KINI bocah yang bernama Zhaigam itu tengan menangis sesenggukan. Tak lupa, kedua orang yang didekatnya; Al dan bara, sibuk membujuk anak itu.
"Udah ya nangisnya. Lihat tuh mata kamu merah, jelek banget" Sebuah cubitan mendarat diperut Bara.
"Cup cup cup... Anak Daddy kalo nangis makin gemesin" Ujar Al sembari menciumi kedua mata Zhaigam.
Ceklek...
Pintu terbuka menampilkan Bryan dengan tatapan songongnya. Dia menghampiri Zhaigam yang tengah dipangku oleh Daddy-nya.
"Hei, abang minta maaf ya" Bryan mencoba mendekatinya dengan suara yang begitu halus, bukan seperti sebelumnya. Nada yang begitu angkuh.
"Eung" Zhaigam mengalihkan pandangannya pada Bryan.
Tatapan takut segera Zhaigam keluarkan, ia tak ingin berdekatan dengan orang stress itu.
"Dad jauhin dia, aku gak mau deket sama dia Dad" Zhaigam memeluk Al dengan erat. Menutupi kepalanya dalam ketiak Al.
Bara menghela nafasnya pelan, jika sudah begini bisa-bisa Zhaigam mogok makan.
"Yaudah maunya apa hm?" Tanya Al sembari mengusap punggung bungsunya.
Gelengan kepala dapat Al rasakan dalam dekapannya, mungkin anak itu menolak pertanyaannya.
"Kamu mau apa dek? Mobil limited? Motor matic atau apapun itu abang kasih, asalkan jangan nangis lagi" Ujar Bryan, semoga saja dengan iming-iming itu dia mau berhenti menangis.
Gelengan kepala sekali lagi menjadi jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Bryan. Dirinya sedang tak ingin diganggu siapapun, hanya ingin dengan Daddy-nya saja.
"Motor kamu Daddy balikin, tapi berhenti ya nangisnya?" Usul Al.
Sekali lagi, gelengan kepala dapat Al rasakan dalam dekapannya.
Memilih menyerah, segala cara sudah dilakukan untuk bungsunya ini. Tak ada satu pun yang berhasil.
"Bobo ya? Matanya udah bengkak tuh" Tawar Al.
Zhaigam mengangguk. Lalu Al menyuruh kedua anaknya untuk keluar terlebih dahulu. Setelah keluar, ia mencoba mengeloni anak itu dengan usapan lembut, tak lupa juga Al mencium kepala Zhaigam dengan sayang.
Ah, pemandangan yang langka.
Beberapa saat dengkuran halus dapat Al dengar, sudah tidur mungkin. Al berdiri dengan pelan, lalu mengambil selimut untuk dipakaikan kepada Zhaigam, dan sedikit menurunkan suhu ruangannya.
Kecupan lembut didaratkan di kening Zhaigam, lalu Al segera keluar untuk bergabung dengan anak-anaknya.
***
"Jadi apa yang ingin kalian bahas?" Tanya Al sesaat sampai di ruang khusus.
Ya, ruangan ini di buat untuk mengurus segala hal tentang dunia bawahnya. Bahkan yang tahu hanya anak-anaknya, penjaga maupun bodyguard tidak ada yang tahu tempat ini. Selain itu, ruang ini juga dilengkapi dengan senjata yang terbaru, mulai dari shotgun dual, sniper, dan handgun.
"Tentang musuh mu Dad, dia beberapa kali membuti aku dan Zhaigam" Ucap Bara. Hal itu baru ia sadari ketika melihat seseorang yang memotret dirinya dan Zhaigam saat makan di mall tadi.
"Hanya itu?" Tanya Al.
"Meremehkan. Dia sudah beberapa kali mengincar Zhaigam, dan aku tidak akan membiarkannya" Desis Bara.
"Calm down brother. Mereka belum tahu siapa kita, jadi biarkan mereka bergerak terlebih dahulu" Ujar Bryan.
"Dan membiarkan adik ku mudah di incar mereka? Nope!"
"Bara" Panggil Xavier.
Bara mengalihkan netranya pada Xavier. Dapat Bara rasakan, oksigen disekitarnya mulai menghilang.
"Kau tahu bukan tidak ada yang bisa menyentuh keluarga ku sedikit pun?" Tanya Xavier dengan tenang.
Bara mengangguk, membenarkan perkataan abangnya ini.
"Cukup jaga adik mu, dan biarkan ini urusan kami" Ujarnya. Setelah mengucapkan itu, Xavier segera pergi keluar.
"Anak itu tak pernah berubah, tak tersentuh sedikit pun" Ucap Al.
"Jadi kita harus apa?" Tanya Bryan kikuk. Ia sedari tadi sudah menyimak, tapi gagal paham.
"Biar Daddy dan abang kalian yang urus, kalian lindungi adik kalian" Ucapnya final.
Lalu mereka semua mulai sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZHAIGAM
Teen FictionZhaigam namanya, pemuda yang suka akan kebebasan. Dirinya tidak suka di kekang, apa lagi di atur. Hidup tanpa di temani ke dua orang tua, membuat dirinya begitu bebas. Lalu bagaimana, jika seorang lelaki bertubuh tegap dan menyeramkan dengan mudahny...