ulang ke mereka.

Aku sekan menggantungkan nasibku ke temanku yang baru aku kenal.

Akhirnya hatiku agak lega, karena mba Sri memanggilku biar dekat sama mereka.

"Ina, sini dekat kami, kita sudah mau turun" begitu katanya. "Mas nanti kami turun di daerah *** ya" pintanya ke kenek bus.

"Siap siap mba. Ada tas atau koper gak di bagasi" tanya kondektur.

"Tidak ada mas"
Kami siap siap untuk turun.
Dan setelah bus berhenti, kami disuruh kenek bus cepat cepat turunnya, "Takut ada Polisi" begitu katanya.

Setelah turun, kami menaiki angkot berwarna biru. Aku tidak banyak tanya. Takut salah ngomong.

"Quina, ngomong dong. Dari tadi diam aja" Wlan menyentuh tanganku.

"Aduh mba, mau ngomong apa"

"Apa kek gitu. Jangan diam aja."

Aku hanya cengengesan.

Kami masih menaki angkot lagi dari temrinal tempat kami turun.
Masih jauh ternyata.

"Mba boleh nanya gak?" Kataku.

"Bolehlah. Dari tadi disuruh ngomong diam aja. Ngomonglah" mba Sri yang nyahut.

"Aku lapar mba. Kalian tidak lapar" kataku pelan
Mereka malah tertawa.

"Ya ampun, Inaaaa. Kirain apa. Bentar lagi kita sampai. Kita beli diwarung aja ya. Makannya di kontrakan" mba Sri menambahkan. "Tahan dikit ya Na" lanjutnya.

"Iya mba" jawabku.

"Pak, pinggir depan ya. Kita mau turun."
Aku merasa aneh melihat mereka. Ongkosmu tidak diminta.
Nanti aja aku kasih, pikiranku positif.

Kami Menteng barang barang kami masing masing menuju warteg di pinggir jalan besar itu.

Kami memesan makanan kami.

"Mba biar Ina yang bayar ya. Tadi ongkos ongkos sudah dibayarin, biar makan aku yang bayar" tawarku.

Wulan dan Sri saling tatap.

"Ya udah gak papa kamu yang bayar. Takutnya kamu tidak banyak uang Na. Soal bayar nanti bisa kamu bayar kalau kamu sudah kerja" kata Wulan.

Kukeluarkan uang ku membayar makana kami.

Masih menempuh jarak kira kira 200 meter baru kami tiba dikontrakan mereka.

"Naaaahhh ini dia kontrkan kita,Na. Kalau mau bersih bersih boleh. Kalau langsung makan boleh juga" mba Sri yang ngomong.

"Ina makan dulu ya, sudah lapar" kataku.

Seperti biasa, anak anak gadis, kkami berbicara tentang desa dan pacar kami.

               *********



QUINA, FROM ZERO TO RICH( DEWASA )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang