Sekarang tepat pukul 12 malam. Saat ini Zhaigam tengah terdiam menunduk di sofa. Xavier memandang adiknya dengan datar. Tak ada tatapan lembut seperti sebelumnya.
"Mau main bareng?" Tanya Xavier. Ia mendekatkan tubuhnya ke adiknya.
"Ah, bukan dengan motor. Tapi dengan ini" Ujar Xavier sembari mengeluarkan pisau lipat yang begitu lancip.
Zhaigam menggelengkan kepalanya. Demi Neptunus, ia takut setengah mati.
"Maaf" Cicit Zhaigam.
Kepalanya masih setia menunduk, menatap lantai seolah itu lebih menarik dari pada orang yang berhadapan dengan dirinya.
"Untuk apa?" Tanya Xavier, ia masih tetap memegang pisau itu.
"Balapan" Jawab Zhaigam dengan pelan.
"Siapa yang mengizinkan mu untuk balapan hm" Xavier mengambil salah satu tangan Zhaigam. Lalu ia menggoreskan sedikit ke lengan adiknya.
"Awhh" Ringis Zhaigam.
"Tenang, ini terlalu awal" Zhaigam terisak kecil.
"Ralat, bahkan belum dimulai pertunjukan sebelumnya" Ujar Xavier dengan senyuman tipis.
"Abang maaf, aku janji gak bakal ulangi itu lagi hiks.."
"Janji? Mulutmu itu hanya pengalihan, sementara tangan mu ini lah yang sebenarnya" Ujar Xavier.
Zhaigam tak tahan, ia segera menarik tangannya lalu memeluk Xavier. "Abaaaang" Panggil Zhaigam.
Zhaigam mendusel-duselkan kepalanya di dada bidang Xavier. "Abaang, ini sakit tau! Berdarah nih, obatin. Huaaaaaa darahnya banyak abang" Pecah sudah tangisan yang Zhaigam tahan.
Ia menunjukkan darah yang mengalir di lengannya kepada Xavier. Helaan nafas Xavier keluarkan, dia yang ingin menghukum adik nakalnya malah bertingkah seperti ini.
"Abang~" Panggil Zhaigam, bocah itu merengek bagaikan bayi kecil.
"Apa?" Tanya Xavier.
"Ini obatin, sakit tau! Hiks.. dikira gak sakit apa" Ujar Zhaigam dengan kesal.
"Tapi janji jangan balapan lagi?"
"Um, janji. Tapi gak tahu untuk nanti" Lihatlah, bocah ini benar-benar kurang ajar.
"Yasudah, obati sendiri" Dengus Xavier.
Zhaigam terkekeh, "Bercanda abang sayang. Yaudah obatin, janji nanti gak balapan. Asalkan abang kasih aku uang terus" Xavier mengangguk. Masalah uang itu kecil, ia akan mengeluarkan berapapun untuk adiknya ini.
Akhirnya dengan pertimbangan yang sangat matang, Zhaigam di gendong ala koala ke kamar milik Xavier. Di kamarnya terdapat kotak P3K yang selalu ia siapkan, benar-benar orang yang begitu telaten.
Sesampainya dikamar, Zhaigam di dudukkan di ranjang king size milik Xavier. Kini, bocah itu sedang asik melihat-lihat isi kamar abangnya. Menurut Zhaigam, kamar abangnya terasa cukup SURAM. Bernuansa gelap, lampu remang-remang, kamar yang berbau kopi, dan jangan lupakan sebuah tangan terpotong yang sedang memegang pisau. Entah itu asli atau tidak, menurut Zhaigam itu cukup menakutkan.
"Tahan ya, kalo perih cakar tangan abang aja. Itu bakalan mengurangi rasa sakit mu" Ujar Xavier yang dibalas gumaman oleh si kecil.
Selama memberikan beberapa obat kepada Zhaigam, kini bocah itu sedang terlentang. Matanya begitu berat untuk melihat. Akhirnya ia memutuskan untuk tidur, sedangkan Xavier tangah membersihkan diri di kamar mandi.
Ceklek...
Pintu terbuka, menampilkan Xavier yang sedang mengeringkan rambutnya. Ia berjalan kearah adiknya yang sudah tertidur. Ia menaruh handuk di tempatnya, lalu menyusul adiknya untuk pergi ke alam mimpi. Sebelum tidur, ia menyempatkan untuk mencium kening adiknya.
"Sleep well baby"
***
K
ini mansion Alzergan sangat berisik. Pelaku dibalik keberisikan ini adalah Zhaigam, ya si bocah tengil itu.
"Adek! Kenapa teriak-teriak mulu sih? Ada apa?" Tanya Al dengan heran. Ini baru pukul 8 pagi, dan bungsunya itu sudah berteriak seperti di hutan.
"Aku mau liburan, tapi gak jadi-jadi!" Ujarnya dengan garang.
Al memijat pangkal hidungnya. "Sabar sayang, sekarang keadaan lagi gak memungkinkan untuk kita pergi"
"Kenapa memangnya? Daddy gak ada uang buat sewa pesawat pribadi?" Tanya Zhaigam. Bocah ini benar-benar melunjak.
"Ga gitu dek, kamu mau pesawat atau jet pribadi Daddy bisa belikan kok. Cuma, untuk saat ini kita gak bisa pergi, ada yang mengintai kita" Ujar Bryan mencoba menjelaskan permasalahan yang sedang dihadapi mereka.
"Ish, nanti gak jadi. Ujung-ujungnya kalian bohong, ngeselin" Zhaigam merengut. Ia segera berlari ke arah Bara dan memeluknya.
"Bang, mau jalan-jalan. Kemarin waktu itu katanya mau jalan-jalan" Pinta Zhaigam.
Bara tersenyum tipis, "Liburan itu untuk saat ini kita tunda ya, kalo udah aman baru kita berangkat. Kemanapun diizinkan sama Daddy, asal perginya bersama" Bara mengelus punggung Zhaigam dengan tenang, berharap dengan cara ini adiknya sedikit luluh.
"Tapi bang, aku kan maunya seka-" Ucapan Zhaigam terpotong oleh seseorang.
"Turuti atau tidak pergi selamanya?" Tanya Xavier. Lelaki itu baru saja turun dari kamarnya, kini ia sedang bersiap untuk berangkat ke kantor.
Zhaigam terdiam, ia tidak berani menjawab pertanyaan abang pertamanya.
"Tunggu lah beberapa hari, kita akan pergi setelah keadaan terkendali" Ujar Xavier.
Zhaigam mengangguk, baiklah ia tak berani membantah abangnya ini.
"Baguslah, apakah kau ingin ikut Abang ke kantor?" Tawar Xavier.
"Tidak. Ia akan ikut Daddy ke kantor. Kau pergilah sendiri, jangan mengajaknya" Ucap Al.
Ia ingin bermain dengan anaknya juga, bukan mereka saja. Xavier menggeleng, "Daddy banyak tugas dan client, jadi biar aku saja" Balas Xavier.
"Tidak, hari ini kosong. Sekretaris ku baru saja menghubungi ku" Ujar Al tak mau kalah.
"Benarkah? Lalu tadi pagi yang marah-marah tentang pertemuan dengan client tante-tante yang seperti badut itu bukan client mu?" Tanya Xavier dengan tatapan mengejek.
"Shit. Aku melupakan hal itu" Batin Al.
"Ekhm. Itu hanya pekerjaan biasa, sudah diurus anak buahku" Jawab Al.
"Hem, lalu tentang pembu-" Xavier segera berhenti berbicara saat Zhaigam berteriak.
"Kalian ini udah tua, jangan kaya anak kecil deh. Lihat tuh, bang Bry sama bang Bara ngeliatin kalian" Ujar Zhaigam.
"Udah ya, orang imut kaya aku gak usah diperebutin. Lagian aku mau di sini aja, ada komputer. Bye"
Setelah berujar seperti itu, Zhaigam pergi meninggalkan mereka berempat yang menatapnya dengan datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZHAIGAM
Teen FictionZhaigam namanya, pemuda yang suka akan kebebasan. Dirinya tidak suka di kekang, apa lagi di atur. Hidup tanpa di temani ke dua orang tua, membuat dirinya begitu bebas. Lalu bagaimana, jika seorang lelaki bertubuh tegap dan menyeramkan dengan mudahny...